Share

Bab 4. Mimpi Menjadi Nyata

Perlahan Alvian melepas semua pakaian Dara, lalu pakaiannya sendiri. Melihat Dara tidak ada penolakan, Alvian mengulum senyum.

Sehingga Alvian leluasa melancarkan aksinya, karena Dara pun menerima. Membalas setiap ciuman, serta desahannya membuat gairah Alvian semakin bangkit.

30 menit berlalu, hanya suara desahan dan erangan yang terdengar di kamar rahasia Dara. Hingga pada akhirnya mereka berdua melenguh panjang pertanda klimaks telah mereka dapatkan. Dara masih setengah sadar, dan merasa kejadian yang baru saja dia alami hanyalah mimpi. Dara melanjutkan tidur.

Sementara Alvian tersenyum getir, ada rasa sesal di hatinya. Melakukan hubungan suami istri diam-diam seperti ini. Bergegas Alvian membersihkan diri di toilet yang ada di kamarnya. Lalu merapikan penampilannya.

Tak lupa, sebelum ia meninggalkan kamar Dara,  Alvian memasangkan kembali pakaian Dara yang telah ia lepas, dan pergi begitu saja tanpa mematikan lilin biru miliknya.

"Hah, rasanya nyaman sekali. Tubuhku terasa lebih segar." Dara menggeliat, meregangkan otot. 

Lalu mengedarkan pandangan ke setiap sisi kamar ituitu. Seketika, dia terkejut melihat lilin biru yang masih menyala.

"Lilin biru? Apakah aku masih bermimpi?" Dara mencubit satu sisi pipinya.

"Aww, ini tidak mimpi," Dara beringsut mundur ke ujung ranjang, karena merasa takut.

"Terus, kejadian barusan? Apakah itu mimpi?" Dara bergegas pergi ke kamar mandi. Ia bercermin, dan lemas seketika karena melihat tanda-tanda bekas bercinta.

Di atas buah dadanya terdapat lukisan merah yang ditinggalkan seseorang. Entah siapa pria itu, serta merasakan ketidak nyamanan yang berada dibawah sana, terlalu lembab. Itu menandakan telah terjadi aktivitas percintaan.

"Ya ampun, kejadian barusan nyata?" Mulut Dara menganga dan ditutupi dengan satu lengannya. Lengan Dara mengepal karena marah atas kejadian yang menimpanya. Bahkan Dara pun tidak tahu siapa pelakunya, lalu Dara harus marah pada siapa? tubuhnya tersungkur di lantai toilet yang dingin. Sekilas yang Dara pikirkan saat ini Alvian, apakah dia pelakunya? Apakah dia senekat itu?  Dara merasa gelisah dan kebingungan dengan semua misteri yang bermunculan.

Dara menyalakan shower dan mengguyur tubuhnya, ia merasa sangat kotor. Bahkan jijik kepada dirinya sendiri. Tanpa sadar Dara menangis sesenggukan merasa lelah dengan semua yang tejadi. Kepalanya terasa sakit, gegas menyudahi mandinya. Segera berpakaian dan melanjutkan tidurnya, tak lupa ia menugunci pintu terlebih dahulu.

Dara mengambil obat dari lacinya, benar-benar begitu sakit yang ia rasakan kini.

Malam berlalu begitu saja dalam keheningan, tidak sebagaimana mestinya yang terjadi kepada pengantin baru. Dara sudah siap dengan pakaian kerja, dan keluar dari kamarnya. Begitu menutup pintu kamar, terlihat Al pun keluar dari kamar dengan pakaian kerja yang sudah rapi. Al menampakkan senyum yang ditujukan kepada Dara. Dara terlihat gelisah mengingat kejadian tadi malam.

“Selamat Pagi, Rekan kerjaku,” Al begitu polosnya tanpa merasa bersalah atas apa yang ia lakukan. Sementara Dara begitu menggebu ingin menanyakan kejadian semalam.

“Tadi malam anda berada dimana, Pak Alvian?” Dara menatap matanya dengan tajam.

Alvian mengangkat keatas sebelah alisnya, “Saya dikamar ini, memangnya kemana lagi?”

“Lalu semalam apa yang kamu lakukan?” Dara menatap mata Alvian mencari kebenaran apa yang Alvian ucapkan.

“Kenapa Dara? Apa kamu berharap aku tidur di kamarmu? Apa diam-diam kamu merindukan aku?” Alvian tersenyum, dan terkekeh melihat reaksi Dara yang begitu terlihat kesal.

“Ah sudahlah, seharusnya aku tidak bertanya kepadamu!”

Keduanya menuruni anak tangga, dan menyantap sarapan yang telah dibuatkan oleh Mbok Susi. Kemudian Dara dan Alvian pergi ke kantornya dengan mobilnya masing-masing.

Begitu Dara tiba di ruang keejanya, ternyata sudah dihidangkan setumpuk pekerjaan yang harus segera diselesaikan, sampai ia pun melewatkan makan siang. Sejenak Dara meregangkan tubuhnya yang terasa kaku, Dara mengistirahatkan tubuhnya sejenak dengan mengedarkan pemandangan diluar ruang keejanya, karyawan yang sama sibuknya berlalu lalang di hadapan Dara.

