"Dik, kemarin mau bahas apa dengan Rini?" Suara Mas Andri memecah kesunyian di mobil saat kami berdua pulang dari Lapas."Ada sesuatu yang ingin kupastikan padanya, Mas. Kenapa? Tumben mas jadi 'kepo' gini?" Aku menoleh padanya."Hehe gak boleh ngomong gitu, Dik. Bukankah Mas suamimu, Mas harap kamu tidak melakukan hal yang aneh-aneh ya, Dik." Tangan kirinya mengusap pahaku sedang tangan kanannya memegang stir. Aku kembali menoleh."Aneh-aneh gimana maksudnya, Mas? Kenapa juga aku harus aneh? Kurasa Mas deh yang aneh sekarang," sahutku ketus."Ya sudahlah, Dik. Kita nggak usah bahas 'keanehan' lagi," katanya sambil tertawa. Aku terdiam, tidak ada yang lucu menurutku, malah sekarang aku merasa makin tertantang untuk menyelidiki ada apa sebenarnya antara Mas Andri dan Rini.***Drrrtttt... ddrrtttt... Ponselku berbunyi. Kulihat Rini memanggil."Asalamualaikum, Rin.""Walaikumsalam Mbak Nuri. Mbak sibuk kah? Rini mau ketemu Mbak ada yang ingin Rini sampaikan," capnya "Mbak masih di kant
Kumatikan mesin mobil kemudian menghela napas untuk menguatkan hatiku. Aku melangkah ke arah rumah Rini. Kulihat Mas Andri duduk di kursi teras depan sedangkan Rini langsung berjalan ke arah pagar menyambutku."Assalamualaikum," sapaku. Kurasakan suaraku bergetar saat mengucapkan salam."Walaikumsalam Mbak Nuri, ayo masuk, Mbak. Pak Andri ada di dalam," kata Rini."Walaikumsalam, Dik," sahut mas Andri hampir berbarengan dengan jawaban Rini.Aku berdiri tepat di depan suamiku. "Kok ada di sini mas?" tanyaku menyelidik."Ayo kita masuk dulu, Sayang, tidak enak mengobrol di luar," kata mas Andri.Akupun melangkah memasuki rumah Rini. Rumah yang menurutku lumayan bagus, sangat nyaman walaupun tidak begitu luas. Rumah ini terkesan elegan dengan penataaannya, dan yang pasti rumah ini bersih, rapi dan masih kelihatan baru.Aku duduk di sofa di ruang tamu, empuk sekali, sofanya pun terlihat masih baru. Beruntung sekali Rini dihadiahi rumah senyaman ini oleh perusahaan. Tentu saja pencapaianny
"Meminta penjelasan katamu, Mas? Kamu mengaku menikahi Rini dan mempertanyakan apakah aku akan meminta penjelasan? Aku tak butuh penjelasan dan pembelaan atas nafsu kalian. Kamu gila Mas. Kamuuu ...." Aku kembali kehilangan kata-kata. "Dan kamu Rin ... kamu sudah kuanggap adikku bahkan kuanggap sahabatku, kenapa kamu tega berbuat seperti ini padaku? Apa sebenarnya yang ada di pikiran kalian berdua." Aku menatap tajam pada Rini kemudian pada Mas Andri. Mas Andri bergeser berpindah duduk ke sampingku, tangannya terulur hendak meraih pundakku. Segera kutepis tangannya menjauh."Jangan seperti ini, Sayang, Mas benar-benar minta maaf jika ini menyakitimu.""Jika ini menyakitiku? Kamu sadar dengan apa yang kamu ucapkan, Mas? Kamu menikahi Rini, kalian mengkhianatiku!!!" Aku berteriak dengan lantang.Mas Andri kembali ingin menggapai pundakku dan kembali kutepis tangannya, kali ini dengan hentakan kasar aku menepisnya. Mas Andri menatapku, matanya terlihat sayu.Aku menoleh ke arah Rini, kul
"Dik, masuklah ke mobil Mas. Jangan menyetir dalam kondisi seperti ini, sangat membahayakan keselamatanmu," ajaknya."Sudahlah, Mas. Jangan pedulikan aku lagi. Uruslah istri mudamu yang lagi menangis itu, dia pasti membutuhkan belaianmu," ucapku sinis.Mas Andri menggeleng, kemudian tangan kanan memegang keningnya dan tangan kirinya di pinggang, lalu memejamkan matanya sesaat. Gaya khas mas Andri jika lagi ada masalah, lagi berpikir keras atau lagi pusing. Hahhhh ... pusing ... dia pusing karena kelakuannya sendiri, karena nafsunya. Aku berlalu dari hadapannya. Kumasukkan kunci mobil dan menyalakan mesin. Kuremas kuat-kuat setir mobilku berusaha mengumpulkan kekuatan. Aku beristighfar berkali-kali mengharapkan kekuatan dari Tuhanku. Aku harus fokus, jarak dari sini ke rumahku memerlukan waktu sekitar 20 menit. Kujalankan mobilku perlahan setelah membaca Bismillah. Saat mencapai jalan besar setelah keluar dari kompleks perumahan Rini aku melihat dari spion ada mobil Mas Andri mengiku
