Share

Chapter 2

Terjebak cinta terlarang Pak bos

Panas dingin aku memikirkan jawaban apa yang harus aku berikan pada Pak Hari, aduh... ada apa dengan Pak Hari ini, pikirku.

Ditambah pikiran mengenai laporan keuangan yang harus aku selesaikan, sukses membuat pikiranku mumet dan ingin berteriak, aku memejamkan mata seraya berpikir, oke... Aku balas saja pesan Pak Hari, sudah terbaca ini, kalau tidak dibalas nanti bisa kena SP lagi, pikirku.

[Maaf Pak, saya dijemput sama Ayah saya, tadi beliau sudah menelpon.] segera ku kirimkan dengan Pak Hari.

[Oh yasudah Buk tidak apa-apa, ngga berani juga nentang keputusan camer]

"Hah????!!"

 Makin terkejut aku membaca balasan dari Pak Hari, ya ampun sebenarnya kenapa Pak Hari ini, dia bercanda atau bagaimana, kepala ku senat-senut rasanya, aku memutuskan tidak membalas pesannya , karena aku tak tau harus membalasnya dengan kalimat apa.

***

"Pagi Buk, finance."

Aku segera mendongak dan melihat si empunya suara.

"Pagi, Pak" sambil menganggukkan kepala pelan dengan senyum sedikit getir sepertinya.

"Yang ikhlas toh Buk, senyumnya biar tambah cantik."

"Halah Bapak ini bisa aja, ada apa Pak?"

"Ngga ada apa-apa si, Buk. Iseng aja ke ruangan finance pingin lihat kamu, Buk."

Aku menelan saliva yang akhir-akhir ini sering tersangkut sepertinya, karena mendengar ucapan Pak Hari, yak ampun pagi-pagi aku sudah dibuat panas dingin oleh Pak Hari, aku memainkan pena di tanganku yang aku letakkan di bawah meja karena salah tingkah.

"Ummm... Bapak ini suka bener kayaknya bercanda, udah ah saya mau kerja, Pak. Balik sana ke ruangan Bapak."

Ckleekk...

pintu terbuka, Lisa yang merupakan partner kerjaku masuk dan memberi salam pada Pak Hari, aku memang satu ruangan dengan Lisa, karena memang kami berdua sama-sama finance, tetapi berbeda tugas, dikarenakan begitu banyak laporan dan jurnal yang harus diselesaikan setiap bulannya, tetapi memang Lisa jarang berada di ruangan ini, karena banyak dihabiskan di gudang tempat dia membutuhkan data.

"Yaudah, Buk nanti tolong laporannya kasih ke saya ya." Pak Hari berbicara sambil tersenyum padaku.

Aku hanya terbengong, laporan apa yang dia maksud, apa tadi dia bertanya mengenai laporan padaku, rasanya tidak pikirku. Aduh ada-ada saja Pak bos satu ini.

"Hey, An, aku udah kirim email ke kamu tentang salinan jurnal yang kamu minta kemarin ya."

"Ohya..., terima kasih ya Lis."

"Okeh, An."

Hari ini aku begitu sibuk menyelesaikan pekerjaanku, hingga tak terasa jam makan siang ku-pun sudah terlewatkan, maklum akhir bulan, jadi harus segera menyelesaikan setiap laporan yang finallynya di kirim ke kantor pusat.

"Segitu sibuknya kamu, Buk. Sampai ngga sempet makan siang."

"Eh, Bapak..., iya Pak kan nanti sore laporannya mesti dikirim Pak." 

Aku ngga sadar sejak kapan dia berada di ruanganku ini, entahla aku tak pernah menyadari kedatangannya yang tanpa aba-aba, mungkin karena aku sibuk menatap layar komputerku.

"Ya tapi ngga juga sampai harus merelakan makan siangmu."

"Tadi saya udah minta tolong sama OB kok Pak buat pesen makan."

"Yasudah lain kali jangan begini ya, Buk... Saya ngga mau loh kamu sakit, terus malah ngga masuk kerja, nanti saya ngga bisa lihat kamu jadinya."

Aku menaikkan alisku seketika, ada saja kalimat yang keluar dari mulut Pak Hari yang sukses membuat aku salah tingkah.

