Share

Raise - Betrayal of The Knight Templar Season 2
Raise - Betrayal of The Knight Templar Season 2
Author: Farmuhan

Bab 51 - Gadis kecil dari Orleans, Part 1: Lahirnya Gadis Apel Eden.

Pagi ini adalah pagi yang benar-benar menegangkan. Meskipun hari ini sebenarnya hari yang cerah, tidak ada hujan, gempa bumi, gunung meletus ataupun meteor jatuh. Hanya saja pagi ini suasananya benar-benar menegangkan. 

Terutama di sebuah rumah kecil di kota bagian utara Kerajaan Frank, Domrémy. Di rumah kecil itu, duduk seorang pria paruh baya yang sedang memegang lututnya yang gemetaran. 

Hanya saja, setelah duduk. Dia berdiri lagi dan mulai mondar-mandir sambil menatap pintu depan rumahnya yang sedang tertutup dengan rapat. 

"Tenanglah, Jacques. Dia akan baik-baik saja kok." ucap seorang pria yang duduk di kereta kuda bagian belakang. 

"Ini adalah anak ke-tigaku, Marcques. Aku harap dia selamat."

"Pasti selamat. Sudah berapa kali anakmu lahir selamat di dunia ini? Sudah dua kali lo. Dan kau masih saja gugup seperti itu."

"Kau yang jomblo ngenes diam saja ya! Memangnya kau tahu bagaimana rasa khawatirnya orang tua yang menunggu anak lahir."

Temannya tadi mulai berdiri, "Hah? Apa kau bilang? Aku ini bukan jomblo ngenes. Aku cuman belum ada calon yang pas!" 

"Hah? Calon yang pas? Bilang saja kalau wajahmu jelek dan masa depanmu suram!" 

"Hah situ nantang?" 

"Ayo, kuhajar kamu sini!" 

Mereka berdua mulai saling menghampiri dan menyiapkan kepalan mereka masing-masing. Hanya saja, saat mereka mulai bertengkar. Mereka hanya saling berpelukan dan saling mencoba memukul wajah dan tubuh masing-masing. 

Orang-orang yang di dekat mereka hanya menghela nafas saja melihat kelakuan dua pria bodoh yang mulai bertengkar karena sesuatu yang bodoh itu. 

"Hei kalian!" 

Seorang wanita tiba-tiba keluar dari rumah dan mulai menghentikan pertengkaran mereka. Dia lalu memegang kepala kedua pria paruh baya itu dengan wajah penuh amarah.

“Kalian apa bisa tenang sedikit, hah?"

Wanita itu meremas kepala kedua pria paruh baya itu dengan keras sampai mereka mulai kesakitan. 

"Baik, baik, kami berhenti." ucap Jaques. 

"Dasar. Kalian sudah tua masih saja bertengkar seperti anak kecil! Apa kalian tahu kalau kalian mengganggu—" 

Kalimat wanita itu berhenti ketika terdengar suara tangisan kecil yang mulai menggema di rumah itu. Suara itu terdengar nyaring dan manis sampai-sampai menjadi sebuah lagu yang indah. 

Semua sempat terdiam sesaat. Tapi setelah itu Jacques bersama wanita tadi lalu mulai masuk ke dalam rumah dengan terburu-buru. Mereka lalu menyusuri koridor dan tangga di rumah yang kecil itu dan menuju ke sebuah kamar sederhana yang berada di lantai dua. 

Sesampainya di sana, Jacques bisa melihat istrinya yang sekarang menggendong seorang bayi yang sedang menangis di pelukannya. Jacques lalu mendekati istrinya dan mengelus anaknya yang baru lahir tadi dengan hangat. 

"Manis sekali dia. Apakah dia anak perempuan?" tanya Jacques. 

"Iya, dia anak perempuan."

"Tangisannya benar-benar indah. Dia pasti akan jadi anak perempuan yang cantik."

"Akan kita berikan nama siapa untuk anak kita yang ketiga ini?" 

Jacques berpikir sebentar sambil mengelus jenggotnya, "Jeanne. Nama dia adalah Jeanne."

