“Jadi bagaimana ini, Pak?” Budi menatap Beni yang matanya masih basah dan memerah. Ia langsung ke rumah sakit begitu urusannya selesai di kantor.Aleta, calon menantunya melakukan percobaan bunuh diri di H-6 acara pesta pernikahan! Dan sekarang gadis dua puluh lima tahun itu koma karena komplikasi yang dia alami pasca operasi dan kehilangan banyak darah. Bagaimana ini tidak membuatnya sakit kepala dan jantungan kalau seperti ini?Undangan sejumlah seribu orang sudah disebar. Vendor sudah di DP dan sudah laporan bahwa persiapan sudah cukup matang. Lantas sekarang mendadak calon pengantin perempuan dikabarkan koma setelah gagal bunuh diri? Apa yang harus Budi lakukan dan katakan pada kolega-koleganya yang notabene adalah orang-orang penting di negeri ini?Beni mengusap wajahnya dengan tangan. Ia melirik istrinya yang nampak masih syok itu. Dengan kondisi seperti itu, Beni tidak bisa mengajak Desi barang sedikit saja membahas perihal masalah ini. Sebuah kenyataan yang membuat nyawa Beni
Mata Aline membelalak. Adam dengan begitu santai dan tenang tanya kepadanya perihal mahar? Memang siapa juga yang hendak menikah dengan dia? Aline tidak mau! Dia memang masih jomblo, dia terlalu serius dengan pekerjaannya sebagi seorang penulis novel sampai-sampai Aline tenggelam dalam dunia dan cerita yang dia buat sendiri. Hal yang membuat Aline sedikit mengasingkan diri dari dunia nyata dan mengabaikan kisah asmara tidak peduli dia sudah seperempat abad. Dan hal ini tidak lantas membuat Aline auto mau dan pasrah harus menggantikan Aleta menikahi Adam!“Mas ... tapi aku nggak mau!” akhirnya Aline bisa bersuara, setelah beberapa saat ia terbungkam oleh suara-suara mendominasi di sekitarnya.Wajah Adam nampak terkejut, namun hanya sesaat, ia kembali dengan wajah tenangnya menatap Aline yang sudah siap meledakkan tangis.“Lantas, kalau kamu tidak setuju, kamu punya saran apa untuk acara minggu depan, Lin?” tanya Adam tanpa memalingkan wajah dari Aline.Aline menyeka air matanya, ia men
Aline mendesah pasrah, bahkan jam empat subuh dia sudah harus bangun dan bersiap dirias. Segala macam penolakan yang dia lakukan hanya sia-sia belaka. Tidak ada yang membela dan berpihak kepadanya sama sekali, hal yang lantas membuat Aline kalah dan akhirnya setuju dengan segala macam ide gila untuk menggantikan posisi Aleta sebagai wanita yang dinikahi sosok Adam Putra Narendra.Kondisi Aleta masih sama, tidak ada peningkatan yang signifikan, membuat Aline makin tidak berkutik dan tidak bisa berbuat apa-apa lagi untuk menolak penikahan yang sudah di depan mata. Semua data Aleta sudah diganti dengan data Aline. Itu artinya, Aline akan benar-benar menjadi istri Adam, sah baik di mata agama maupun di mata negara.“Mbak Aline mirip banget sama mbak Aleta, ya?” gumam sang MUA yang mulai memulas foundation di permukaan kulit wajah Aline.Ya iya lah mirip, namanya juga kembar identik. Gerutu Aline dalam hati, ia mendadak dongkol mendengar nama Aleta disebut. Kenapa sih orang itu pikirannya
“Sah?” “SAH!” Suara sahutan itu menggema dengan begitu luar biasa, membuat jantung Aline bergetar dan matanya refleks memanas. Kenapa takdirnya seburuk ini? Menikah dengan lelaki yang seharusnya menjadi kakak iparnya? Bagaimana bisa kehidupan Aline jadi macam kisah novel begini? Aline fokus merenungi nasibnya, air matanya menitik dan ia terlonjak kaget ketika lengannya ada yang menyentuh. Ia sontak memalingkan wajah, mendapati Adam, lelaki yang kini sudah sah dan resmi menjadi suaminya itu menatapnya dengan alis berkerut. Dengan hati-hati Aline menyeka air matanya, bisa dia lihat Adam mengulurkan tangan, sebuah kode yang dia tahu betul apa maksud dari uluran tangan tersebut. Aline menerima uluran tangan itu, menciumnya dengan hati dongkol setengah mati yang dia sembunyikan di balik raut tenang wajahnya. Ia bahkan membiarkan Adam mengecup puncak kepalanya, hal yang pertama kali dilakukan laki-laki selain Beni kepada Aline. Aline memejamkan mata, akan jadi apa hidupnya setelah ini?
