Share

Rahasia Sang Dokter
Rahasia Sang Dokter
Penulis: Selfie Hurtness

Ch. 1 Morning Sureprise

Aline mengobrak-abrik laci penyimpanan lipstik miliknya yang ada di meja rias. Kemana lipstik cair dengan warna coral yang menjadi lipstik favoritnya itu? Kenapa bisa lenyap tanpa bekas? Padahal Aline ingat betul, ia baru saja membeli lipstik itu kemarin, kenapa sekarang bisa tidak ada?

Ia duduk di kursi yang ada di meja rias, nampak berpikir keras hingga beberapa detik kemudian mata Aline membulat, ia seperti teringat sesuatu. Aline segera bangkit, setengah berlari keluar dari kamar dan menuju ke salah satu ruangan yang ada di rumah bagian depan.

Kemana lagi kalau bukan kamar Aleta yang hendak Aline tuju? Aleta adalah saudari kembarnya, mereka hanya selisih delapan menit saja. Dan seperti saudara pada umumnya, mereka selalu ribut-ribut untuk hal-hal kecil, termasuk untuk permasalahan pergincuan seperti ini.

“Aleta!” teriak Aline di depan pintu kamar.

Kamar Aleta terletak di depan, sementara Aline, ia lebih memilih kamar yang ada di belakang, dekat dengan taman karena selain kamar itu lebih luas, suasana kamar itu sangat mendukungnya dalam bekerja. Dia adalah seorang penulis novel online yang bisa dipastikan sebagian besar waktunya akan habis di depan layar komputer atau laptop. Tentu Aline memerlukan ruangan yang tenang dan sunyi tanpa gangguan, bukan?

“Leta buka pintu!” teriak Aline sambil menggedor-gedor pintu kamar. “Jangan mentang-mentang habis ini pindah rumah ikut suami terus kamu bisa seenak udel nilep gincuku, ya!” teriak Aline macam orang kesetanan.

Sunyi, sama sekali tidak ada jawaban membuat kening Aline berkerut. Kamar ini kosong? Tapi Aleta kemana? Bukankah dia dalam masa pingit? Seminggu lagi dia menikah, tentu oleh mama dan papa dia tidak boleh kemana-mana, terlebih Aleta menikah bukan dengan lelaki pilihannya, melainkan karena perjodohan yang dilakukan kedua orang tua mereka.

Aline menempelkan telinga ke pintu. Kamar itu benar-benar sunyi, ia tidak bisa mendengar suara apapun di dalam sana. Aline mencoba menekan knop pintu, terkunci! Sebuah hal yang jujur membuat hati Aline mendadak diliputi rasa takut yang luar biasa.

Bagaimana kalau ....

“PA ... PAPA!” Aline berteriak sekencang-kencangnya, ia masih berusaha menekan-nekan paksa knop pintu itu. “PAPA KESINI CEPETAN!”

Bagaimana tidak panik? Riwayat dan latar belakang pernikahan yang seminggu lagi terjadi membuat pikiran Aline kemana-mana. Namun tentu saja Aline berharap bahwa dia hanya terlalu overthingking. Dia berharap bahwa semua pikiran buruknya sama sekali tidak terjadi. Ia terus membuka paksa pintu itu sampai Beni muncul dengan muka panik.

“Kenapa sih, Lin? Kamu kenapa?” wajah Beni begitu tegang, terlebih ia mendapati Aline begitu panik sambil mencoba membuka pintu kamar saudari kembarnya.

“Pa, bukain pintu kamar Aleta, Pa. Cepet!” firasat Aline makin kuat, ia benar-benar tidak bisa mengenyahkan bayangan itu dari pikirannya. Apakah ini yang dinamakan insting saudari kembar?

“Kenapa Aleta?”

“Aline panggil nggak ada jawaban sama sekali, pintu kamarnya ditutup. Udah ah, Pa, cepetan!” Aline tidak bisa lagi menjelaskan, yang perlu dia lakukan tentu melihat sendiri dengan mata kepalanya dan memastikan bahwa pikiran buruknya itu hanya ketakutannya semata.

Beni panik, ia segera menarik Aline dari depan pintu. Berusaha mendobrak pintu itu dengan tubuhnya. Ia tidak mencoba membuka dengan kunci cadangan karena baik kunci utama maupun cadangan masing-masing kamar semua dipegang si pemilik kamar.

Percobaan satu sampai tiga gagal, pintu tidak mau terbuka. Membuat Aline gemas dan ikut menerjang pintu itu dengan tubuhnya. Berhasil! Pintu kamar Aleta terhempas, Aline segera masuk diikuti sang papa dan apa yang dia temukan di dalam kamar benar-benar membuat baik Aline maupun Beni lemas seketika.