Aku berdehem untuk menetralkan suasana hati ini.

"Iya, Pak makasih sarannya."

Tok tok tok...

"Ya masuk aja Paklek," 

Aku sudah hapal betul kalau ketukan pintu seperti itu pasti Paklek yang datang, Paklek adalah panggilan akrab kami orang kantor kepada OB yang satu ini.

"Ini, Buk makanannya, oya ini juga ada kurir yang nganter ini buat Ibu."

Paklek menyodorkan dua plastik makanan padaku serta piring yang telah dia siapkan untukku.

"Aduh, Paklek ini sudah berapa kali saya bilang ngga usah repot-repot ambilin piring, biar saya sendiri yang ambil Pak."

"Ngga apa-apa Buk, sudah tugas saya di sini, permisi ya Buk."

"Terimakasih ya Paklek."

"Njiih Buk."

Tiba-tiba Pak Hari buka suara, dan lagi-lagi mengeluarkan kata-kata yang entahlah maknanya.

"Suwon ya Paklek, lain kali datengin ruangan Buk Anty ya waktu jam makan siang, takutnya dia telat pesen makan seperti hari ini bisa sakit dia nanti."

"Njiih, Pak."

"Yasudah, Buk kamu habiskan makananmu saya mau ke lapangan sebentar ngontrol kerjaan anak-anak."

"Iya Pak, silahkan."

Aku segera membuka plastik makanan yang diberikan oleh Paklek, eh tapi aku bingung, kata Paklek tadi ada kurir yang anter makanan, dan aku mengintip plastik makanan yang kedua dan membuka kotaknya, berisi ayam bakar dan seafood sepertinya, serta nasi yang ikut serta di dalamnya.

Dari siapa ini?, Batinku. Perasaan aku ngga merasa pesen makanan, ditengah kebingunganku, aku dikagetkan oleh suara ponsel kesayanganku.

[Dihabiskan makanannya ya, Buk. Itu ayam bakar sama sambel udang kesukaan kamu]

Haaahhh..., aku terbelalak menatap isi pesan itu, ternyata Pak Hari yang telah memesan makanan untukku.

Aku segera menuju ke dapur untuk memberikan satu makananku pada Paklek, tak mungkin juga aku habiskan sendirian makanan sebanyak ini, pikirku. Aku memang sering membelikan Paklek makan juga jikalau aku menyuruhnya, tetapi tadi Paklek tak mau katanya sudah kenyang.

"Paklek ini makanan buat Paklek, ambil saja, kalau sudah kenyang bisa Paklek simpen buat dibawa pulang, ini isinya ayam bakar sama sambel udang."

"Aduh, Ibu repot-repot kasih makanan buat saya, kenapa ngga Ibu aja yang makan ayam bakar sama udangnya, Buk..., kan ini makanan favorit Ibu." 

Aku memang sering memesan ayam bakar dan udang pada Paklek karena aku memang menyukainya.

"Kan saya udah ada nasi padang yang saya pesen dari Paklek tadi, ngga mungkin juga saya habiskan semua nya"

"Oh yasudah matur suwon nggeh, Buk"

"Iya, sama-sama Paklek"

***

Akhirnya selesai juga kerjaanku, ampun, lelah pikiran rasanya mengerjakan semua angka-angka ini, tapi apalah daya toh ini memang akhir dari keputusanku dulu untuk mengambil jurusan akuntansi di bangku kuliah.

Aku duduk bersandar di kursi melepaskan penat otakku, karena sudah diperas habis oleh pekerjaanku.

Tak terasa mata ini terpejam dengan sendirinya, mungkin dikarenakan semalam aku membawa pekerjaanku ke rumah dan bergadang hingga larut malam.

"Buk, tok tok tok Buk assalamualaikum."

Aku perlahan membuka mata karena mendengar suara itu.

"Eh, Bapak, maaf Pak saya ngga tau Bapak dateng." dengan sedikit menggosok mata untuk menetralkan penglihatanku.

"Capek ya Buk, makanya kerjaan di kantor jangan dibawa ke rumah Buk, ngga apa-apa selesain di kantor aja, biar ngga ganggu waktu istirahatmu."

