"Ketua Xie, sudah larut malam begini, sungguh suatu kehormatan bagi kami." Biksuni Pai menemui tamu yang datang di tengah malam itu.Di hadapannya berdiri pria berambut putih dengan hanfu berwarna hitam polos tanpa motif. Sebuah guzheng ada dalam dekapannya. Dia diiringi oleh kedelapan orang dengan penampilan yang cukup mencolok. Mereka adalah Ketua Sekte Sembilan Pintu Kematian, Xie Jing Cuan dan kedelapan ketua pintu kematian.Ang Hui, Chao Yun, Ang Bei, Kang Li, Dun Ming, Xinxin dan Wu Hongyi. Tanpa Dong Fai, hanya mereka berdelapan yang turut menemani Xie Jing Cuan untuk berdoa di kuil seperti biasanya yang mereka lakukan setiap tahunnya."Biksuni Pai, maafkan aku jika kami mengganggu ketenangan kuil." Xie Jing Cuan tersenyum tipis dan menundukkan kepalanya, menjura memberi hormat pada sang biksuni."Ketua Xie, kuil ini merupakan bagian dari wisma Lonceng Naga. Hanya karena kemurahan hatimu, kuil ini menjadi bagian yang terpisah dan dapat dikunjungi oleh siapa pun yang ingin berdo
"Tuan, Biksuni Pai sedang memimpin doa bersama Ketua Xie Jing Cuan dan para ketua pintu kematian. Mohon bersabarlah!" Biksuni muda itu membungkukkan tubuhnya di depan Zhao Lu Yang."Aku tidak peduli! Buka pintu gerbang kuil sekarang juga!" Zhao Lu Yang menatapnya tajam."Saya sungguh tidak berani Tuan." Biksuni itu menyahut dengan takut-takut."Dobrak pintunya!" Zhao Lu Yang mengabaikannya dan meminta para prajuritnya untuk mendobrak pintu kuil."Minggir!" Zhao Lu Yang mendorong sang biksuni muda, hingga gadis itu terhuyung dan hampir terjatuh. Salah seorang rekannya segera menangkap tubuhnya dan mereka berdua tidak berani mencegah tindakan Zhao Lu Yang.Di pagi buta itu, Zhao Lu Yang mendatangi Kuil Dewa Naga dengan membawa pasukannya. Dia mendengar kabar mengenai Nanggong Ningli yang membuat kekacauan di kota dan menyebabkan tandu yang membawa selir kesayangannya terguling dan sang selir terluka.Para prajuritnya melaporkan jika Nanggong Ningli terlihat memasuki kuil Dewa Naga semal
"Baiklah Ketua Xie, mari kita beristirahat di sana!" Biksuni Pai memimpin jalan menuju sudut pelataran kuil yang teduh dipayungi pohon-pohon persik tua."Ketua Xie!" Zhao Lu Yang tiba-tiba memanggil pria berambut putih itu dan mendekatinya. Membuat Xie Jing Cuan dan yang lainnya menghentikan langkah."Ada apa Tuan Zhao? Apakah kau akan menggeledahku juga?" Xie Jing Cuan berhenti dan menatap sang penguasa kota Tanah Bebas itu sembari tersenyum tipis."Bukan menggeledah, lebih tepatnya aku memintamu dan juga kedelapan ketua yang lain untuk tetap tinggal di sini hingga prajuritku selesai memeriksa kuil ini." Zhao Lu Yang menyahut datar ucapan Xie Jing Cuan tanpa merespon senyum sang ketua sekte yang terkesan meremehkannya."Baiklah! Kau tidak keberatan bukan jika kami duduk dan beristirahat di sana?" Xie Jing Cuan kembali tersenyum tipis kemudian melanjutkan langkahnya mengikuti Biksuni Pai diiringi para ketua pintu kematian.Zhao Lu Yang hanya menganggukkan kepalanya dan menatap kepergi
"Tuan Zhao, kami telah memeriksa seluruh kuil. Namun, tidak ada tanda-tanda keberadaan seseorang yang mencurigakan." Kepala prajurit melapor pada Zhao Lu Yang setelah cukup lama mereka menggeledah kuil."Begitu? Apa kau yakin?" Zhao Lu Yang menyipitkan matanya, menatap kuil yang berdiri kokoh di hadapannya."Benar Tuan. Justru saya mendapatkan laporan dari beberapa prajurit mengenai wisma Lonceng Naga." Kepala prajurit menyahut lirih seraya melirik sudut halaman di mana para anggota sekte Sembilan Pintu Kematian sedang menunggu selesainya penggeledahan kuil."Begitukah? Apakah itu bisa dipastikan?" Zhao Lu Yang menatap tajam sang kepala prajurit."Iya Tuan," sahut sang Kepala Prajurit dengan yakin."Baiklah! Aku harus berpamitan dan meminta maaf pada Biksuni Pai dan juga sepupuku tersayang." Zhao Lu Yang tersenyum tipis dan meninggalkan para prajuritnya.Dia melangkah dengan berwibawa seperti biasanya, diiringi beberapa orang kepercayaannya untuk menemui Biksuni Pai dan Xie Jing Cuan.