"Jeanne, baiklah. Namamu sekarang Jeanne. Semoga Tuhan memberkati keliharanmu, Jeanne.”

Istri Jacques lalu mengangkat bayinya tinggi-tinggi dengan bermandikan cahaya matahari yang hangat. Setelah itu dia mencium anaknya dengan penuh rasa cinta.

Jeanne d'Arc, itulah nama gadis yang menjadi anak ketiga dari Jacques d'Arc, bersama istrinya Isabelle Romée. 

Sejak kecil Jeanne d'Arc menjadi gadis kecil yang paling aktif di desanya. Dia sangat aktif sampai-sampai tidak terlihat seperti seorang gadis yang manis. Dia terlihat sangat tomboy dan sering berkeliaran kemanapun dia suka. 

Sifat ini sampai membuat dia tidak disukai oleh ayahnya karena terlalu banyak tingkah untuk seorang anak perempuan. Meskipun begitu, ibunya tidak terlalu mempermasalahkannya dan memanjakannya. 

Setelah Jeanne d'Arc berumur tujuh tahun. Orang tuanya lalu membawa Jeanne d'Arc ke Orleans untuk dibaptis oleh sekte Templar. 

Keluarganya Jeanne d'Arc sangat beruntung. Karena setelah sesampainya di Orleans, anaknya mendapatkan kehormatan untuk dibaptis bersama seorang Grand Master Templar. 

Grand Master Templar yang datang juga tidak sembarangan. Dia juga sangat langka karena selama ini memang hampir tidak ada dan sangat jarang. Yaitu seorang Grand Master Templar Wanita. 

Isabelle, ibunya Jeanne d'Arc tidak pernah mendapat kesempatan dibaptis oleh Grand Master Templar Wanita. Hanya Ksatria Kudus Wanita yang membaptisnya dulu. 

Kehadiran Grand Master untuk anaknya sekarang merupakan keberuntungan yang sangat baik. Kelangkaan ini mungkin hanya bisa terjadi sekali dalam seumur hidup. 

Jeanne d'Arc bersama anak-anak lainnya lalu dipisahkan dari orang tuanya. Mereka kemudian disuruh berkumpul ke sebuah gedung putih besar yang berada di kota Orleans. 

Di sana mereka di tertibkan dan dipisahkan dari anak laki-laki dan anak perempuan. Anak laki-laki dibawa Biarawan, sedangkan anak perempuan dibawa oleh Biarawati. 

Jeanne d'Arc bersama anak perempuan lainnya mengikuti Biarawati yang ada di depan mereka. Mereka lalu masuk ke dalam sebuah ruangan yang dimana sudah ada 3 wanita yang berdiri dengan tegap di sebuah panggung yang besar. 

Tiga wanita itu memakai seragam putih dengan simbol salib merah di dadanya dan baju abu-abu sebagai dalamannya. 

Salah satu dari 3 wanita itu memakai jubah Templar yang unik. Dimana jubah itu memiliki simbol salib dengan lingkaran merah yang besar. Di lingkaran itu terdapat sebuah simbol bintang daud berwarna biru di dalamnya. 

Wanita yang memakai jubah itu adalah seorang perempuan berambut merah menyala dengan ujungnya berwarna pirang. Parasnya sangat cantik dengan mata hijaunya yang begitu menyejukkan. Bibirnya yang berwarna merah muda menambah manisnya dia sebagai seorang wanita. 

Hanya saja ekspresi perempuan itu terlihat sangar dan menakutkan. Kedua alisnya terlihat menyatu dan membentuk sebuah huruf V besar di wajahnya. Mulutnya terkatup rapat dan dia memandang tajam kepada semua anak perempuan yang masuk ke dalam ruangan tersebut. 

Beberapa anak perempuan agak sedikit takut dan tidak ada yang berani maju mendekati tiga wanita yang sudah menunggu mereka di sana. 