“ALETA!”

***

Adam setengah berlari begitu ia turun dari mobil. Keringatnya bercucuran. Ia sama sekali tidak mengerti, apa yang terjadi? Ia baru saja selesai mengoperasi pasien ketika panggilan itu masuk. Panggilan yang terjadi dari Aline, saudari kembar Aleta, calon istri Adam yang mana sebenarnya seminggu lagi mereka akan menikah.

Tapi kini apa yang terjadi?

Adam mendapat kabar bahwa Aleta ditemukan dengan luka sayatan di pergelangan tangan kiri dan dilarikan ke rumah sakit ini. Hal gila apa lagi yang terjadi dalam hidup Adam kali ini?

Adam terus melangkah menuju IGD, jantungnya berdegub dua kali lebih cepat. Bagaimana kondisi Aleta sekarang? Apakah nyawanya masih bisa tertolong? Adam terus melangkah membawa tubuhnya dengan sedikit tergesa. Apa yang membuat Aleta sampai nekat melakukan itu? Apakah sebenarnya gadis itu tidak mau menikah dengan dirinya dan hendak melakukan penolakan dengan mencoba hendak bunuh diri?

Seharunya tidak perlu melakukan hal bodoh itu kalau pun benar dia tidak mau menikah dengan Adam. Tinggal bilang sejak rencana pertunangan mereka beberapa bulan yang lalu kalau Aleta tidak bersedia, kan selesai? Kenapa sekarang malah mencoba bunuh diri segala? Benar-benar tidak habis pikir.

Adam menerobos masuk, ia bahkan masih menggenakan setelan scrub warna hijau dan sandal karet miliknya dia bawa keluar tanpa menggantinya terlebih dahulu. Di salah satu sudut ruangan, Adam melihat sosok itu. Gadis dengan postur tinggi semampai berkulit putih dan wajah jelita.

Dia adalah Aline, saudari kembar Aleta yang tadi meneleponnya. Mereka kembar identik, sungguh jika Aline tidak mengecat rambutnya dengan warna ash grey agak gelap, mungkin Adam akan kesulitan membedakan mana Aline dan mana Aleta.

“Aline!” panggil Adam lalu bergegas menghampiri gadis itu tanpa menghiraukan tatapan perawat dan beberapa tenaga medis yang ada di sana.

“Mas? Akhirnya mas Adam datang juga!” wajah itu nampak sembab, matanya memerah masih dengan jejak air mata. Sebuah pemandangan yang jujur sangat tidak Adam sukai!

“Kenapa bisa kayak gini, sih?” cecar Adam yang begitu penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi.

Aline menundukkan kepalanya, lamat-lamat suara isak tangis itu mulai terdengar. Adam mendesah, mengusap wajahnya dengan kedua tangan lalu menyentuh bahu Aline dengan lembut.

“Mana Aleta?” tanya Adam lirih.

“Su-sudah di bawa masuk ke ruang operasi, Mas. Harus dioperasi buat nutup sayatan sama nyetop darah biar nggak merembes keluar terus.” jawab Aline sambil terisak.

Adam mendesah, memang sudah harusnya dilakukan tindakan itu. Ia lantas menggelengkan kepalanya, tangan yang tadi menyentuh bahu Aline kini turun dan meraih tangan gadis itu. Sebuah tindakan yang membuat Aline nampak terkejut dan mengangkat wajahnya yang bercucuran air mata.

“Kita keluar. Nggak baik ada di sini terus-terusan, ganggu dokter sama perawat yang kerja.” gumam Adam sambil menatap gadis itu lekat-lekat. “Kita tunggu di luar dan kamu bisa ceritakan bagaimana kronologinya kenapa bisa terjadi kayak gini, oke?”

Aline mengangguk pelan, anggukan yang membuat Adam lantas tersenyum dan segera membawa Aline melangkah keluar dari sana. Adam sama sekali tidak melepaskan tangan itu. Terus membawanya hingga keluar dari ruangan gawat darurat salah satu rumah sakit swasta yang ada di kotanya.

Adam nampak begitu tenang melangkah, padahal di dalam hatinya, ia sedang dilanda perasaan berkecamuk yang luar biasa. Ia berusaha menekan semua perasaan di dalam hatinya, meskipun sekuat tenaga Adam mencoba, perasaan itu malah semakin kuat dan menggelora.

‘Kenapa rasanya ... rasanya ....’

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Anita Ratna
Wah, Adam suka sm Aline nih
goodnovel comment avatar
Claresta Ayu
Lanjut baca kisah Adam dan Aline... apakah Adam sebenerny suka sm Aline???
goodnovel comment avatar
Idadalia Mutiara79
akhirnya bisa lanjut baca kisah adam .........
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status