"Tidak, Alvian jangan lakukan ini," Dara meringis terasa sesak."Kamu istriku, dan sudah tidak ada lagi kontrak perjanjian kita, aku bebas melakukannya denganmu,""Tapi, kita tidak menikah sungguhan, kita menikah bukan karena cinta!" ucap Dara sembari terisak, Dara tidak ingin di perlakukan dengan kasar.Alvian melepas cengkramannya, dan berdiri menghadap Dara yang sudah berantakan."Baiklah, jika kamu tidak ingin melayaniku," Alvian berlalu pergi dan membanting pintu, saat ini ia sangat kesal karena hasratnya harus ditunda, sedangkan ia sangat tak tahan.Dara sedang menonton televisi diruang santai, lalu dengan santai Alvian berjalan dengan seorang wanita cantik namun pakaiannya sangat terbuka, Alvian merangkul pinggang wanita itu dengan mesra, membuat Dara terbelalak terlebih lagi ketika mereka masuk ke kamar Alvian dan Dara.Tak terasa air mata Dara menetes, lalu ia memilih pergi, sebelumnya ia melihat jam di dinding yang menunjukkan pukul 10 malam. Dara tak ingin mendengar ataupun
Di sebuah ruangan gelap yang asing, hanya ada satu lilin biru yang menyala sebagai penerangan. Panik, Dara mengedarkan pandangannya untuk mencari jalan keluar. "Aku merindukanmu, Dara..." Gadis itu berjengit kaget saat sebuah suara khas yang berat berbisik di telinganya. Ia segera menarik diri, tapi pria misterius itu dengan cepat meraih lengannya. "Siapa kamu?!" tanya Dara dengan nafas tersengal, berusaha melepaskan cekalan di tangannya. “Lepaskan aku!”"Ssshh!" bisik pria itu berusaha menenangkan. Aroma maskulin yang menguar dari tubuh pria itu terasa familiar. Dara mencoba mengingat-ingat di mana ia pernah mencium aroma khas itu, tapi ingatannya tidak menemukan apapun.Ia berusaha memberontak dengan memukul dada bidang pria itu saat tubuhnya digendong dan dihempaskan ke atas kasur yang empuk."Tidak, aku mohon. Jangan lakukan ini. Lepaskan!" ucap Dara frustrasi. Lelehan bening mengalir tanpa permisi dari sudut matanya. Ketakutan menjalar di sekujur tubuhnya hingga membuatnya g
“Menikahlah denganku!”Deg!Jantung Dara berdetak cepat, dengan keringat dingin mengalir di dahinya. Sedang matanya membulat sempurna, tanpa berkedip menatap Alvian. “A-apa? Menikah?!” Bagaimana mungkin rival bisnisnya bisa menjadi suaminya? Yang benar saja!“Iya, itupun kalau kamu mau. Aku tidak memaksa,” kata Alvian dengan wajah datar.Walaupun suhu di ruangan itu begitu dingin, tapi suasana terasa panas bagi Dara.“Yang benar saja! Itu tidak ada hubungannya dengan ini, Pak Alvian yang terhormat.” Dara meninggikan suaranya, karena ia begitu geram dengan tawaran yang diberikan, sedangkan ia sangat membutuhkan pertolongannya.“Aku tidak memaksa Dara,” Alvian sekali lagi mengulangi ucapannya, lalu tersenyum santai menanggapi gadis itu.“Aku tidak sudi!” sentak Dara kesal. Ia lantas melenggang pergi, membanting pintu ruang kerja Alvian untuk menyalurkan rasa kesalnya. Langkahnya terhenti saat ponselnya tiba-tiba berdenting, pertanda apa pesan baru yang masuk. Rupanya itu dari Alvian.
