Share

Bab 2

Alpha tidak tau harus bersikap seperti apa setelah ditarik oleh perempuan asing menerobos rumahnya sendiri. Kalau saja yang menarik Alpha dengan semena-mena adalah bu Warni—tetangganya—Alpha tidak akan marah. Namun ini beda cerita. Bukan bu Warni yang menarik pergelangan tangan Alpha, tapi perempuan asing tidak tau diri yang sudah Alpha usir tapi tidak mau pergi. Alpha ingin memukul apa saja rasanya karena kesal.

"Tinggalkan rumah saya. Laki-laki tadi pasti sedang mencari kamu," datar Alpha menatap Saras. Perempuan itu berdiri di hadapannya, sedangkan Alpha duduk di pinggiran sofa.

"Beneran nggak butuh pembantu, Mas?" Saras masih berharap. Tentu saja, ini harapan terakhir Saras untuk tetap hidup. Saras bisa saja berkelana lagi mencari lowongan pekerjaan, tapi ia terlalu malas.

Alpha menggeleng tegas. "Tolong segera tinggalkan rumah ini. Mumpung saya masih baik."

Saras menatap Alpha sinis. "Kalau baik ya terima saya kerja di sini, bukan ngusir." Saras mendumel. "Saya baru aja mengalami kejadian kurang mengenakan. Mertua saya jahat, adik ipar saya mesum dan suami saya gila perempuan. Saya terpaksa kabur dan nggak bawa uang. Saya butuh pekerjaan dan juga... tempat tinggal."

Saras spontan bercerita. Terlanjur sedih dan kecewa karena Alpha tidak bersimpati padanya. Saras terlihat begitu menyedihkan. Tidak kah Alpha merasa kasihan? Merasa iba barang hanya 1% saja?

"Lalu?"

Kepala Saras terangkat, menatap wajah datar Alpha. "Tolong bantu saya, Mas."

Alpha menghela napas jengah. Ia beranjak, menghampiri Saras. Lalu menarik pergelangan tangan Saras, menyeret perempuan itu keluar. Alpha sudah cukup sabar untuk tidak menghubungi satpam.

"Mas, ayolah. Tolong saya. Kita ini sama-sama manusia." Saras berusaha menggapai apa saja agar kakinya tidak meninggalkan rumah ini. Bisa saja Saras dianggap gila dan tak punya harga diri, tapi apa boleh buat? Terkadang harga diri perlu diturunkan sedikit agar seseorang bisa hidup. Ah, mungkin Saras saja yang punya pemikiran demikian.

"Saya bukan manusia."

Setiap manusia punya alasan bersikap kejam pada manusia lain. Alpha sedang tidak butuh siapapun di rumahnya. Ia memang sedang mencari asisten rumah tangga, tapi setelah dipikir-pikir lagi, Alpha bisa mengurus Gani sendirian. Sejauh ini Alpha mengurus putranya dengan baik tanpa bantuan siapapun.

Lagipula, brosur itu bukan Alpha yang memasang, melainkan ibunya. Wanita itu kasihan melihat Alpha kesusahan merawat Gani. Padahal nyatanya, Alpha baik-baik saja.

"Saya nggak peduli. Mau mas bukan manusia, alien, hantu, vampir, manusia harimau atau apalah itu, saya bakal bekerja dengan baik. Gajinya dikit juga nggak papa, Mas," ucap Saras. "Saya janji nggak bakal macam-macam, ma--"

Brak!

Ucapan Saras di sambar bunyi dentuman pintu yang ditutup kuat. Ia meneguk ludah, merasa sia-sia berbicara panjang lebar. Dasar laki-laki jahat! Saras do'akan suatu saat ia menjadi superman dalam hidup laki-laki itu biar dia tau rasa. Apa susahnya menolong orang? Maaf juga karena Saras memaksa, tapi ia tidak punya pilihan lagi. Rumah ibu jauh di kampung sementara Saras tidak memegang uang sepeser pun.