Salah satu dari tiga wanita yang ada di samping wanita berambut merah tadi sedikit kebingungan kenapa anak perempuan yang ada di depannya terlihat ketakutan. Dia lalu menoleh kepada Grand Masternya yang ada di sampingnya dan menyadari kalau Grand Masternya sekarang memasang muka sangar dan seram. 

Dia lalu berjalan ke depan Grand Master tersebut dan mulai menjewer kedua pipinya.

"Hei, ayo, Grand Master! Jangan memasang wajah seperti ini! Bukannya sudah aku bilang kamu nggak boleh memasang wajah seram?" 

"Aduh, aduh, aduh. Hentikan. Sakit, Eida."

Eida ini merupakan seorang Ksatria Kudus yang menemani Andreana. Dia ini berambut hijau pendek dengan rambut belah tengah. Wajahnya oval dan kedua bola matanya berwarna kuning. 

Tubuh Eida lebih tinggi daripada Grand Masternya. Jadi saat Eida memegang Grand Masternya. Dia harus membungkuk sedikit untuk melihat wajah Grand Masternya. 

"Jangan memasang wajah seperti ini. Mereka bukan calon Santa ataupun Ksatria Kudus. Mereka itu anak kecil yang mau dibaptis. Ayo senyum! Jangan memasang wajah seram di depan mereka."

"Iya, iya, iya."

"Ayo senyum Grand Master!" 

"Iya, aku akan tersenyum. Jadi berhentilah menjewer pipiku. Sakit tahu!" 

Eida lalu memegang pipi Grand Masternya dan mengelusnya. Tapi dia tidak melepaskan Grand Masternya dan mengawasi apakah dia akan tersenyum. 

Hanya saja saat Grand Masternya tersenyum, senyumannya terlihat seperti tidak ikhlas. 

"Yang benar kalau tersenyum, Grand Master! Ayo yang benar! Dan ini alismu, berhenti menyatu, kayak orang marah saja."

Eida lalu mengelus kedua alis Grand Masternya agar terlihat lebih tenang dan santai. Eida lalu memeriksa raut wajah Grand Masternya sekali lagi dan mengelus-elusnya agar raut wajah seramnya hilang. Setelah selesai  dia lalu menarik ujung bibir Grand Masternya ke atas.

“Tetap pertahankan seperti. Sekarang kamu sudah manis, Grand Master.”

“Iya, iya.”

“Jangan menjawab. Nanti raut mukamu yang sudah kubuat manis tadi hilang. Kamu mengangguk saja dan biarkan aku yang berbicara di depan anak perempuan ini.”

Setelah melihat jawaban Grand Masternya dengan cara mengangguk, Eida lalu maju ke depan dan mulai berbicara.

“Selamat datang domba kecilku yang manis dan penuh kebahagian. Terima kasih kepada kalian yang sudah datang di gedung sederhana ini untuk menerima baptis kalian. Namaku Eida Nova, seorang Ksatria Kudus dari Templar yang akan membimbing kalian kali ini. Pertama-tama, Maafkan jika Grand Master kami agak seram dan menakuti kalian. Tapi jangan khawatir, dia ini meskipun seram, tapi hatinya manis seperti seorang kucing kecil yang baru saja lahir.”

Eida lalu menyuruh Grand Masternya untuk maju ke depan dengan tangannya. Grand Masternya lalu maju ke depan dan berdiri dengan tegak di samping Eida.

Anak-anak yang melihat Andreana sekarang sudah tidak takut lagi karena wajahnya sudah tidak lagi terlihat sangar dan seram. Mereka sekarang malah justru terpana dengan wajah cantik dan manisnya yang seperti bidadari surga.

“Perkenalkan Grand Master yang akan membaptis kalian, namanya Andreana Sheffield. Dia adalah gadis manis yang berasal dari Kerajaan Briton dan mau meluangkan waktunya untuk berkunjung ke Kerajaan Frank dan membaptis kalian semua. Silahkan kalian berbaris terlebih dahulu.”

Anak-anak perempuan itu lalu berbaris dengan dipandu oleh Biarawati. Setelah barisan mereka rapi, mereka lalu disuruh memberikan jarak antara anak perempuan yang lainnya sepanjang tangan mereka. Setelah itu mereka disuruh berlutut lalu menunduk dan mengatupkan kedua tangan mereka di atas dada. Terakhir mereka disuruh menutup mata mereka.  