"Kan hari ini date line laporannya, Pak."

"Ya telat satu dua hari ngga apa-apa biar nanti saya yang bilang ke kantor pusat."

"Ngga usah Pak, udah selesai juga kok kerjaan saya."

"Alhamdulillah kalau begitu, tapi lain kali jangan lagi ya, Buk. Bisa sakit kamu mikirin kerjaan, oya nanti pulang bareng saya ya, ada yang mau saya bahas sedikit sama kamu dan juga saya pingin beli sate dideket rumah kamu"

"Oh, iya Pak."

Aku benar-benar bingung dan tak tau harus menjawab apa selain kata iya Pak, apa sebenarnya yang ingin dibicarakan Pak Hari, apa tidak bisa sekarang saja, dan dari mana pula dia tau kalau di dekat rumahku ada jualan sate, serta masalah pekerjaan yang aku bawa pulang, ah pusing aku memikirkan dan menebak-nebaknya.

***

"Buk, pasang safety beltnya, apa mau saya pasangkan?"

"Eh, ngga usah Pak, saya pasang sendiri aja."

"Oya Buk, Kita makan malam dulu mau?"

Lagi-lagi aku menelan saliva yang sepertinya selalu tersangkut mendengar ucapan Pak Hari.

"Umm, makan malam ya Pak, kayak nya ngga usah deh Pak, saya belum laper dan juga agak mengantuk karena kurang tidur semalam."

"Oh, yasudah tidak apa-apa, besok aja deh kalau gitu."

Aduh, kenapa Bapak ini, pikirku, ah kalau saja dia temanku dan bukan bosku mungkin sudah aku pegang jidatnya untuk memastikan apa dia sehat atau memang sedang demam yang membuat perkataannya ngelantur menurutku.

"Pak, katanya ada yang mau Bapak bahas, tentang apa Pak, kenapa ngga dibahas di kantor aja, sampai-sampai Bapak repot nganterin saya pulang."

"Ummm, apa ya Buk, kok mendadak saya lupa Buk."

 Pak Hari terkekeh sambil menaikan alis serta mengerutkan keningnya.

"Hah?? Lupa Pak?" 

Apa bisa lupa secepat itu ya, pikirku. Ada-ada saja keajaiban yang ditunjukkan Bapak ini, sesuatu yang tidak mungkin menurutku, karena memang Pak Hari merupakan sosok yang teliti dan pengingat.

"Iya, saya lupa, saya ingetnya ya mau ajak kamu makan malam, tapi berhubung kamunya ngga mau dan setuju untuk besok saja, ya saya pikir tidak masalah."

Lah kapan saya bilang setujuh si ini, aduh aku menggaruk kepalaku yang tak gatal sebenarnya.

"Ummm..., bisa lupa gitu ya Pak, yasudah deh Bapak inget aja dulu dan bisa kasih tau saya besok."

"Njiih, Buk. Tapi sambil makan malam ya kasih tau nya, soalnya pembahasannya ini lebih afdol kalau sambil makan malam, Buk."

"Ealah, bisa gitu ya Pak."

"Bisa lah Buk, kalau sama saya bisa semua, Buk."

Kami melanjutkan perjalanan ke rumahku yang memakan waktu sekitar 40 menit karena ditambah macet sedikit, perjalanan kami diiringi oleh banyaknya lampu jalan dan lampu berkelap kelip di sana-sini, tak terasa aku sudah sampai di rumah, dengan seabrek kelelahan yang aku bawa, berharap akan bisa tidur nyenyak malam ini, masalah sate yang ingin dibeli Pak Hari, aku memutuskan tak mau ikut dengannya, karena sudah bisa aku tebak, nanti dia akan membelikan juga untuk ku, pikirku.

Tiiing....

Pertanda bahwa ada pesan di ponselku

"Selamat istirahat Buk Hari, semoga tidur nyenyak dan bisa memimpikan Pak bos."

Aku terbelalak membacanya dan langsung geleng-geleng sendiri, yak ampun ada apa dengan bosku ini, sepertinya dia bener-bener kurang sehat ini, pikirku.

