Share

5. Kau Merayu Suamiku?

Rich sangat kesal. Karena sempat menolak gadis itu di restoran, istrinya menjadi curiga dan terus menyelidiki. Cataline memaksa Rich untuk jujur di mana dia bertemu gadis itu dan apa yang sudah mereka lakukan. Berapa kali pun Rich membela diri, Cataline masih terus mendesak bahkan sampai mengancam akan menanyakan sendiri pada Jovanka. Dan jika itu mengatakan yang sebenarnya, percayalah Cataline tidak akan percaya mereka bertemu di toko kue. Akan semakin panjang masalah yang Cataline buat untuk membuat suaminya frustasi.

"Kau dendam padaku? Jawab!" tanya Rich sekali lagi, suaranya tak lagi keras seperti tadi.

"Aku tidak mengerti maksud Anda, Tuan. Jika menurut Anda karena kejadian di toko itu, aku sudah meminta maaf. Tapi jika menurut Anda aku mengikuti dan mencari tahu tentangmu untuk sesuatu, itu jelas salah. Aku membutuhkan uang untuk kuliah, itu sebabnya aku mendaftarkan diri sebagai penyewa rahim." Jovanka menjelaskan panjang lebar, tak senang dia dituduh memata-matai seseorang. 

Pria itu terdiam oleh penjelasan Jovanka, mungkin dia sudah keterlaluan menuduh seorang gadis karena masalahnya dengan Cataline. Dia menghela napas panjang dan membuangnya kasar.

"Sebuah kebetulan kita bertemu berkali-kali? Menurutmu aku akan percaya?" Harga dirinya yang tinggi membuat Rich tak mau mengakui dirinya yang berlebihan.

"Terserah, itu hak Anda. Dan jika Anda sangat keberatan memakai jasaku, batalkan itu sekarang sebelum terlambat, Tuan. Aku tidak ingin berurusan dengan orang yang suka menuduh. Maaf, permisi."

"Berhenti!" peringat Rich, membuat Jovanka terpaksa menghentikan kakinya.

'Apa lagi maunya pria ini?' 

Jovanka kesal tapi tak bisa melakukan sesuatu. Ketika mendaftarkan diri, Jovanka sudah membaca semua syarat yang dituliskan di website. Seorang penjual jasa tidak diijinkan menolak klien untuk menjaga nama baik yayasan. Dia akan didenda jika berani melakukannya. Hanya bisa berharap pria itu yang akan menolaknya sehingga mereka tak lagi bertemu. 

"Ada yang ingin Anda katakan lagi, Tuan?"

"Kenapa kau masih keluyuran di tengah malam?"

Apakah dia baru saja bertanya? Bukankah itu aneh?

"Maaf?" Jova tidak yakin dengan pendengarannya jadi dia meminta pria itu menjelaskan.

Berjalan dengan gagah Rich ke arah Jovanka, berdehem sekali sebelum membuka suara. "Maksudku, kami akan memakai jasamu, bukankah seharusnya kau tidak keluyuran seperti ini?"

Jova tertawa pendek dan berkata, "Kita bahkan belum menandatangani kontrak, jadi Anda tak perlu memikirkannya. Jika Anda tak suka, Anda boleh menolakku."

Dia tampak tegar dan keras kepala tapi matanya terlihat sendu. Rich merasa ada sesuatu yang sulit diartikan dari tatapan mata gadis itu. Dan sejujurnya, Rich sudah mengamatinya sejak Jovanka duduk memakan rotinya, dan dia sempat terenyuh melihat gadis itu menangis. Sesulit apa hidupnya sampai menangis sambil makan? 

"Begini," Rich mengatur ekspresi wajahnya kembali berwibawa. "Jika istriku bertanya, katakan kita tidak pernah bertemu. Kau akan mendapat masalah jika menjawab sembarangan, mengerti?"

Jovanka bingung dan mulutnya terbuka akan bertanya, tapi segera dipotong oleh Rich.

"Jangan bertanya kenapa. Lebih baik tak banyak tahu untuk menjaga dirimu sendiri."

Entah... Jovanka tak perlu memikirkannya dan dia mengangguk setuju. "Baiklah. Aku akan mengingatnya."

"Kau akan pulang?" 

Jovanka semakin bingung dengan pria itu, tapi dia tak boleh banyak tahu. "Ya."

"Di mana rumahmu, biar aku antarkan. Ini sudah larut dan orang jahat banyak berkeliaran di mana-mana"

Gadis itu sampai melongo oleh tawaran pria di depannya. Bukankah tadi dia sangat membenci Jovanka? Apakah dia memiliki gangguan kejiwaan?

"Tidak perlu, Tuan, aku bisa menjaga diriku." 