"Nona, Ketua Xie dan para ketua pintu kematian sudah pergi." Yu melaporkan situasi di kuil pada Wenwan."Bagaimana dengan Zhao Lu Yang?" Wenwan tersenyum tipis menatap bayangan wajahnya di cermin."Tuan Zhao telah pergi. Sepertinya dia marah sekali." Yu menyahut dengan santai."Kenapa? Apa karena tidak menemukan orang yang dicarinya?" Wenwan menanggapinya dengan tenang. Dia kembali menyisir rambutnya dengan hati-hati."Karena Ketua Xie memintanya untuk tidak berbuat seenaknya di Wisma Lonceng Naga. Sepertinya orang yang Tuan Zhao cari kini berada di wisma milik Ketua Xie." Yu menjelaskan apa saja yang dilaporkan para biksuni kecil padanya tadi, sepeninggalan Zhao Lu Yang dan para prajuritnya."Begitu?" Wenwan tersenyum dan meletakkan sisirnya di atas meja. Perlahan dia berdiri dan memperhatikan kakinya yang terkilir kemarin. Masih cukup sulit untuk bergerak leluasa seperti biasanya karena kakinya masih membengkak."Nona sudah waktunya berdoa di kuil." Hu tiba-tiba saja datang diiringi
"Nona Wenwan?" Wu Hongyi menatap pelayan wisma yang baru saja melapor padanya."Benar Ketua Wu. Ketua Ang Bei baru saja membawanya kembali ke wisma. Sekarang Tuan Wu tengah memeriksa kakinya yang terkilir." Pelayan itu menjelaskan lebih lanjut apa saja yang baru terjadi di wisma."Baiklah! Pergilah ke sana dan katakan pada Tuan Wu untuk mengobati Nona Wenwan sebaik mungkin." Wu Hongyi mengibaskan tangannya, meminta pelayan itu untuk segera melaksanakan perintahnya.Pelayan itu membungkukkan tubuhnya dan bergegas pergi, kembali ke Paviliun Camelia. Sebuah paviliun yang ada di bagian depan wisma dan menjadi tempat favorit beberapa tamu karena sangat nyaman dan mudah dijangkau, tidak terlalu jauh dari aula utama dan restauran Richu."Apakah kau yakin akan tetap merawatnya?" Xie Jing Cuan mendekati Wu Hongyi dan berdiri di sebelahnya."Aku rasa itu bukan masalah. Nona Wenwan tidak akan menyulitkan kita." Wu Hongyi tersenyum tipis, melirik pria berambut putih di sebelahnya.Keduanya berada
"Tuan Zhao Lu Yang, sungguh suatu kehormatan Anda mengunjungi kami!" Wu Hongyi menyapa Zhao Lu Yang dengan ramah begitu tiba di aula utama wisma."Ketua Wu, aku tidak akan berbasa-basi denganmu atau pun Ketua Xie. Aku dan prajuritku datang kemari untuk menggeledah wisma ini." Zhao Lu Yang menatap tajam wanita berambut putih itu.Tidak ada sedikit pun niatnya untuk beramah tamah atau sekadar berbasa-basi seperti biasanya. Sikapnya pun tidak seperti biasanya yang selalu santun selayaknya para tuan muda dari keluarga terhormat."Begitu? Bukankah Ketua Xie sudah memperingatkanmu sewaktu di kuil kemarin?" Wu Hongyi pun tak lagi bersikap ramah seperti tadi.Tidak ada senyum manis di bibirnya dan sikapnya pun tak lagi lemah lembut meski juga tidak serta merta bersikap seperti terhadap musuh."Ketua Wu, kau pasti sudah jelas bukan dengan peraturan Tanah Bebas?" Zhao Lu Yang bertanya padanya dengan datar."Tentu saja aku maupun Ketua Xie sangat memahami peraturan yang kau buat. Karena itu kema
Manor Zhao, Tanah BebasLukisan itu tergantung di dinding ruang belajar. Sebuah lukisan seorang wanita cantik tengah memetik guzheng."Duan Xiao Jiao, akhirnya kekhawatiranku terjadi. Kau mati sia-sia." Zhao Lu Yang, penguasa Tanah Bebas, menatap lukisan itu dengan muram."Ao Yu Long masih hidup dan kau telah mati bahkan tanpa sempat dimakamkan dengan layak. Sungguh malang nasibmu." Zhao Lu Yang menyentuh lukisan itu dengan hati-hati.Duan Xiao Jiao adalah putri bungsu Tetua Duan dan adik Jenderal Duan Xiao Tian, berbeda ibu. Jiao-Jiao adalah putri dari selir, tetapi karena dia satu-satunya putri Tetua Duan, dia dibesarkan di bawah nama Nyonya Di dan dianggap sebagai putri Di Manor Duan."Kau ini konyol atau bodoh. Kau bisa menjadi seorang permaisuri tetapi kau memilih berdiam diri dan memendam semuanya hingga menjadi dendam yang membawamu dalam kematian." Zhao Lu Yang mendesah pelan.Terdengar suara langkah kaki, pelan, mendekatinya dan berhenti di belakangnya. "Tuan Zhao, ada seseor