Hidup Saras sepertinya akan segera berakhir. Jika ia mati hari ini karena belum makan, ini adalah mati dengan cara paling konyol. Semoga di kehidupan selanjutnya Saras terlahir sebagai presiden. Ia akan mencari laki-laki itu dan membunuhnya. Saras akan membunuh siapapun yang berbuat jahat padanya.

Ah, lama-lama Saras bisa gila. Ia mulai berkhayal menjadi presiden.

"Gani nggak suka ya liat papa jahat sama orang."

"Papa nggak melakukan apapun, Gani."

"Tadi Gani liat papa nyeret perempuan, terus ada bunyi pintu di tutup kenceng."

"Gani..."

"Tante!"

Pintu terbuka, menampakkan tubuh mungil seperti tuyul yang kini menatap Saras. Sepertinya dia adalah malaikat penolong yang dikirimkan Tuhan.

"Gani." Alpha muncul di belakang Gani. Tampak menahan kesal.

"Tante kenapa?" Gani mengabaikan Alpha. Fokusnya tertuju pada Saras.

Sebuah peluang. Makhluk kecil nan manis ini pasti anak dari laki-laki datar itu. Dengan cepat Saras memasang raut wajah sedih. Ia merendahkan tubuh seraya meraih dua tangan mungil bocah bernama Gani itu.

"Tante lagi ada masalah. Sekarang lagi nyari kerjaan. Tadi tante nggak sengaja liat ada brosur nempel di pagar rumah ini. Katanya lagi nyari ART." Mata Saras melirik Alpha yang tampak pasrah. Lalu kembali menatap Gani. "Tante coba tanya sama papa kamu, katanya nggak butuh pembantu. Tapi brosurnya masih baru, nggak mungkin ditempel cuma buat pajangan. Tante butuh kerjaan, tante sekarang juga nggak punya tempat tinggal."

Memalukan sekali. Saras tidak pernah membayangkan akan berada di posisi ini. Kalau saja teman-temannya tau, Saras pasti akan ditertawakan.

Gani punya hati yang lembut. Ia tidak bisa melihat orang lain kesusahan. Terlebih lagi perempuan.

"Kata Oma, papa emang lagi butuh pembantu," ucapnya polos.

Sudut bibir Saras terangkat sedikit. "Tapi kata papa kamu--"

"Papa bohong. Dia emang gitu," balas Gani melirik Alpha sinis.

Pria itu merotasikan bola matanya malas.

Saras tersenyum haru. Ia mengusap kedua matanya yang tak berair. "Jadi tante bisa kerja di sini?"

"Butuh banget ya, tante?" tanya Gani.

Saras menganggukkan kepalanya. "Sekarang tante udah nggak punya apa-apa. Tante juga nggak punya siapa-siapa. Tante sendirian."

Gani menggelengkan kepalanya cepat. "Tante nggak sendirian. Ada Gani."

"Eh?" Mata Alpha praktis melotot mendengar ucapan putranya.

"Sekarang tante ikut Gani ke dalam. Katanya Oma mau datang." Tangan mungil Gani menggenggam satu tangan Saras. Sejenak, Saras diam. Tidak bisa berkata-kata melihat kebaikan bocah dengan senyuman manis itu. Berbeda sekali dengan pria yang sejak tadi bersedekap dada di belakang Gani.

"Jangan sembarang bawa orang, Gani. Kalau dia penjahat gimana?" Alpha menahan Gani agar tidak bisa masuk.

"Mana ada penjahat cantik, papa." Gani menggeleng tidak habis fikir. "Mungkin penjahatnya papa."

Dahi Alpha mengerut. "Kenapa papa?"

"Karena bohong, terus ngusir tante ini. Dia lagi kesusahan loh, papa." Gani mendorong Alpha agar menyingkir dari depan pintu. Ia berjalan dengan senyuman manis, membawa Saras memasuki rumah.

"Gani?" Alpha tidak percaya. Semudah itu Gani akrab dengan orang asing? Apa perempuan itu punya ilmu hitam, makanya mudah memikat hati anak kecil? Wah, Alpha harus segera menyusul. Gani berada dalam bahaya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status