“Abang .…” Kulihat ekspresi terkejut Mas Andri tepat di depan pintu kamarku.Tanpa harus melihat keluar aku yakin di balik pintu itu ada putraku Aldy. Kututup pintu kamar pelan, aku belum siap berhadapan dengan Aldy dalam situasi dan kondisi kacau seperti ini. Kujatuhkan tubuhku hingga terduduk di karpet kamar, lalu menyandarkan punggungku pada tempat tidur.Tiba-tiba terlintas di benakku cerita Kak Rizal tempo hari sewaktu mengunjunginya di Lapas. Aku merasa de javu dengan kondisi ini. Dulu, ayah dan ibuku pun terlibat hubungan rumit seperti ini. Hubungan yang kemudian menghancurkan masa depan kedua kakakku. Waktu itu ibunya Kak Amir dan Kak Rizal begitu membenci ayah dan ibuku. Kebencian yang kemudian ditularkannya kepada anak-anaknya yang akhirnya dikemudian hari membawa kak Amir dan kak Rizal salah langkah.Selama 30 menit aku duduk terpekur di atas karpet kamar. Berkali-kali kutarik napas panjang. Aku harus bisa mengendalikan emosiku. Aku harus bisa menahan egoku. Bukan untuk mem
"Aldy benar kan, Ma? Papa sudah jahat pada Mama," serunya."Jangan berkata seperti itu, Nak. Papa dan Mama sangat menyayangi kalian. Masalah apapun yang terjadi tidak akan mengurangi rasa sayang Papa dan Mama pada Nanda dan Aldy. Hilangkan prasangka buruk pada Papamu, Nak. Untuk masalah ini biarlah Mama dan Papa yang mencari jalan keluarnya, Aldy dan Nanda cukup mendoakan. Insya Allah akan ada hikmah dari semua kejadian ini. Jangan lupa baca Robbighfirlii Waliwaalidayya Warhamhuma Kamaa Robbayaanii Shogiiroo dalam doamu, Nak. Yakinlah bahwa dengan doa yang menembus langit akan mampu mematahkan masalah seberat apapun. Aku memeluk pundaknya lembut.Aldy pun tersenyum padaku. "Iya, Ma. Aldy sayang Papa dan Mama""Mama juga minta maaf jika tadi Aldy sempat melihat kekacauan komunikasi antara Mama dan Papa. Kami berdua tidak ada niat saling menyakiti, tapi Aldy tau kan setan selalu mencari celah untuk membuat manusia jatuh ke dalam dosa. Oiya, siapkan beberapa pakaianmu ,ya, Nak. Besok so
"Ko, enak ya kamu sekarang punya 2 boss di kantor.” Aku sengaja memancingnya, dia orang kepercayaan Mas Andri. Kurasa dia pasti mengetahui banyak perihal hubungan Mas Andri dan Rini. Eko meliatku sebentar melalui spion. Nanda sudah terlelap di pangkuanku, ikat rambut bonekanya bahkan sudah terlepas dari rambut tipisnya.“Iya, Bu. Kerjaan saya jadi sedikit lebih ringan. Bu Rini sangat cerdas, Bu. Dia bisa menghandle semua divisi dengan baik, bukan cuma divisi marketing. Bahkan beberapa kali mewakili Pak Andri mempresentasikan proyek-proyek baru perusahaan dan hasilnya sangat memuaskan,” ucap Eko.Aku melirik Aldy sekilas, dia hanya menatap lurus kedepan, kurasa dia tidak mendengar percakapanku dengan Eko sebab headset nya masih terpasang di kedua telinganya. Aku ingin memancing informasi lebih jauh pada Eko, namun aku khawatir Aldy mendengarnya.“Kita mampir rest area enggak, Bu?” tanya Eko.Aku menepuk bahu Aldy, dia melepas headphone-nya. “Mau mampir ke toilet, Nak? Di depan ada res
Eko menarik napas panjang. "Baik, Bu, saya cuma akan menjawab satu pertanyaan Ibu, Pak Andri mengucapkan ijab qobul pada Bu Rini pada pertengahan bulan April lalu Bu, saya lupa tanggal persisnya. Hanya ini yang bisa saya sampaikan, Bu. Maaf, saya pamit pulang dulu. Jika Ibu perlu dijemput silahkan hubungi saya kembali, Insya Allah saya selalu siap." "Oke, terima kasih Ko. Berpamitanlah pada ibu dan hati-hati di jalan. Jika merasa capek istirahatlah dulu di rest area. Ini sedikit ucapan terima kasihku, belikanlah ole-ole buat anak dan istrimu dan sampaikan salamku pada mereka." Aku menyodorkan amplop pada Eko."Tidak usah, Bu. Pak Andri tadi pagi sudah memberi bonus padaku, sewaktu mewanti-wanti aku hati-hati mengendarai mobil karena penumpangnya adalah orang-orang yang dicintainya. Amplopnya bahkan masih utuh," sahutnya sambil merogoh kantongnya. Aku terdiam, selain menyuruh Eko memakai mobilnya agar kami merasa nyaman, rupanya Mas Andri juga tetap dengan kebiasaannya mewanti-wanti