“Ini batasnya!” Aline meletakkan bantal di tengah-tengah antara dia dan Adam.Ia sudah beres mandi dan berganti pakaian, sementara Adam bahkan baru saja keluar dari kamar mandi. Lelaki itu nampak santai dengan boxer celana pendek dan kaos polos berwarna hitam. Adam tertegun menatap bantal itu, sedetik kemudian kepalanya terangguk pelan sebagai tanda setuju.“Mas dilarang melewati batas garis, ngerti?” tanya Aline kembali menegaskan batas wilayah mereka masing-masing malam ini di kamar hotel.“Oke, I see!” jawab Adam lalu menjatuhkan diri ke atas kasur dan merebahkan tubuhnya.Aline nampak terkejut, jantunya berdegub kencang dengan hati was-was. Bagaimana tidak? Statusnya dan Adam adalah sepasang suami-istri sekarang, bisa saja Adam lantas memaksa Aline melayani gairahnya yang sebenarnya merupakan tugas Aline sebagai seorang istri.Melayani gairah Adam? Aline akan bertelanjang tubuh dan pasrah diapa-apakan oleh Adam? NO WAY! Tidak bahkan untuk seujung kukupun!Aline tidak pernah mengin
Aline mengerjapkan mata ketika merasakan ada yang menepuk pipinya dengan lembut. Ia melonjak kaget ketika matanya terbuka dan mendapati Adam sudah duduk di tepi ranjang. "Nggak usah kaget kayak lihat setan gitu ah, Lin!" protes Adam dengan wajah masam. Aline segera bangun, duduk di atas ranjang sambil balas menatap kesal ke arah Adam. "Habisnya Mas bikin kaget, nggak salah kalo sampai kayak liat setan!" balas Aline dengan sorot mata tidak bersahabat. Adam mendesah, ia lantas menoleh ke arah meja yang ada tidak jauh dari ranjang. Membuat Aline ikut menoleh ke sana dan tertegun ketika mendapati apa yang ada di atas meja itu. "Aku bawakan sarapan, kamu cepat makan ya? Aku ada urusan sama papa di bawah." gumamnya lalu bangkit dan melangkah menuju pintu.Aline masih tertegun di tempatnya duduk. Padahal Aline tidak pernah ramah pada sosok itu, tapi kenapa Adam selalu bersikap manis kepadanya? Sosok itu hampir menghilang di balik pintu ketika kemudian Aline berteriak memanggil Adam. "M
"Sudah semua, kan?"Aline menoleh, nampak Adam menatapnya dengan saksama. Ia segera menutup kopernya dan menganggukkan kepala. Adam lantas mendekat, meraih koper Aline dan menurunkannya dari atas ranjang. "Kita pulang kalo gitu." Adam hendak menarik koper itu, ketika tangan Aline mencekal tangannya dan melarang dia pergi. "Tunggu, Mas!" ujarnya sambil mencengkeram kuat lengan Adam. Adam menatap mata Aline dengan alis berkerut, sementara Aline nampak risau dan takut-takut. Sebuah pemandangan yang lantas membuat Adam kembali bersuara. "Ada apa lagi?"Aline menghela napas panjang, kepalanya menunduk barang beberapa detik. Kemudian kembali terangkat dan menatap Adam dengan sorot mata ragu. "Kita balik ke rumah papa Budi, Mas?" sebuah pertanyaan yang lantas membuat Adam terkekeh. "Mas serius ini!" Aline mencebik, bisa dilihat bahwa wajahnya nampak sangat kesal. Adam menghentikan tawanya, "Kenapa harus pulang ke rumah papa kalau kita sudah punya rumah sendiri? Kita pulang ke rumah ki
"Mas ...." panggil Aline setelah sekian lama mereka terdiam di atas mobil yang melaju."Hmmm ... ya, Sayang? Kenapa?"Sayang?Aline tertegun, ia menoleh dan menatap ke arah Adam. Rupanya bukan hanya dirinya yang terkejut dan tertegun dengan panggilan barusan, Adam pun sama! Ia nampak terkejut dan tertegun. "Mmm ... aku pengen tengokin Aleta, boleh?" desis Aline lirih. Ia ingin melihat kondisi Aleta sudah sampai mana. Apakah dia sudah sadar? Sudah bisa Aline timpuk kepalanya karena hal bodoh yang Aleta lakukan membuat Aline harus terjebak dalam pernikahan yang tidak dia inginkan macam ini. Oh ... jangan lupakan gincu Aline yang dicomot Aleta tanpa dia kembalikan! Gincu itu keluaran Korea dengan harga yang cukup lumayan. Seenaknya saja dia menyikat gincu milik Aline, kurang ajar! Wajah Adam nampak berubah. Apakah ia kikuk karena harus melihat Aleta? Merasa bersalah melihat Aleta terbaring koma atau sebenarnya dia kikuk karena sebenarnya dia begitu mencintai Aleta? Tetapi kalau begitu