Terjebak cinta terlarang Pak Bos part 2

(Rate 17+)

Panas dingin aku memikirkan jawaban apa yang harus aku berikan pada Pak Hari, aduh... ada apa dengan Pak Hari ini, pikirku.

Ditambah pikiran mengenai laporan keuangan yang harus aku selesaikan, sukses membuat pikiranku mumet dan ingin berteriak, aku memejamkan mata seraya berpikir, oke... Aku balas saja pesan Pak Hari, sudah terbaca ini, kalau tidak dibalas nanti bisa kena SP lagi, pikirku.

[Maaf Pak, saya dijemput sama Ayah saya, tadi beliau sudah menelpon.] segera ku kirimkan dengan Pak Hari.

[Oh yasudah Buk tidak apa-apa, ngga berani juga nentang keputusan camer]

"Hah????!!"

 Makin terkejut aku membaca balasan dari Pak Hari, ya ampun sebenarnya kenapa Pak Hari ini, dia bercanda atau bagaimana, kepala ku senat-senut rasanya, aku memutuskan tidak membalas pesannya , karena aku tak tau harus membalasnya dengan kalimat apa.

***

"Pagi Buk, finance."

Aku segera mendongak dan melihat si empunya suara.

"Pagi, Pak" sambil menganggukkan kepala pelan dengan senyum sedikit getir sepertinya.

"Yang ikhlas toh Buk, senyumnya biar tambah cantik."

"Halah Bapak ini bisa aja, ada apa Pak?"

"Ngga ada apa-apa si, Buk. Iseng aja ke ruangan finance pingin lihat kamu, Buk."

Aku menelan saliva yang akhir-akhir ini sering tersangkut sepertinya, karena mendengar ucapan Pak Hari, yak ampun pagi-pagi aku sudah dibuat panas dingin oleh Pak Hari, aku memainkan pena di tanganku yang aku letakkan di bawah meja karena salah tingkah.

"Ummm... Bapak ini suka bener kayaknya bercanda, udah ah saya mau kerja, Pak. Balik sana ke ruangan Bapak."

Ckleekk...

pintu terbuka, Lisa yang merupakan partner kerjaku masuk dan memberi salam pada Pak Hari, aku memang satu ruangan dengan Lisa, karena memang kami berdua sama-sama finance, tetapi berbeda tugas, dikarenakan begitu banyak laporan dan jurnal yang harus diselesaikan setiap bulannya, tetapi memang Lisa jarang berada di ruangan ini, karena banyak dihabiskan di gudang tempat dia membutuhkan data.

"Yaudah, Buk nanti tolong laporannya kasih ke saya ya." Pak Hari berbicara sambil tersenyum padaku.

Aku hanya terbengong, laporan apa yang dia maksud, apa tadi dia bertanya mengenai laporan padaku, rasanya tidak pikirku. Aduh ada-ada saja Pak bos satu ini.

"Hey, An, aku udah kirim email ke kamu tentang salinan jurnal yang kamu minta kemarin ya."

"Ohya..., terima kasih ya Lis."

"Okeh, An."

Hari ini aku begitu sibuk menyelesaikan pekerjaanku, hingga tak terasa jam makan siang ku-pun sudah terlewatkan, maklum akhir bulan, jadi harus segera menyelesaikan setiap laporan yang finallynya di kirim ke kantor pusat.

"Segitu sibuknya kamu, Buk. Sampai ngga sempet makan siang."

"Eh, Bapak..., iya Pak kan nanti sore laporannya mesti dikirim Pak." 

Aku ngga sadar sejak kapan dia berada di ruanganku ini, entahla aku tak pernah menyadari kedatangannya yang tanpa aba-aba, mungkin karena aku sibuk menatap layar komputerku.

"Ya tapi ngga juga sampai harus merelakan makan siangmu."

"Tadi saya udah minta tolong sama OB kok Pak buat pesen makan."

"Yasudah lain kali jangan begini ya, Buk... Saya ngga mau loh kamu sakit, terus malah ngga masuk kerja, nanti saya ngga bisa lihat kamu jadinya."

Aku menaikkan alisku seketika, ada saja kalimat yang keluar dari mulut Pak Hari yang sukses membuat aku salah tingkah.

