Share

Ch. 5 Wedding Day

Aline mendesah pasrah, bahkan jam empat subuh dia sudah harus bangun dan bersiap dirias. Segala macam penolakan yang dia lakukan hanya sia-sia belaka. Tidak ada yang membela dan berpihak kepadanya sama sekali, hal yang lantas membuat Aline kalah dan akhirnya setuju dengan segala macam ide gila untuk menggantikan posisi Aleta sebagai wanita yang dinikahi sosok Adam Putra Narendra.

Kondisi Aleta masih sama, tidak ada peningkatan yang signifikan, membuat Aline makin tidak berkutik dan tidak bisa berbuat apa-apa lagi untuk menolak penikahan yang sudah di depan mata. Semua data Aleta sudah diganti dengan data Aline. Itu artinya, Aline akan benar-benar menjadi istri Adam, sah baik di mata agama maupun di mata negara.

“Mbak Aline mirip banget sama mbak Aleta, ya?” gumam sang MUA yang mulai memulas foundation di permukaan kulit wajah Aline.

Ya iya lah mirip, namanya juga kembar identik. Gerutu Aline dalam hati, ia mendadak dongkol mendengar nama Aleta disebut. Kenapa sih orang itu pikirannya pendek sekali? Lihat sekarang, harus Aline yang menangung semua perbuatan Aleta gila yang Aleta lakukan.

“Iya, kami identik, Mbak.” jawab Aline yang tetap berusaha lembut dan baik pada perias kondang yang merupakan perias pilihan Aleta itu.

Bagaimanapun perias ini tidak punya salah apa-apa pada Aline. Semua ini murni kesalahan Aleta! Ah ... bukan! Ini kesalahan kedua orang tua mereka yang entah apa yang merasuki mereka sampai-sampai begitu kolot melakukan perjodohan di zaman modern seperti ini. Ya ... semua ini salah orang tua mereka!

Aline menghela napas panjang, pasrah membiarkan perias mulai mendadani wajah dan penampilannya untuk acara yang sama sekali tidak pernah Aline bayangkan dan harapkan dalam hidupnya.

Maksudnya, Aline memang punya impian untuk menikah, tetapi bukan dengan Adam dan bukan seperti ini juga caranya! Aline membayangkan tokoh-tokoh novel yang dia ciptakan. Tentang bagaimana mereka bertemu dengan pasangan dan kemudian menikah. Aline selalu menulisnya dengan begitu manis dan romantis, tetapi kenapa tiba giliran Aline menikah, ia malah harus mengalami hal macam tokoh novel yang ditulis oleh teman penulisnya yang lain?

Terpaksa menikahi calon kakak ipar.

Menikahi calon kakak ipar.

Menikahi calon suami kakaku.

Dan entah apa lagi, intinya hampir seperti kisah Aline ini lah! Sudah banyak Aline baca novel yang berkisah tentang pernikahan konyol yang harus dia jalani hari ini. Kenapa bukan penulis aslinya saja yang mengalami hal ini? Kenapa harus Aline yang selalu membuat dan menuliskan kisah lakon yang dia buat dengan begitu manis dan membahagiakan?

“Mbak, kalau misal masih ngantuk, bisa kok riasnya sambil tidur dulu. Cuma nanti pas sanggul rambut, Mbak harus bangun, ya?”

Aline tersentak, ia menoleh menatap wanita berjilbab yang tengah meriasnya itu. Agaknya itu hal yang bagus. Tanpa banyak bicara Aline mengangguk pelan, bangkit dan melangkah ke kasur hotel yang menjadi tempat pernikahan akan digelar.

Tidur barang beberapa menit tentu sangat lumayan, bukan?

***

Adam menatap jendela kamar hotel yang disiapkan khusus untuk mengurus segala hal persiapan pengantin. Hotel yang merupakan milik keluarga Adam sendiri, dan salah satu calon warisan yang akan jatuh ke tangan Adam. Mendadak hatinya risau. Apakah acara hari ini akan berjalan lancar? Bagaimana kalau Aline membuat ulah macam sang kakak?

“Ah ... ayolah, kenapa jadi begini sih, Dam?” ia berusaha memperingatkan dirinya sendiri.

Ini hari besar dalam seumur hidup Adam, tentu Adam tidak akan mensia-siakan dan mengacaukan hari ini. Tidak sama sekali dan dia berharap, Aline pun akan melakukan hal yang sama dengan apa yang Adam lakukan.