“Sekarang, aku persilahkan Grand Master Andreana Sheffield untuk membaptis kalian. Semoga Tuhan memberkati kalian.” Eida lalu mendekati telinga Andreana sambil sedikit berbisik, “Tetap tersenyum!”

Andreana mengangguk berkali-kali tanda untuk paham. Sekarang Eida jadi gemas melihat Grand Masternya yang sudah terlihat lebih manis. DIa lalu memberikan elusan kepala kepada Andreana sebagai hadiah. 

Andreana membalasnya dengan tersenyum lebih manis lagi sampai Eida ingin mencubit wajah Grand Masternya itu.

Andreana lalu turun dari panggungnya dan menghampiri anak-anak perempuan yang ada di bawahnya. Dia lalu mulai membaptis mereka satu per satu dari ujung kanan terlebih dahulu. Saat dia berada di depan anak perempuan pertama, dia lalu mencabut pedangnya dari sabuknya. Pedang itu terlihat berwarna putih silver mengkilap dengan simbol Templar di ujung gagangnya. Setelah itu dia memegang bilah pedangnya dengan kedua tangannya dan mulai berlutut di depan anak perempuan itu.

“Demi nama Tuhan yang maha penyayang dan mengasihi. Namaku, Andreana Sheffield, berikanlah aku berkah untuk menerima anak ini untuk-Mu.” Andreana lalu mengetukkan ujung gagang pedangnya ke kepala anak itu dengan pelan, “Wahai Apel Eden, atas nama Tuhan, izinkanlah aku untuk memetik satu daun dari pohonmu yang agung dan berikanlah keselamatan serta jalan yang benar bagi anak ini.”

Pedang yang disebutnya sebagai Apel Eden tadi mulai bercahaya. Cahaya yang keluar adalah berwarna hijau. Saat cahaya itu muncul, meneteslah sebuah air dari gagang pedang itu dan mulai jatuh ke kepala anak tersebut. 

Anak itu juga mulai diselimuti oleh cahaya hijau yang sama. Setelah itu cahayanya sekaan-akan masuk ke dalam anak tersebut dan mulai menghilang.

“Terima kasih Apel Eden. Nah wahai dombaku yang manis, angkatlah kepalamu dan lihatlah aku.”

Anak perempuan itu lalu membuka matanya dan mengangkat wajahnya. Dia lalu melihat Grand Master Andreana Sheffield yang berada di depannya. Dia tertegun melihat kecantikan Andreana dari dekat. Meskipun rambutnya terlihat merah seperti api menyala, mata hijaunya benar-benar terlihat sangat sejuk. Parasnya juga sangat cantik dengan paduan bibir merah mudanya yang tersenyum kepadanya.

Andreana lalu meletakkan pedangnya ke bawah. Setelah itu dia memegang kepala anak perempuan itu dan dia mulai menempelkan dahinya ke dahi anak perempuan itu.

“Semoga Tuhan memberkatimu.”

Itulah yang diucapkan Andreana. Setelah itu dia mengambil pedangnya lagi dan berpindah ke anak yang selanjutnya.

Andreana melakukan pembaptisan tersebut satu persatu kepada anak perempuan yang ada di sana. Ada sekitar 100 lebih anak perempuan di sana yang dibaptis satu persatu olehnya. Tanpa rasa mengeluh dan capek, Andreana terus melakukannya meskipun dia hanya sendirian.

Hanya saja, saat proses pembaptisan, timbullah sebuah kejadian unik, yaitu Bayangan Pohon Apel Eden. Kejadian ini hanyalah kejadian langka yang hanya terjadi ketika Apel Eden menyentuh seorang perempuan yang memiliki berkah spesial. Tanda berkah itu adalah ketika sebuah pohon Apel Eden mulai muncul sebagai bayangan di belakang perempuan itu.