Aku berdehem untuk menetralkan suasana hati ini.

"Iya, Pak makasih sarannya."

Tok tok tok...

"Ya masuk aja Paklek," 

Aku sudah hapal betul kalau ketukan pintu seperti itu pasti Paklek yang datang, Paklek adalah panggilan akrab kami orang kantor kepada OB yang satu ini.

"Ini, Buk makanannya, oya ini juga ada kurir yang nganter ini buat Ibu."

Paklek menyodorkan dua plastik makanan padaku serta piring yang telah dia siapkan untukku.

"Aduh, Paklek ini sudah berapa kali saya bilang ngga usah repot-repot ambilin piring, biar saya sendiri yang ambil Pak."

"Ngga apa-apa Buk, sudah tugas saya di sini, permisi ya Buk."

"Terimakasih ya Paklek."

"Njiih Buk."

Tiba-tiba Pak Hari buka suara, dan lagi-lagi mengeluarkan kata-kata yang entahlah maknanya.

"Suwon ya Paklek, lain kali datengin ruangan Buk Anty ya waktu jam makan siang, takutnya dia telat pesen makan seperti hari ini bisa sakit dia nanti."

"Njiih, Pak."

"Yasudah, Buk kamu habiskan makananmu saya mau ke lapangan sebentar ngontrol kerjaan anak-anak."

"Iya Pak, silahkan."

Aku segera membuka plastik makanan yang diberikan oleh Paklek, eh tapi aku bingung, kata Paklek tadi ada kurir yang anter makanan, dan aku mengintip plastik makanan yang kedua dan membuka kotaknya, berisi ayam bakar dan seafood sepertinya, serta nasi yang ikut serta di dalamnya.

Dari siapa ini?, Batinku. Perasaan aku ngga merasa pesen makanan, ditengah kebingunganku, aku dikagetkan oleh suara ponsel kesayanganku.

[Dihabiskan makanannya ya, Buk. Itu ayam bakar sama sambel udang kesukaan kamu]

Haaahhh..., aku terbelalak menatap isi pesan itu, ternyata Pak Hari yang telah memesan makanan untukku.

Aku segera menuju ke dapur untuk memberikan satu makananku pada Paklek, tak mungkin juga aku habiskan sendirian makanan sebanyak ini, pikirku. Aku memang sering membelikan Paklek makan juga jikalau aku menyuruhnya, tetapi tadi Paklek tak mau katanya sudah kenyang.

"Paklek ini makanan buat Paklek, ambil saja, kalau sudah kenyang bisa Paklek simpen buat dibawa pulang, ini isinya ayam bakar sama sambel udang."

"Aduh, Ibu repot-repot kasih makanan buat saya, kenapa ngga Ibu aja yang makan ayam bakar sama udangnya, Buk..., kan ini makanan favorit Ibu." 

Aku memang sering memesan ayam bakar dan udang pada Paklek karena aku memang menyukainya.

"Kan saya udah ada nasi padang yang saya pesen dari Paklek tadi, ngga mungkin juga saya habiskan semua nya"

"Oh yasudah matur suwon nggeh, Buk"

"Iya, sama-sama Paklek"

***

Akhirnya selesai juga kerjaanku, ampun, lelah pikiran rasanya mengerjakan semua angka-angka ini, tapi apalah daya toh ini memang akhir dari keputusanku dulu untuk mengambil jurusan akuntansi di bangku kuliah.

Aku duduk bersandar di kursi melepaskan penat otakku, karena sudah diperas habis oleh pekerjaanku.

Tak terasa mata ini terpejam dengan sendirinya, mungkin dikarenakan semalam aku membawa pekerjaanku ke rumah dan bergadang hingga larut malam.

"Buk, tok tok tok Buk assalamualaikum."

Aku perlahan membuka mata karena mendengar suara itu.

"Eh, Bapak, maaf Pak saya ngga tau Bapak dateng." dengan sedikit menggosok mata untuk menetralkan penglihatanku.

"Capek ya Buk, makanya kerjaan di kantor jangan dibawa ke rumah Buk, ngga apa-apa selesain di kantor aja, biar ngga ganggu waktu istirahatmu."