“Wow, apakah kau mulai tertarik kepadaku? Sampai ingin secepatnya menikah denganku?” Dengan nada usilnya Alvian menggoda Dara, membuat gadis itu marah. Padahal jelas-jelas Alvian sendiri yang memberi syarat seperti itu.“Terserah apa kata Anda, Tuan,” kata Dara dengan wajah memerah menahan marah dan juga malu.“Baiklah, semua akan aku persiapkan. Kita akan menikah di rumahmu,” ucap Alvian dengan tenang.Tanpa menunggu lebih lama, Dara pun gegas pergi setelah pamit terlebih dahulu. Rasanya, ia tidak ingin berlama-lama di sana.Setibanya Dara di kantor, tiba-tiba ada panggilan masuk dari Mbok Susi.[Halo, Mbok?][Halo, Non. Ini di rumah ada tamu. Katanya mau mendekor rumah, diperintah oleh Tuan Alvian. Gimana ini, Non?]Mata Dara melebar setelah mendengar penjelasan Mbok Susi. Dara tidak menyangka, Alvian benar-benar melakukannya dengan cepat.[Iya, Mbok. Tidak apa-apa. Karena malam saya akan menikah.] Tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut, Dara langsung menutup telepon. Ia tahu pas
Perlahan Alvian melepas semua pakaian Dara,lalu pakaiannya sendiri. Melihat Dara tidak ada penolakan, Alvian mengulumsenyum.Sehingga Alvian leluasa melancarkan aksinya,karena Dara pun menerima. Membalas setiap ciuman, serta desahannya membuat gairahAlvian semakin bangkit. 30 menit berlalu, hanya suara desahan danerangan yang terdengar di kamar rahasia Dara. Hingga pada akhirnya merekaberdua melenguh panjang pertanda klimaks telah mereka dapatkan. Dara masihsetengah sadar, dan merasa kejadian yang baru saja dia alami hanyalah mimpi.Dara melanjutkan tidur.Sementara Alvian tersenyum getir, ada rasasesal di hatinya. Melakukan hubungan suami istri diam-diam seperti ini.Bergegas Alvian membersihkan diri di toilet yang ada di kamarnya. Lalumerapikan penampilannya. Tak lupa, sebelum ia meninggalkan kamar Dara, Alvian memasangkan kembali pakaian Dara yangtelah ia lepas, dan pergi begitu saja tanpa mematikan lilin biru miliknya. "Hah, rasanya nyaman sekali. Tubuhkuterasa lebi
Alvian terdiam mendengar ucapan sang dokter. Ia menelan ludah dengan susah payah, lalu kembali menatap dokter itu."Lalu bagaimana, Dok? Apa bisa kembali semua ingatan istri saya yang hilang?" tanyanya sambil menautkan kedua alis. "Bisa saja. Namun, akan butuh waktu. Saat ini kondisinya lemah, mudah pingsan karena terlalu berusaha untuk mengingat. Harus diwaspadai, jangan sampai membuatnya depresi kembali. Karena jika hal itu terjadi, kemungkinan memorinya tidak akan kembali lagi," jelas dokter. Alvian nampak berpikir langkah apa yang harus ia ambil, karena jika salah ambil tindakan, bisa berakibat fatal bagi Dara. Seketika hati Alvian terasa sakit, Dara tidak mengingat apapun tentangnya. Bagaimana rasanya, seseorang yang sangat dia cintai, tapi justru melupakannya? "Baiklah, Dok. Apakah ada lagi yang harus saya ketahui?" "Untuk saat ini, cukup. Nanti jika ada perkembangan, akan saya infokan," jawabnya sambil menjabat tangan Alvian, dan menepuk bahunya mengisyaratkan agar tetap ku
Mata dara membulat sempurna, sedangkan jantungnya berdetak tak karuan, ada perasaan aneh di hatinya. mungkinkah Darapun mencintainya? Namun, pernyataan itu dibantah, dan Dara menentang isi hatinya. "Kenapa? atau jangan-jangan kamu sudah suka kepadaku, ya?" tak berhenti disitu saja Alvian menggoda Dara. Alvian terlihat senang melihat wajah Dara yang memerah."Terserah kau saja, Al!" Dara memalingkan wajah yang terasa panas, rasanya tak sanggup untuk sekedar menatap Alvian. setiap kali menatap matanya, nampak tak asing bagi Dara. Aroma tubuh Alvian pun menyeruak, membawa dara kedalam alam bawah sadar. 'Aku mengenal wangi dari parfum Alvian. Ya, pria dalam mimpiku memiliki aroma yang sama. Atau jangan-jangan, dia itu—' batin Dara, yang dengan cepat Dara menggelengkan kepala. Menolak, jika pria dalam mimpinya itu Alvian, Dara tak terima jika pria dalam mimpinya yang ia rindukan itu adalah Alvian."Apa yang kamu pikirkan didalam kepala cantikmu itu?" ucap Alvian menyadarkan lamunan Dara.
"Mommy, Daddy i miss you!" ucap Dara yang masih memeluk kedua orang tuanya. Pelukan Dara disambut hangat oleh keduanya. Sedangkan Alvian tersenyum melihatnya."Oh iya, Mom, Dad. Ini suamiku namanya Alvian," ucap Dara memperkenalkan suaminya. Alvian mencium tangan dan memeluk ramah kepada keduanya.Barack, Ayahnya Dara membalas perlakuan hangat dengan ramah, tapi tidak dengan Ibunya, nampak ketus. Namun, hal itu tidak di sadari oleh Dara."Yasudah, sayang kamu istirahat dulu ya!" pinta Elshiana Ibunya Dara. Sembari menuntun lengan Dara untuk memasuki kamarnya."Em, Pak, eh Mas Alvian, aku ke kamar dulu ya," Dara terlihat bingung dengan panggilannya untuk Alvian, tidak ingin semuanya terlihat oleh orang tua Dara, Dara ingin terlihat seperti pasangan suami istri seperti pada umumnya. Alvian menyadari kecanggungan Dara, lalu ia hanya mengangguk dan tersenyum."Papah juga baru sampai, lebih baik beristirahat dulu! Mau saya buatkan teh?" ucap Alvian kepada Barack."Boleh, tolong buatkan ya!