Share

BAB 4

SANTET  CE  LA  NA  DALAM  4

PINDAHKAN JEMURAN KE DALAM RUMAH SEBELUM MALAM, TERUTAMA PAKAIAN DALAM!

                                 ***Nana Shamsy***

Aji tertegun mendengar kata-kata Galih. Ia pun jatuh lemas ambruk ke tanah.

"Mas!" Yasmin langsung berhambur memeluknya dengan erat, mereka berdua menangis di halaman rumah disaksikan oleh berpuluh mata.

"Mas, kendalikan emosimu, jangan main hakim sendiri. Kalau terjadi apa-apa denganmu, bagaimana nasibku dan anak yanh ada dalam kandunganku ini, Mas? Aku tahu Mas Aji sedih, aku jugaa sedih. Nining bukan hanya adik iparku, tetapi ia sudah kuanggab sebagai adik kandungku sendiri. Apa yang Mas rasakan juga aku rasakan, Mas." Yasmin masih mengomel, ia benci dengan keadaan yang harus mereka hadapi.

"Maaf." Hanya itu kata yang mampu keluar dari mulut Aji.

Semua orang pun diam, membiarkan mereka meluapkan isi hatinya, setelah keduanya tenang, barulah Sumi mengajak Aji dan yasmin masuk. Kemudian mewakili Aji meminta maaf kepada semua orang karena sudah membuat keributan. Semua orang pun bubar. Kasus Nining menjadi semakin panjang karena menyeret nama Galih.

"Minum dulu, Le kamu juga Yas." Bude Sum mengambilkan dua gelas air putih untuk mereka. Kemudian mereka pun duduk di ruang tamu untuk menenangkan diri.

"Apa yang dikatakan Galih ada benarnya. Buat apa dia membuat Nining menjadi gila, lebih baik dia mengirim pelet kepada Nining." Danang membuka percakapan.

"Aku juga sangat yakin kalau bukan Galih pelakunya. Dia itu lelaki baik, sopan dan santun. Galih juga rajin beribadah, terbukti ia sering salat subuh  berjamaah bersama kamu kan, Mas. Jujur aku suka sekali dengan Galih andai Nining tidak memiliki Arkan," terang Yasmin membela Galih.

"Tapi, ciri-ciri yang disebutkan Mbah Harjo mengarah kepada Galih."

"Itu hanya perasaanmu saja. Banyak yang memiliki ciri-ciri seperti itu, Le," tukas Danang, lagi pula Mbah Harjo tidak menyebutkannya secara gamblang siapa pelakunya. Mbah Harjo hanya bilang si pelaku masih satu desa, bekulit sawo matang, rambutnya cepak, guna-guna itu di kirim dari arah timur. Hanya itu. Sedangkan yang memiliki ciri seperti itu tentu saja bukan hanya Galih.

"Mas, Mas Aji?" Tetiba terdengar suara Nining dari dalam kamar. Ia mengetuk pintu kamarnya sambil memanggil Aji.

"Mas! Mas Aji! Tolong buka pintunya, aku kekunci di dalam!"

"Nining?" Mereka bertiga pun saling pandang. Terdengar suara handle pintu yang ditarik ke atas dan ke bawah.

"Le, Nining sepertinya sudah sadar," kata Sumini. Terdengar nada lembut suara Nining seperti biasanya. Mereka pun langsung ke menuju ke kamar Nining.

Aji memutar anak kunci ke arah kiri, kemudian Nining muncul dari dalam kamar dengan pakain sopan lengkap dengan kerudung panjangnya.

"Ning," seru Aji tak percaya.

"Iya, Mas Aji. Kenapa Mas Aji kelihatan bingung? Mbak Yasmin, Mbak Yasmin kapan pulang?" Nining meraih tangan Yasmin dan menciumnya.

"Pakde, Bude, kalian semua ngapain berdiri di depan kamar Nining. Terus kenapa tadi kamar Nining dikunci dari luar segala. Ini kan sudah sore, Nining sudah telat mengajar ngaji anak-anak," ucapnya panik.