"Kan hari ini date line laporannya, Pak."

"Ya telat satu dua hari ngga apa-apa biar nanti saya yang bilang ke kantor pusat."

"Ngga usah Pak, udah selesai juga kok kerjaan saya."

"Alhamdulillah kalau begitu, tapi lain kali jangan lagi ya, Buk. Bisa sakit kamu mikirin kerjaan, oya nanti pulang bareng saya ya, ada yang mau saya bahas sedikit sama kamu dan juga saya pingin beli sate dideket rumah kamu"

"Oh, iya Pak."

Aku benar-benar bingung dan tak tau harus menjawab apa selain kata iya Pak, apa sebenarnya yang ingin dibicarakan Pak Hari, apa tidak bisa sekarang saja, dan dari mana pula dia tau kalau di dekat rumahku ada jualan sate, serta masalah pekerjaan yang aku bawa pulang, ah pusing aku memikirkan dan menebak-nebaknya.

***

"Buk, pasang safety beltnya, apa mau saya pasangkan?"

"Eh, ngga usah Pak, saya pasang sendiri aja."

"Oya Buk, Kita makan malam dulu mau?"

Lagi-lagi aku menelan saliva yang sepertinya selalu tersangkut mendengar ucapan Pak Hari.

"Umm, makan malam ya Pak, kayak nya ngga usah deh Pak, saya belum laper dan juga agak mengantuk karena kurang tidur semalam."

"Oh, yasudah tidak apa-apa, besok aja deh kalau gitu."

Aduh, kenapa Bapak ini, pikirku, ah kalau saja dia temanku dan bukan bosku mungkin sudah aku pegang jidatnya untuk memastikan apa dia sehat atau memang sedang demam yang membuat perkataannya ngelantur menurutku.

"Pak, katanya ada yang mau Bapak bahas, tentang apa Pak, kenapa ngga dibahas di kantor aja, sampai-sampai Bapak repot nganterin saya pulang."

"Ummm, apa ya Buk, kok mendadak saya lupa Buk."

 Pak Hari terkekeh sambil menaikan alis serta mengerutkan keningnya.

"Hah?? Lupa Pak?" 

Apa bisa lupa secepat itu ya, pikirku. Ada-ada saja keajaiban yang ditunjukkan Bapak ini, sesuatu yang tidak mungkin menurutku, karena memang Pak Hari merupakan sosok yang teliti dan pengingat.

"Iya, saya lupa, saya ingetnya ya mau ajak kamu makan malam, tapi berhubung kamunya ngga mau dan setuju untuk besok saja, ya saya pikir tidak masalah."

Lah kapan saya bilang setujuh si ini, aduh aku menggaruk kepalaku yang tak gatal sebenarnya.

"Ummm..., bisa lupa gitu ya Pak, yasudah deh Bapak inget aja dulu dan bisa kasih tau saya besok."

"Njiih, Buk. Tapi sambil makan malam ya kasih tau nya, soalnya pembahasannya ini lebih afdol kalau sambil makan malam, Buk."

"Ealah, bisa gitu ya Pak."

"Bisa lah Buk, kalau sama saya bisa semua, Buk."

Kami melanjutkan perjalanan ke rumahku yang memakan waktu sekitar 40 menit karena ditambah macet sedikit, perjalanan kami diiringi oleh banyaknya lampu jalan dan lampu berkelap kelip di sana-sini, tak terasa aku sudah sampai di rumah, dengan seabrek kelelahan yang aku bawa, berharap akan bisa tidur nyenyak malam ini, masalah sate yang ingin dibeli Pak Hari, aku memutuskan tak mau ikut dengannya, karena sudah bisa aku tebak, nanti dia akan membelikan juga untuk ku, pikirku.

Tiiing....

Pertanda bahwa ada pesan di ponselku

"Selamat istirahat Buk Hari, semoga tidur nyenyak dan bisa memimpikan Pak bos."

Aku terbelalak membacanya dan langsung geleng-geleng sendiri, yak ampun ada apa dengan bosku ini, sepertinya dia bener-bener kurang sehat ini, pikirku.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status