Share

Part 2

"Apa yang kamu lakukan, Alin? Sakit!" erang Mas Alex sambil memegang senjata miliknya. Pun dengan si pelakor yang terus saja menangis meraung-raung membuat beberapa orang tetangga akhirnya datang karena mungkin penasaran.

"Ada apa ini?" tanya salah seorang tetangga yang baru saja datang.

"Memberi pelajaran laki-laki mata keranjang serta tidak tahu diri sama pelakornya!" jawabku sambil melelas plastik berlumur sisa sambal lalu membuangnya ke tong sampah.

"Pelakor? Maksud mbaknya apa?" Seorang ibu berkacamata ikut bertanya.

"Laki-laki itu suami saya, dan perempuan mu*ahan itu asisten rumah tangga saya. Mereka berdua tadi sedang berzina di dalam kamar, makanya saya langsung memberi mereka pelajaran!"

"Waduh, Siti. Ternyata diam-diam kamu seorang pelakor? Pantesan selama tinggal di sini kamu sering banget pamer perhiasan mahal, pamer baju bagus dan juga juga uang banyak. Hasil memeras suami orang toh? Nggak nyangka saya!" Bukannya menolong Siti, mereka malah asik ikut mencaci.

Dua bocah yang tadinya sedang asik bermain ponsel di ruang tamu akhirnya berlari menghampiri dan ikut menangis melihat mamanya menjerit-jerit histeris.

Namun tidak lama kemudian seorang ibu membawanya ke luar dari ruangan, karena menurut dia hal seperti itu tidak pantas sampai dilihat oleh anak di bawah umur.

Bu RT bersama seorang scurity datang menerobos kerumunan, menyuruh warga segera menolong Mas Alex dan Siti yang sudah terlihat lemas di atas pembaringan, akan tetapi semua menolak untuk membantu.

"Untuk apa kita nolongin pelakor, Bu RT. Nanti habis kita tolong, sudah sembuh, suami kita diembat sama dia!" tukas ibu berdaster ungu seraya mencebik bibir.

Aku tersenyum penuh kemenangan. Rasain kalian berdua. Ini baru permulaan. Aku bisa melakukan hal yang lebih sadis daripada ini nanti jika kalian masih berani berbuat macam-macam.

"Maaf, Mbak ini siapa? Sepertinya Mbak bukan warga sini, ya? Kenapa Mbak membuat keonaran di kampung kami?" tegur perempuan bertubuh gempal itu seraya menatap tidak suka.

"Saya hanya memberi pelajaran kepada pelakor dan suami saya yang tidak tahu diri itu, Bu. Memangnya salah? Lagian, masa Ibu sebagai pimpinan di sini akan membiarkan warganya berbuat zina?"

"Mereka tidak berzina, Mbak. Mbak Siti dan Mas Alex itu suami istri. Mereka sudah lapor kok sama saya pas baru pindah ke daerah sini!"

"Apa? Suami istri? Apa mereka membawa surat nikah pas melapor? Pasti tidak 'kan? Karena meraka itu memang bukan suami istri. Saya istri sahnya Mas Alex!"

"Mereka memang tidak membawa surat nikah, karena mereka menikah di bawah tangan."

Aku terkesiap mendengar penuturan perempuan itu. Sudah sejauh itu kah hubungan mereka? Atau, semua hanya akal-akalan saja supaya mendapatkan izin tinggal.

Ya Allah...jika iya Mas Alex dan Siti sudah menikah, aku tidak akan segan-segan menghancurkan hidup mereka berdua. Tidak terima melihat orang yang telah memporak-porandakan hidupku itu bahagia di atas penderitaanku.

"Kok Bu RT malah belain pelakor? Jangan-jangan Ibu dulu dapetin bapak dari hasil ngrebut juga? Makanya pro sama pelakor seperti si Siti!" celetuk ibu berkacamata seraya menatap mencemooh ke arah Bu RT.