"Jangan terlalu percaya diri, aku tak berniat menjagamu.  Di sini ada CCTV yang merekam, jika sesuatu terjadi padamu, aku pasti terlibat karena berbicara denganmu." 

Oh... padahal Jovanka tidak bermaksud demikian, dan menjadi sangat malu. 

"Masuklah ke mobilku, biar kuantarkan ke rumahmu. Aku memiliki istri yang sangat cantik jadi jangan berpikir aku berselera padamu."

Menolaknya hanya akan membuat pria itu semakin menghinanya, jadi Jovanka mengatakan dirinya akan mencari hotel kecil untuk menginap. Pria itu tidak banyak bertanya dan langsung mengantarkan Jovanka ke penginapan yang tak jauh dari tempat mereka.

"Terima kasih, Tuan," kata Jovanka setelah turun dari mobil Rich. Dia tak melihat ke belakang dan langsung memesan sebuah kamar. Dia sangat lelah dan hanya ingin tidur. Jovanka melupakan semua masalahnya hari ini juga bayangan seperti apa pesta ulang tahun Queena di rumah. Dia tak ingin memikirkan itu.

*** 

Hari ini mata kuliah tidak terlalu banyak. Pukul sebelas Jovanka duduk dengan Sarah dan bercerita tentang pertemuannya dengan calon klien, kemarin. Tentu saja Jovanka hanya membahas pertemuan resmi di restoran.

"Jadi kau akan mengandung anak mereka?" Sarah terkejut sampai suaranya tidak terkontrol. "Maaf, aku terlalu bersemangat." Sarah menutup mulutnya dan melihat sekitar, beruntung taman kampus masih sepi.

"Belum. Hanya jika fisikku memenuhi syarat, masih ada tes kesehatan selanjutnya."

"Aku bingung akan berdoa apa untukmu. Semoga tes itu lolos dan kau mendapatkan klienmu, atau apakah aku harus berdoa semoga kau tidak memenuhi syarat? Rasanya sangat tak rela melihat kau melakukan ini, tapi selalu menolak bantuanku." 

Jovanka memahami perasaan sahabatnya dan dia tidak marah. Dia mengeluarkan ponselnya yang berdering lantas menghentikan Sarah yang masih terus mengoceh.

"Ketua yayasan meneleponku, diam lah sebentar," katanya lantas mengangkat panggilan itu. 

Ketua yayasan memintanya datang ke Rumah Sakit untuk melakukan pemeriksaan kesehatan. Jovanka tidak menduga akan secepat ini. 

"Baik, Nyonya, aku akan datang."

Setelah panggilan berakhir, Sarah buru-buru bertanya, "Kenapa? Dia memintamu datang lagi?"

"Ya. Aku harus ke Rumah Sakit untuk melakukan tes." Jovanka menatap sahabatnya dan sangat malu berkata, "Sarah, boleh aku meminjam uangmu? Sebenarnya... tanggal gajianku minggu depan dan aku sudah kehabisan uang."

"Itu baru sahabatku!" Sarah mengeluarkan dompetnya dan memberi beberapa lembar. "Pakailah ini dan jangan pikirkan untuk mengembalikannya segera, aku tahu kau sedang kesulitan."

"Terima kasih, Sarah, aku akan selalu mengingat kebaikanmu."

Dia tak sempat ke toko kue meminta pinjaman pada Nyonya Green, karena kepala yayasan yang menelepon tiba-tiba. Meski Sarah berkata jangan memikirkannya, Jovanka sudah berencana akan mengembalikannya setelah mendapat upahnya nanti. Mereka berpisah di taman kampus dan segera Jovanka menuju Rumah Sakit tempat perjanjian.

Jarak yang tidak terlalu jauh sehingga Jovanka tiba dalam dua puluh menit saja. Dia bergegas menuju tempat di mana ketua yayasan sudah menunggu dengan Nyonya Cullen. 

"Maaf terlambat, aku  baru selesai kuliah," kata Jovanka enggan.

"Tak masalah. Aku ingin segera mengetahui tes kesehatanmu agar rencana segera berjalan. Duduklah lebih dulu sembari menunggu dokter memanggil." Cataline Cullen berkata penuh wibawa persis seperti suaminya. 

"Baik, te-terima kasih." Jovanka akan duduk di sebelah kepala yayasan tapi Cataline segera menghentikannya.

"Duduklah di sini, aku perlu berbicara denganmu."

Ada apa lagi? Tadi malam suaminya menemui Jovanka dan marah-marah, menyuruhnya berbohong agar tidak memberitahu mereka pernah bertemu. Sebenarnya ada masalah apa pasangan suami istri itu?

"Kau dan suamiku pernah bertemu sebelumnya, tepatnya di mana itu? Kalian pernah berhubungan? Kau mungkin merayunya? Bagaimana reaksi suamiku ketika kau merayunya?" 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status