Alpha menatap Gani yang duduk di sebelahnya. Begitu pula dengan Gani, menatap papanya sembari menikmati es krim yang mereka beli sewaktu Alpha menjemput Gani ke sekolah. Ini sebetulnya belum jam pulang Gani. Namun entah kenapa Alpha merasa tidak tenang dan khawatir hingga memutuskan untuk menjemput Gani lebih cepat. "Tante Saras udah sampai di rumahnya pa?" tanya Gani setelah diam-diaman dengan Alpha yang belum juga mengalihkan tatapannya dari Gani.Alpha mengedikkan bahunya. "Nggak tau.""Emangnya nggak papa telvon?" tanya Gani pula."Nggak diangkat," jawab Alpha seraya memalingkan wajahnya dari Gani. Kini tatapannya tertuju pada layar laptop yang menampilkan rekaman cctv pagi tadi. Alpha diam sejenak. Dia betulan telah menelvon Saras. Lima kali, tapi tak diangkat. Pada panggilan keenam, nomor Saras tiba-tiba tidak bisa dihubungi. Alpha tidak ingin langsung menduga-duga. Mungkin saja tidak ada sinyal di kampung Saras, makanya telvon dari Alpha tidak dijawab. Untuk saat ini Alpha ti
Kehadiran Saras di rumah Bastian tidak dinantikan dan tidak diinginkan. Saras dapat melihat dari wajah masam mama dan senyum sinis adik iparnya kala Bastian membawa Saras makan bersama di ruang makan. Mereka terlihat sangat membenci Saras. Namun dengan alasan yang tidak bisa dimengerti, mereka mati-matian mencari Saras ketika dia pergi meninggalkan rumah ini. Saras tidak akan melaporkan kejahatan mereka jika itu yang ditakutkan. Seharusnya mereka berdamai dan melupakan semuanya. Masalah selesai dan Saras bisa hidup dengan tenang.Namun sayangnya, manusia dengan mata tajam itu tak pernah mau menyudahi. Mereka tetap ingin menjadi iblis yang menyiksa Saras sampai mati. Begitulah sekiranya janji mereka terhadap Saras. Aneh. Saras yang hancur, Saras yang kehilangan semua masa jayanya dan Saras pula yang disalahkan. Entahlah, ingin mengeluh bahwa dunia tidak adil, tapi Saras masih diberi napas untuk bisa membalas mereka. Itu adalah salah satu bentuk keadilan yang tidak ingin Saras terima.
Gani ternyata demam. Padahal sepulang sekolah anak itu masih baik-baik saja. Masih bisa tersenyum dan tertawa meski tak seriang biasanya karena masih sedih atas kepergian Saras. Namun pada malam itu, suhu tubuh Gani naik drastis. Tubuhnya panas, pipinya memerah dan anak itu mengigau, memanggil "mama."Alpha langsung membawa Gani ke rumah sakit saat itu juga. Derma juga ikut menjadi sopir. Malam itu tidak ada yang Alpha khawatirkan selain Gani yang tak kunjung sadar kala Alpha panggil. Dia terus menyerukan kata mama dengan suara nyaris berbisik.Setibanya di rumah sakit, Gani langsung di bawa ke unit gawat darurat untuk diperiksa oleh dokter. Sedangkan Alpha dan Derma menunggu dengan cemas di depan ruangan. "Anak bapak mengalami alergi parah. Sebelumnya apakah bapak tau apa yang putra bapak makan?" ucap dokter yang memeriksa Gani.Seharian Gani berada di taman kanak-kanak, tidak berada di bawah pengawasan Alpha. Dia jelas menggelengkan kepala karena tidak tau apa yang putranya makan s