Ruang kerja Dara kedap suara, begitu pula kamar rahasianya. Kaca di kantornya memiliki remot, bisa menjadi bening transparan dan redup agar orang yang berada di luar tidak bisa melihat ke dalam ruangan kerja Dara, tapi Dara tetap bisa melihat aktivitas di luar. 

Jam menunjukkan pukul 5 sore, sudah waktunya jam pulang kantor. Terdengar Raisa mengetuk pintu.

"Permisi, Bu. Pekerjaan saya sudah selesai, dan sudah jam pulang. Boleh saya pulang, Bu?" tanya Raisa, seketika Raisa khawatir melihat wajah pucat Dara dan berlari menghampirinya.

"Ibu, kenapa? Kok pucat gitu?" Raisa begitu khawatir melihat bosnya itu.

"Saya ngga apa-apa Raisa. Kamu boleh pulang," jawab Dara singkat, sembari memegangi kepalanya yang masih terasa sakit.

"Tapi, Ibu, bagaimana? Saya antar ke rumah sakit ya, Bu?" ajak Raisa sambil menggandeng lengan Dara, namun Dara menolaknya. Tidak ingin merepotkan sekertarisnya sekaligus sahabatnya itu.

"Ga apa-apa, Dara. Aku cuma pusing sedikit. Barusan sudah minum obat. Kamu pulang saja!"

"Benar, Bu? Kalau begitu saya pamit ya, telepon saya jika terjadi sesuatu ya, Bu," pamit Raisa, Dara hanya mengangguk.

Raisa pun pergi meninggalkan Dara seorang diri. Dara benar-benar lemas, namun ia tidak ingin merepotkan orang.

Sebenarnya Dara ingin menyelidiki siapa pria yang bersamanya tadi malam. Namun, sepertinya tidak sekarang, karena kepalanya terasa sangat sakit dan berat.

Ketika Dara hendak mencoba berdiri, seketika Dara ambruk pingsan. Beberapa bulan ini Dara cukup sering merasa kesakitan dan pingsan. Ia pun tidak tahu persis apa penyebabnya.

Alvian berada di parkiran kantor Dara sedari tadi, ketika melihat Raisa sudah meninggalkan kantor, Alvia  berpikir untuk menemui Dara di kantornya.

Alvian berjalan ke arah kantor Dara setelah turun dari mobil sambil bersiul, begitu tampan dan karismatik. Tampak kantor Dara sudah sepi. Alvian mengetuk pintu, tapi tak ada jawaban Dara. Ia membuka pintu dan masuk tanpa dipersilahkan.

Akan tetapi pemandangan di hadapannya, membuat mata Alvian bulat sempurna, gegas menghampiri Dara dan mengecek kondisinya.

Tubuhnya panas, Dara demam. Langsung saja Alvian membopongnya, dan Dara dibaringkan di bagian belakang, melihat Dara seperti ini membuat Alvian merasakan sesal dihatinya.

Al mengendarai mobilnya dengan cepat, agar Dara segera mendapat pertolongan medis. Al menggendong Dara ke ruang UGD, disana Dara segera mendapatkan pertolongan. Selang infus segera di tancapkan pada lengannya. Dokter jaga di UGD memeriksa keseluruhan kondisi Dara.

"Pak, sudah berapa lama pasien pingsan?" tanya Dokter muda cantik.

"Saya kurang tau dok, saya melihatnya sudah pingsan dan langsung saya bawa kesinikesini," jawab Al, ada sirat khawatir di wajahnya.

"Apakah pasien sering pingsan seperti ini?"

"Setahu saya, dan yang saya lihat ini pingsan yang ke dua kalinya, Dok," timpal Al, dokter mengangguk, dan berbicara kepada suster yang berjaga untuk memindahkan Dara ke ruang perawatan. Tak lama Dara di pindahkan ke ruang rawat inap.

"Keluarga pasien atas nama Andara Karisma Putri!" Seorang suster memangil. Alvian menghampiri sumber suara dengan langkah lebarnya.

"Iya saya, Sus."

"Silahkan ke ruangan Dokter Heri, Pak. Ada yang ingin di sampaikan."

"Baik terima kasih, Sus." Alvian dengan langlah cepat pergi ke ruangan dokter, tak lupa ia mengetuk pintu terlebih dahulu.

"Permisi, Dok. Saya suami Andara." Sembari memasuki ruangan dokter Heri.

"Silahkan duduk, Pak!" setelah Al duduk dokter menjelaskan perihal penyakit Dara.

"Pak, setelah saya amati, dari hasil pindai CT scan di kepala istri bapak, kemungkinan ia mengalami amnesia disosiatif." terang Dokter Heri sembari menunjukkan selembar hasil CT scan.

Alvian nampak membenarkan ucapan dokter, karena memang Dara mengalami lupa ingatan. Namun anehnya, hanya kepada Alvia  saja.

"Apa itu amnesia disosiatif, Dok?" tanya Alvian.

Dokter Heri pun menjelaskan secara detail tentang penyakit tersebut. Alvian mengangguk paham.

"Pantas saja, Dok. Istri saya hanya tidak mengenali saya, termasuk momen kami bersama,”

"Ya, justru karena bisa jadi pada saat momen bersama anda ia mengalami trauma dan depresi,”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status