Adam membalikkan badan, melirik jam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Sudah sebentar lagi! Adam sendiri sudah siap dengan jarik dan beskap sejak beberapa waktu yang lalu. Tubuhnya terbungkus beskap warna putih gading yang membuat Adam menjelma menjadi sosok putra bangsawan Jawa nan gagah dan tampan.

“Dam ... kita turun dulu, yuk!”

Adam menoleh, mendapati sang ayah sudah muncul dari balik pintu. Adam menghirup udara banyak-banyak, kepalanya terangguk pelan sebagai jawaban dari apa yang Budi perintahkan kepadanya.

Adam melangkah ke arah pintu, semakin ia mendekati pintu, jantungnya semakin kencang berdegub jantungnya sehat, kan? Dia tidak akan kena serangan jantung pagi ini, kan?

***

“Ya ampun, Sayang ... kamu cantik banget!”

Aline tertegun di depan cermin rias. Kini tubuhnya sudah terbalut sempurna dengan kebaya warna putih gading dan segala macam hiasa rambut serta bunga menjutai yang begitu semerbak harum. Ia begitu menikmati pemandangan di depannya sampai-sampai mengabaikan sang ibu yang terharu melihat betapa cantik anak gadisnya dalam balutan busana pengantin.

Aline baru tersadar dan tersentak dari rasa kagumnya setelah sebuah tepukan mendarat di bahu Aline. Ia menoleh, Desi yang sudah terbalut kebaya warna ungu itu nampak menyinggingkan senyum, membuat Aline mau tidak mau ikut menyungingkan senyum.

“Siap untuk hari ini, Sayang?” tanya Desi yang otomatis membuat Aline menebik dengan bibir manyun.

“Kalau Aline jawab tidak, apakah acara akan dibatalkan?” sebuah pertanyaan gila meluncur dari mulut Aline. Kalimat yang mampu membuat wajah hangat dan ramah seorang Desi, kini berubah menajdi wajah kesal dan gemas.

“Lin, jangan bercanda! Akad kalian lima belas menit lagi!” gumam suara itu memperingatkan.

Lima belas menit? Mata Aline membelalak, jangankan lima belas menit, lima belas tahun pun Aline kalau ditanya maka jawabannya tentu tidak akan siap! Dia ingin menikah dengan lelaki pilihannya sendiri, bukan lelaki pllihan kedua orang tuanya.

Tapi sekali lagi, bisa apa Aline melawan dan menolak? Aline menghela napas panjang, ia mengangguk dan pasrah ketika Desi membantunya berdiri. Bukan hanya Desi, sang perias dan asistennya pun ikut membantu Aline berdiri dari kurisnya.

Dengan susah payah Aline melangkahkan kaki. Kenapa orang mau menikah saja harus seribet ini? Sungguh sangat menyebalkan sekali! Aline beberapa kali hampir terjerembab karena kakinya menginjak jarik yang dia kenakan. Untung Desi dengan sigap membantu dan mempertahankan tubuh Aline agar tidak jatuh.

Aline merasakan jantungnya berdegub dua kali lebih cepat. Lima belas menit lagi ... sebenarnya Aline bisa menggunakan waktu yang tersisa untuk kabur dari tempat ini. Tetapi sekali lagi, pakaian yang ia kenakan mempersulit gerak dan langkah Aline kalau benar dia hendak kabur.

“Ingat, Lin ... setelah ijab qobul dilaksanakan, maka semua tanggung jawah mama dan papa jatuh ke pundak Adam.” Jelas Desi lirih sambil membimbing Aline melangkah.

Aline hanya mengangguk, ia terus melangkahkan kaki dibantu sang mama. Mereka tiba di ballroom yang begitu mewah dengan desain bunga-bunga dan beberapa dekorasi lain. Bisa Aline lihat cukup banyak tamu yang hadir untuk sekedar memberi doa kepada dia dan Adam di acara hari ini. Semua mata para tamu tertuju pada Aline, hal yang membuat Aline mendadak kikuk setengah mati.

Ia terus melangkah, hingga akhirnya  ia hampir tiba di meja yang mana sudah banyak orang yang duduk di kursi yang mengelilingi meja. Aline sukses mengendalikan diri, kecuali ketika sosok dengan beskap yang warnanya senada dengan kebaya yang Aline kenakan itu menoleh dan menatapnya dengan saksama.

“Nah itu calon suami kamu, Lin! Ganteng, ya?”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status