Sesaat mereka semua membisu, "Kenapa diam?" tanya Nining membuyarkan kebisuan.

"Ha-hari ini anak-anak Mas liburkan Ning," jawab Aji sedikit gagap, dengan cepat ia membuat alibi.

"Lho, kenapa?" protes Nining.

Aji diam mencari jawaban. "Kamu tadi kelihatan nggak sehat, wajah kamu pucat banget. Mangkanya Mas Aji menjemput Mbak Yas pulang dan anak-anak mengajinya Mas Aji liburkan,"  jawab Yasmin cepat.

"Tapi, Nining baik-baik saja. Hanya ... Iya, sih, badan Nining memang terasa sedikit sakit. Ya, sudah, nggak papa ngajinya libur sehari saja  Nining mau mandi dulu, badan Nining rasanya lengket dan bau," ucapnya seraya berlalu.

Aji, Yasmin, Sumini, dan Danang pun saling pandang beberapa saat.

"Apa Nining sudah sadar?" tanya  Yasmin.

"Kalau memang Nining sudah sadar, kita harus menjaganya, jangan sampai Nining tahu akan kejadian yang menimpa dirinya hari ini. Tahu sendiri semua orang sudah menyebarkan vidio Nining lewat ponsel. Jaga Nining, sembuyikan HP nya," pesan Bude Sum.

Aji baru sadar, HP Nining ada di kamarnya. Untungnya setelah Aji memeriksa ponselnya, tak ada hal yang aneh-aneh di ponsel Nining. Mungkin semua teman-temannya mengatur privasi ke nomornya untuk menjaga perasaan Nining.

"Sukurlah semua sudah baik-baik saja," gumam Danang. Yasmin juga merasa lega.

"Kalau begitu Bude pulang dulu," pamit Sumini. "Ayo, Mas." Danang mengekor di belakangnya.

                                            ***KBM***

Darsih yang mendengar kabar kalau Galih dipukuli oleh Aji pun merasa sangat gelisah. Sedangkan ia sendiri tak bisa meninggalkan lapak jualannya begitu saja.

"Galih, kamu nggak papa?" tanya Darsih, ia langsung menelfon adiknya.

"Aku nggak papa, Mbak, sudahlah Mbak jangan kawatir. Aku bisa jaga diri, kok."

"Sudah Mbak bilang kan, jangan ke sana. Sebenarnya Mbak sudah menduga hal ini bakal terjadi karena Nining gila setelah kamu melamarnya. Betul firasatku, ini pastu terjadi."

"Pokoknya Mbak nggak perlu kawatir. Aku baik-baik saja, kok," jawab Galih yang langsung mematikan ponselnya.

Ia dibantu Raga dan Erna mengompres luka lebam ya.

"Kamu itu nekad banget sih, Gal. Udah tahu Mas Aji lagi emosi malah dilawan," gerutu Erna.

"Siapa yang melawan, aku malah pasrah aja dipukulin. Kalau aku melawan yang ada kalian malah taruhan."

"Ck, ngeselin banget sih. Bukan begitu maksudnya, harusnya kamu itu pergi dari sana. Bukan malah nantangin." Erna menekan luka lebam Galih dengan sedikit keras sehingga membuat pemuda itu mengaduh.

"Auw, pelan-pelan donk. Nggak ikhlas banget kayaknya."

"Ngeselin banget sih, temen kamu ini, Ga!" Erna cemberut, ia tidak ikut apa-apa malah dia yang mesti dibuat repot.

"Tahu, ini Galih. Tapi, keren sih, tadi. Apalagi adegan terakhirnya, udah kayak film india."

"Bodoh amat!"

"Bukan begitu Er. Kalau aku lari, justru itu membuktikan kalau aku bersalah. Aku yakin, sekarang Mas akan berpikir ulang."

"Ya, ya."

Galih membuang napas berat. "Aku hanya nggak habis pikir, siapa yang tega berbuat seperti itu pada Nining. Kita harus berbuat sesuatu untuk Nining."

Erna dan Raga berpikir sejenak.

"Kita harus apa?" Erna melempar tanya.