Andreana sudah pernah mengalami ini kepada Eida, Remulta, dan Ardina. Hanya saja, berbeda dengan ketiga wanita itu, Andreana mendapatkannya saat dia membaptis seorang anak perempuan.

Anak perempuan yang memiliki bayangan Apel Eden ini merupakan anak perempuan yang pakaiannya terlihat sedikit lusuh daripada yang lainnya. Terlihat jahitan-jahitan tambalan di sebagian pakaiannya juga. Rasanya dia terlihat seperti anak jalanan.

Andreana lalu bertanya kepadanya.

“Siapa namamu gadis kecil?”

Anak perempuan itu hanya bisa membuka mulutnya tanpa terdengar suara apa-apa. Bibirnya juga terlihat gemetaran.

“Hmm? Baiklah.” Andreana lalu menoleh kepada Eida, “Eida, antarkan anak ini ke ruanganku dan panggil orang tuanya.”

“Baik, Grand Master.”

Eida lalu menghampiri anak tersebut dan menggendongnya. Tapi sebelum itu dia berbisik kepada Andreana.

“Tetap tersenyum kalau tidak ada aku.”

Andreana hanya membalas dengan senyuman yang kecut kepada Eida karena kesal dirinya masih disuruh senyum padahal sudah senyum terus. Dia lalu melanjutkan lagi membaptis anak perempuan yang lain.

“Remulta, tolong titip Grand Master ya!”

Eida melambaikan tangannya kepada Remulta. Dia adalah seorang wanita tua berambut hitam dengan rambut yang diikat ke belakang. Meskipun wajahnya tua, dia masih terlihat kuat seperti orang muda karena pancaran wajahnya yang masih terlihat sangat sehat. Bisa dibilang, dia adalah wanita paling tua daripada Eida dan Andreana.

Hanya saja saat Eida mau meninggalkan mereka. Dia dikejutkan dengan cahaya yang sama dari belakangnya. Dia lalu menoleh dan melihat bayangan pohon yang sama seperti anak perempuan yang sekarang dia gendong.

Anak perempuan yang juga mendapatkan bayangan itu adalah seorang gadis berambut jingga dengan poni terbuka, Jeanne d’Arc.

Jeanne d’Arc sendiri sebelum dia mendapatkan bayangan pohon itu, dia masih didoakan oleh Andreana. Bayangan pohon itu muncul saat Apel Eden menyentuh kepalanya. Pada awalnya hanya pandangan gelap yang dia lihat sebelum kepalanya diketuk, tapi saat diketuk. Pemandangan aneh mulai muncul di matanya.

Pemandangan itu adalah kehidupan Andreana di masa yang akan datang. Dia menikahi seorang pria berambut putih. Setelah itu mereka memiliki anak. Hanya saja anak itu mati di tangan seorang gadis kucing yang melindunginya. Andreana menangis dan berteriak memanggil nama anaknya dan mayat gadis kucing yang membawa anaknya tersebut. 

Setelah itu, Dewi Narrum kemudian muncul di samping Andreana. Dewi itu lalu memeluk Andreana dengan lembut sambil membisikkan sesuatu. Tiba-tiba pandangan mulai berganti dimana seluruh dunia sudah runtuh. Seluruh langit langsung berwarna merah. Lalu di atas langit terlihat Andreana yang sedang melahap semua makhluk hidup di dunia itu tanpa ampun dengan ular di rambutnya.

Pemandangan itu cukup mengejutkan Jeanne d’Arc sampai dia pingsan dan ambruk di lantai.

Andreana langsung dengan sigap mengangkat tubuh Jeanne d’Arc dan langsung membawanya ke belakang panggung. Tapi Remulta menghentikannya.

“Biarkan saya saja, Grand Master. Tolong konsentrasilah untuk membaptis anak-anak yang lainnya.” Remulta lalu mengambil Jeanne d’Arc yang digendong Andreana. 

“Baiklah, kalau begitu tolong ya.”

Remulta mengangguk dan dia membawa Jeanne d’Arc pergi bersamanya. Sedangkan Andreana lalu kembali membaptis anak-anak yang lainnya. 

