“Ini batasnya!” Aline meletakkan bantal di tengah-tengah antara dia dan Adam.Ia sudah beres mandi dan berganti pakaian, sementara Adam bahkan baru saja keluar dari kamar mandi. Lelaki itu nampak santai dengan boxer celana pendek dan kaos polos berwarna hitam. Adam tertegun menatap bantal itu, sedetik kemudian kepalanya terangguk pelan sebagai tanda setuju.“Mas dilarang melewati batas garis, ngerti?” tanya Aline kembali menegaskan batas wilayah mereka masing-masing malam ini di kamar hotel.“Oke, I see!” jawab Adam lalu menjatuhkan diri ke atas kasur dan merebahkan tubuhnya.Aline nampak terkejut, jantunya berdegub kencang dengan hati was-was. Bagaimana tidak? Statusnya dan Adam adalah sepasang suami-istri sekarang, bisa saja Adam lantas memaksa Aline melayani gairahnya yang sebenarnya merupakan tugas Aline sebagai seorang istri.Melayani gairah Adam? Aline akan bertelanjang tubuh dan pasrah diapa-apakan oleh Adam? NO WAY! Tidak bahkan untuk seujung kukupun!Aline tidak pernah mengin
Aline mengerjapkan mata ketika merasakan ada yang menepuk pipinya dengan lembut. Ia melonjak kaget ketika matanya terbuka dan mendapati Adam sudah duduk di tepi ranjang. "Nggak usah kaget kayak lihat setan gitu ah, Lin!" protes Adam dengan wajah masam. Aline segera bangun, duduk di atas ranjang sambil balas menatap kesal ke arah Adam. "Habisnya Mas bikin kaget, nggak salah kalo sampai kayak liat setan!" balas Aline dengan sorot mata tidak bersahabat. Adam mendesah, ia lantas menoleh ke arah meja yang ada tidak jauh dari ranjang. Membuat Aline ikut menoleh ke sana dan tertegun ketika mendapati apa yang ada di atas meja itu. "Aku bawakan sarapan, kamu cepat makan ya? Aku ada urusan sama papa di bawah." gumamnya lalu bangkit dan melangkah menuju pintu.Aline masih tertegun di tempatnya duduk. Padahal Aline tidak pernah ramah pada sosok itu, tapi kenapa Adam selalu bersikap manis kepadanya? Sosok itu hampir menghilang di balik pintu ketika kemudian Aline berteriak memanggil Adam. "M
"Sudah semua, kan?"Aline menoleh, nampak Adam menatapnya dengan saksama. Ia segera menutup kopernya dan menganggukkan kepala. Adam lantas mendekat, meraih koper Aline dan menurunkannya dari atas ranjang. "Kita pulang kalo gitu." Adam hendak menarik koper itu, ketika tangan Aline mencekal tangannya dan melarang dia pergi. "Tunggu, Mas!" ujarnya sambil mencengkeram kuat lengan Adam. Adam menatap mata Aline dengan alis berkerut, sementara Aline nampak risau dan takut-takut. Sebuah pemandangan yang lantas membuat Adam kembali bersuara. "Ada apa lagi?"Aline menghela napas panjang, kepalanya menunduk barang beberapa detik. Kemudian kembali terangkat dan menatap Adam dengan sorot mata ragu. "Kita balik ke rumah papa Budi, Mas?" sebuah pertanyaan yang lantas membuat Adam terkekeh. "Mas serius ini!" Aline mencebik, bisa dilihat bahwa wajahnya nampak sangat kesal. Adam menghentikan tawanya, "Kenapa harus pulang ke rumah papa kalau kita sudah punya rumah sendiri? Kita pulang ke rumah ki
"Mas ...." panggil Aline setelah sekian lama mereka terdiam di atas mobil yang melaju."Hmmm ... ya, Sayang? Kenapa?"Sayang?Aline tertegun, ia menoleh dan menatap ke arah Adam. Rupanya bukan hanya dirinya yang terkejut dan tertegun dengan panggilan barusan, Adam pun sama! Ia nampak terkejut dan tertegun. "Mmm ... aku pengen tengokin Aleta, boleh?" desis Aline lirih. Ia ingin melihat kondisi Aleta sudah sampai mana. Apakah dia sudah sadar? Sudah bisa Aline timpuk kepalanya karena hal bodoh yang Aleta lakukan membuat Aline harus terjebak dalam pernikahan yang tidak dia inginkan macam ini. Oh ... jangan lupakan gincu Aline yang dicomot Aleta tanpa dia kembalikan! Gincu itu keluaran Korea dengan harga yang cukup lumayan. Seenaknya saja dia menyikat gincu milik Aline, kurang ajar! Wajah Adam nampak berubah. Apakah ia kikuk karena harus melihat Aleta? Merasa bersalah melihat Aleta terbaring koma atau sebenarnya dia kikuk karena sebenarnya dia begitu mencintai Aleta? Tetapi kalau begitu