"Saya tidak bermaksud membela Mbak Siti. Biar bagaimanapun dia itu kan warga saya, jadi saya harus membantunya. Kalau nanti dia dan suaminya sampai kenapa-kenapa kan kita juga yang repot!" sanggah wanita yang aku tafsir berusia sekitar empat puluh tahunan itu.

"Udah, ah. Lebih baik kita pulang saja. Biar dia tahu rasa. Sakit yang dia rasakan saat ini mungkin tidak sebanding dengan apa yang sedang dirasakan istri sahnya Mas Alex saat tahu kalau suaminya sudah membagi hati dan raga!" Seorang wanita bergamis hitam berujar seraya menarik diri dari kerumunan.

Pun dengan ibu-ibu yang lainnya. Satu per satu mereka pergi, membiarkan dua insan menjijikkan itu terus merintih menahan perih di pangkal paha.

Sementara Siti dan Mas Alex masih mengerang di atas tempat tidur, menatap mengiba ke arah kami semua seperti minta bantuan.

Terlalu sadis memang cara yang aku lakukan, namun itu tidak sebanding dengan pengkhianatan yang sudah meraka perbuat.

Selama ini aku selalu baik kepada keluarga suami. Loyal terhadap Siti yang mengaku seorang janda, tidak pernah menyangka ternyata kebaikanku dibalas dengan dusta. Menyakitkan.

Sebenarnya apa sih istimewanya si Siti. Kalau dilihat dari segi penampilan dia tidak terlalu cantik. Tubuh gembrot serta kulit gelap, tetapi mampu merobohkan iman Mas Alex suamiku. Apa jangan-jangan ternyata mata Mas Alex terkena katarak sampai-sampai melihat dia saja langsung terpesona dan mengkhianati cintaku?

"Alin, mau ke mana? Tolong bawa Mas ke rumah sakit, Sayang. Mas nggak kuat. Apa kamu mau Mas mati dan Maura menjadi anak yatim?" lirih suamiku penuh dengan permohonan, ketika melihatku keluar dari kamar gundiknya.

Lebih baik Maura jadi anak yatim daripada memiliki ayah seperti dia.

Membuka tas suami yang tergeletak di atas meja, mengambil dompet serta isinya tidak lupa juga kunci mobil aku sita.

"Mbak cantik yang sabar ya," kata tetangga Siti ketika aku keluar dari rumah tersebut.

Aku hanya tersenyum getir, mencoba menutupi luka yang menganga di dalam dada.

"Pak, ada yang bisa bantu antarkan motor saya ke rumah? Nanti saya kasih upah sama ongkos ojek buat pulang lagi ke sini," ucapku kepada tukang ojek yang kebetulan mangkal tidak jauh dari tempat tinggal Siti.

Tidak lama kemudian seorang pria paruh baya mengajukan diri untuk mengantar, dan aku segera menyalakan mesin kendaraan roda empat yang tadi pagi dibawa Mas Alex ke tempat gundiknya meninggalkan tempat terkutuk tersebut.

Ketika dalam perjalanan, ponsel milikku terus saja berdering. Ada panggilan masuk dari Rani adik iparku. Sepertinya dia ingin menagih uang yang Mas Alex janjikan kepadanya.

Lebih baik kuabaikan saja, biar nanti dia menghubungi Mas Alex dan tahu keadaan sang kakak saat ini.

Ting!

Aku menatap layar ponsel saat Reni mengirimkan pesan ke aplikasi berwarna hijau.

[Mbak, mana jatah bulanan aku. Ini sudah tanggal berapa? Biasanya Mas Alex kirim aku lima juta pas awal bulan loh. Aku butuh uang buat makan sehari-hari sama buat ongkos ke kampus.]

Keningku berkerut-kerut membaca pesan dari adik iparku. Bukannya kemarin Mas Alex bilang sudah mengirimkan uang ke adiknya? Pasti uang jatah Rani pun dia pakai untuk menyenangkan si pelakor.

.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Teguh
sedap sambal terasi
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status