Remulta dan Eida lalu bersama-sama menuju ke ruangan Andreana. Meskipun disebut ruangan. Sebenarnya itu hanyalah sebuah tenda kecil yang berada di belakang gedung pembaptisan. Gadis berambut hitam yang dibawa Eida lalu disuruh duduk sebentar di kursi kecil sedangkan Jeanne d’Arc ditidurkan di kasur kecil milik Andreana.

“Remulta. Aku akan mencoba mencari orang tua untuk kedua anak dulu ini ya.” ucap Eida. 

“Ya, baiklah. Mohon bantuannya.”

Remulta lalu mencoba melihat keadaan Jeanne d'Arc. Dia lalu mencoba meletakkan tangannya ke dahi Jeanne d'Arc. Kondisinya terlihat biasa saja. Tapi dia bertanya-tanya, kenapa anak yang di depannya ini tiba-tiba pingsan. 

Anehnya lagi, kenapa bisa dua anak berturut-turut bisa memiliki bayangan pohon Apel Eden. Kebetulan kah? 

Saat Remulta masih berpikir, seseorang lalu masuk ke dalam tenda. Perempuan itu memiliki rambut ungu dengan belah tengah dan mengenakan seragam yang sama seperti Remulta. 

Melihat Remulta sedang duduk memandangi gadis kecil yang tidur di atas kasur Grand Masternya, dia lalu menghampirinya. 

"Siapa itu, Remulta?" 

"Oh, Ardina. Kapan kamu datang?" 

"Baru saja."

"Kamu naik apa ke sini?" 

"Naganya Santa Martha."

"Oh, Reina ke sini juga? Kemana dia sekarang?" 

"Katanya dia mau jalan-jalan sebentar. Daripada itu, siapa dia? Kok berani-beraninya tidur di kasur milik Grand Master."

"Gadis yang memiliki bayangan pohon Apel Eden."

"Eh benarkah? Grand Master dapat lagi? Kali ini namanya siapa? Terus kenapa dia bisa tidur di sini?" 

"Aku tidak tahu siapa namanya. Tapi dia tiba-tiba pingsan saat bayangan itu muncul."

Ardina lalu menoleh kepada gadis kecil berambut hitam. Gadis itu sedikit terkejut ketika di pandang oleh Ardina karena dia ditatap dengan pandangan yang seram. 

"Dia juga?" tunjuk Ardina. 

"Ya."

Ardina lalu menghampiri gadis berambut hitam itu. Dia lalu mendekatkan wajahnya kepadanya. 

"Siapa namamu." 

Gadis berambut hitam itu langsung ketakutan ketika ditanyai Ardina. Nada Ardina yang terdengar seperti orang marah membuat gadis berambut hitam itu langsung meringkuk dan menutup wajahnya. 

Remulta lalu menghampiri Ardina dan membawanya menjauh. 

"Hei, apa yang kamu lakukan? Kamu menakutinya kan?" 

"Hah? Aku hanya menanyainya saja."

"Menanyai kok nadanya begitu. Dia jadi takut. Kamu jangan meniru-niru Grand Master."

"Dia Grand Master yang aku cintai. Memangnya apa yang salah jika aku menirunya?"

"Kamu tidak boleh meniru sifat jeleknya."

"Jelek? Dia Grand Master. Dia adalah kebenaran. Dia adalah pemberi jalan yang lurus."

"Sudahlah, kamu pergi dari sini! Jangan kembali sebelum Grand Master kembali!" 

"Nenek tua bodoh!" 

Ardina lalu keluar dari tenda dengan kesal. 

Remulta lalu menghampiri gadis berambut hitam itu lalu duduk di sebelahnya. Dia lalu memeluk gadis itu dan mengelus rambutnya. 

"Maaf ya. Ardina jahat kepadamu. Kamu nggak apa-apa?" 

Gadis berambut hitam itu hanya bersandar kepada Remulta tanpa menjawab apa-apa. Remulta lalu memeluknya dan mengelus kepalanya dengan lembut agar dia jadi lebih nyaman.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status