"Lin, kamu kenapa?" Adam meraih tangan Aline, namun dengan secepat kilat, Aline menepis tangan Adam, setengah berlari ke arah depan entah apa yang hendak dia kejar. Pikiran Adam berkecamuk seketika, "Jangan-jangan ...." Adam tersentak, ia segera mengejar langkah sang istri sebelum dia terlalu jauh. "Aline, tunggu!" suara Adam sedikit keras, namun masih dalam batas wajar untuk di area rumah sakit. Ia yakin bahwa istrinya itu melihat sesuatu yang membuatnya macam kesetanan seperti itu. Sementara Aline, ia sama sekali tidak memperdulikan teriakan Adam. Ia yakin dia tidak salah lihat. Itu Kevin! Ya ... Aline tahu dan hafal betul wajahnya! Lelaki dengan jaket biru yang dia lihat itu adalah Kelvin! "Vin, tunggu!"Aline segera menarik tangan lelaki itu, membuat tubuhnya berbalik dan tanpa basa-basi, Aline melayangkan sebuah tamparan keras di pipi mantan kekasih dari Aleta itu. PLAKKK! Adam terkejut, ia segera berlari lebih cepat dan menarik Aline sebelum istrinya itu makin mengamuk. "
"Mau langsung pulang? Atau pengen ke mana?"Aline tersentak, ia menoleh menatap Adam yang sudah membawa mobilnya melaju meninggalkan rumah sakit. Mereka sudah selesai dengan kunjungan mereka dan sudah saatnya mereka pulang. "Antar ke rumah, Mas. Mau ambil laptop sama beberapa perangkat aku buat kerja." jawab Aline lesu. "Oke, kita ke rumah mama sama papa Beni. Atau malam ini pengen tidur sana?" Sebuah penawaran yang langsung membuat mata Aline membelalak. Adam menawarkan untuk tidur di rumahnya? "Boleh memang?" tentu itu yang Aline tanyakan. Dia harus pastikan apakah suaminya itu serius memberi penawaran atau hanya menge-prank dirinya saja. "Boleh dong!" jawab Adam santai. "Kapanpun kamu pengen tidur di rumah, tentu boleh. Tapi izin aku dulu ya?"Aline tersenyum, kenapa lelaki ini baik sekali sih? Entah Adam hanya tengah memancing dan mencoba merayunya, Aline sendiri tidak tahu. Harapannya sih bukan hanya karena tengah mencoba merayu. Tapi kalau dilihat-lihat, Adam ini memang aga
Aline tertegun, ia menatap Adam yang pandangannya tetap lurus ke depan, meskipun Aline tahu, sesekali suaminya itu melirik ke arahnya. Jadi begitu? Jawaban kenapa Adam kekeuh ingin menikahi Aline adalah karena sebenarnya Adam jatuh cinta pada Aline? Tepat seperti dugaan Aline sebelumnya?Ah! Kenapa malah jadi begini sih?Aline tidak mau munafik dan menampik perihal apa pendapatnya tentang penampilan lelaki yang sudah resmi menjadi suaminya ini. Seperti yang kemarin-kemarin Aline katakan, Adam itu ganteng! Tapi ganteng saja tidak bisa membuat Aline lantas langsung jatuh cinta begitu saja, kan? Ini masalah hati, sebuah permasalahan yang sejak awal Aline tekankan ketika ia diminta untuk menikahi Adam.“Ma-Mas ... Mas Adam ngajak aku pacaran?” tanya Aline masih tidak tahu harus berkata apa dan menanggapi apa perihal semua kalimat yang meluncur keluar dari mulut Adam barusan.Genggaman tangan Adam terlepas, semata-mata hanya untuk mengendalikan setir mobil, setelah semua stabil, ia kembali
Desi yang hendak berangkat ke rumah sakit tertegun melihat mobil itu berhenti di halaman rumah. Bukankah itu ... Desi meletakkan tas di sofa, mendekati pintu lantas membuka pintu lebar-lebar. Benar saja! Nampak Aline turun dari mobil, diikuti langkah gagah Adam di belakangnya. Ada setitik perasaan bahagia melihat pasangan itu. Bukanlah mereka sangat serasi sekali? Terlepas dari sebenarnya bukan Aline yang hendak dinikahkan dengan sosok dokter bedah ganteng 35 tahun itu, tetapi Desi tidak bisa memungkiri bahwa mereka begitu serasi! "Ma, mau kemana?" sapa Aline yang langsung mengulurkan tangannya. Dengan sopan dan hormat mencium punggung telapak tangan ibunya. "Ke rumah sakit, kalian sendiri dari mana?" senyum Desi makin lebar ketika kini gantian Adam yang mencium tangannya penuh hormat. "Ya sama, kita habis dari sana juga, Ma." Aline bergegas masuk, menjatuhkan diri di atas sofa tanpa menunggu dipersilahkan. Ini masih rumahnya, kan? "Gimana kondisi Aleta? Sudah ada kemajuan?" Desi