"Mencari Kiyai atau apa gitu? Tapi, siapa dan di mana?" tanya Raga.

"Entahlah."

                                           ***KBM***

Usai mandi, Nining berniat membersihkan halaman rumahnya. Seperti biasanya, Nining akan menyapu halaman di sore hari.

"Lho, Mbak, kenapa halaman rumah kita begitu berantakan?" tanya Nining keheranan.

"I-itu tadi ada sapi milik tetangga lepas."

"Oh." Nining pun berjalan ke halaman rumahnya sambil membawa sapu ijuk. Aji terus memperhatikan adiknya, pun juga Yasmin. Ia terus mengikuti setiap langkah Nining.

"Mbak Yas duduk aja. Biar aku yang merapikan halaman," kata Nining.

Beberapa tetangga yang melihat Nining di halaman pun berbisik-bisik dari rumah mereka. Tampak mereka sangat penasaran dengan apa yang dilakukan oleh Nining. Sesekali mata Yasmin menangkap tatapan para tetangga, Yasmin melempar sedikiy senyum kepada mereka.

"Heran, ada sapi mengamuk sampai seperti ini dan aku nggak dengar apa-apa," ucap Nining.

"Ini, sampai berdarah, ya?" tanyanya.

"Ning, ini udah mau surup, masuk yuk, biarin aja besok pagi kita rapikan halaman rumahnya," ajak Yasmin.

"Iya, lagian Mbak sedang hamil. Nggak baik kalau di luar rumaj jam-jam segini," jawab Nining. Ia pun menyuruh Yasmin masuk duluan, tak lama kemudian Nining menyusulnya.

Azan magrib berkumandang. Nining bersiap salat berjamaah di musola, tetapi Aji melarangnya.

"Mulai sekarang kamu salat di rumah saja," kata Aji.

"Tapi, kenapa, Mas?" tanya Nining tak mengerti, ia sudah siap dengan mukenannya.

"Mbak Yasmin sering sakit perut. Kamu temenin Mbak Yasmin di rumah saja, ya. Mas takut terjadi apa-apa sama Mbak Yasmin," ucap Aji membuat alibi.

"Oh, begitu. Baik Mas, kalau begitu Nining salat di rumah saja," katanya menurut.

"Maafin Mbak Yasmin ya, Dek."

"Nggak papa Mbak, tapi Mbak Yas sudah periksa?" tanya Nining kawatir.

"Iya."

"Lalu?"

"Calon keponakanmu ini terlalu aktif, suka banget nendang perut Ibunya." Yasmin dan Aji pun tertawa palsu.

"Aku jadi nggak sabar nungguin si dedek launching. Mbak Yasmin istirahat aja kalau begitu, biar Nining yang masak buat makan malam nanti. Kalau begitu Nining salat dulu, Mas Aji juga sana buruan ke musola," usirnya.

"Oh, i-iya," jawab Aji sedikit gelagapan.

                                           ***KBM***

Seperti malam kemarin, Nining membuat nasi goreng untuk mereka makan bertiga malam itu. Aji terus memperhatikan adiknya, pun juga Yasmin.

"Mas Aji sama Mbak Yas kenapa sih, gitu amat lihatin Nining," gerutunya.

"Nggak papa, kamu cantik," puji Aji.

"Dari dulu," jawab Nining asal ceplos seperti biasanya.

Mereka  makan sambil sesekali melempar canda. Nining juga bersikap normal.

Sampai tiba-tiba saja ada seekor cecak terjatuh di atas meja makan tak jauh dari piring Nining. Mata Nining nyalang, tawa di bibirnya tiba-tiba menghilang. Dengan gerakan cepat Nining menancapkan garbu tepat di perut cecak tersebut sehingga membuat Yasmin terkejut.

"Astaqfirulahaladzim, Nining!" teriaknya.

Nining mendelik ke arah Yasmin dan Aji bergantian. Sebelum menatap cecak itu kembali, sambil menyerigai Nining tanpa ragu memasukkan cecak itu ke dalam mulutnya dengan sekali hap.

                            ***bersambung***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status