Alpha tersentak kala ponsel di sakunya berdering. Malam ini Alpha menjaga Gani sendirian. Derma sudah pamit pulang beberapa jam yang lalu. Katanya ada kerjaan dan deadline besok pagi. Sedangkan mama baru bisa datang besok pagi karena malam ini masih terjebak macet sehabis menghadiri acara di rumah temannya. Sekarang Gani hanya punya Alpha. Bocah kecil itu sudah cukup membaik. Sudah bisa diajak bicara, meski kala tidur masih mengigau. Kini anak itu terlelap setelah menangis karena tiba-tiba ingin bertemu dengan mamanya yang entah berada di mana. Ponsel Alpha berdering lagi. Alpha sengaja tidak menjawab panggilan tersebut karena berasal dari nomor tidak di kenal. Panggilan kedua masih Alpha abaikan. Panggilan ketiga tetap tak Alpha hiraukan. Hingga pada panggilan keempat, kesabaran Alpha habis. Gani bisa terbangun jika ponsel itu dibiarkan terus berdering nyaring."Apa di rumah anda tidak ada jam? Ini waktunya istirahat. Tidak sopan menelvon pada jam istirahat!" Tanpa basa-basi, Alpha
Saras bergabung di meja makan untuk sarapan bersama. Disusul Bastian yang datang terakhir. Mama dan Aderion sudah lebih dulu di sana, menyantap sarapan mereka tanpa peduli dengan kedatangan Saras. Toh wanita itu tidak pernah menyukainya sejak semua harta Saras habis. Wanita yang dulu mengaku sebagai fans beratnya itu mendadak berubah menjadi musuh yang menginginkan dirinya mati. Ya, banyak hal buruk yang Saras alami sejak perusahaannya gugur. Semua kesalahan dilimpahkan padanya. Hidup mama sial karena Saras. Papa meninggalkan mereka juga karena Saras. Bahkan ketika Aderion terkena kasus kekerasan, Saras juga yang jadi penyebabnya. Padahal Saras tidak melakukan apapun. Dia hanya diam, menerima segala pukulan dan cacian dari mereka.Bastian memberikan piring berisi nasi goreng pada Saras usai mengambil untuk dirinya sendiri. Tersenyum. Bastian menyuruh Saras sarapan. Saras menurut dan menikmati sarapan dalam kesunyian meja makan. "Bang, gue minta uang buat beli vespa baru ya? 10 juta a
"Kamu cantik," puji Bastian kala Saras melangkah menuruni tangga. Mengenakan dress selutut berwarna putih gading dengan rambut di sanggul dan anting yang menggantung di kedua telinga perempuan itu membuatnya terlihat seperti bintang di mata Bastian. Saras menatap Bastian yang menunggunya di ujung tangga. Pria itu mengenakan jas hitam dengan printilan senada. Rambut di tata rapi dengan sisa helaian yang jatuh di dahinya. Bastian tampak tampan. Ya, dia akan terlihat tampan jika tidak banyak tingkah. Bastian mengulurkan tangan kala Saras tiba di ujung tangga. Berlagak seperti pangeran. Saras menerima uluran tangan Bastian, lalu mereka melangkah bergandengan menuju pintu utama. Bastian berkali-kali menoleh untuk menatap wajah Saras. Berkali-kali juga tersenyum, membuat jantung Saras berdetak cepat tanpa seizinnya. Sejujurnya, Saras masih mencintai Bastian. Bahkan ketika Bastian membencinya dan berkali-kali memberikan luka di tubuh dan hatinya, Saras masih tidak bisa melupakan pria itu.
Suami saya.Alpha yang tak sengaja menyaksikan konferensi pers itu melalui layar kaca hanya bisa terdiam. Lalu terkekeh miris, merasa hina karena telah dibohongi oleh perempuan itu. Katanya dia sedang berada di kampungnya, bersama ibunya. Namun nyatanya dia kembali ke rumah Bastian. Berdiri di atas podium dengan senyum lebar seakan ia benar-benar pulang ke tempat yang tepat.Alpha merasa kecewa. Dia berusaha melindungi Saras agar tidak kembali jatuh pada lubang yang sama. Namun naasnya, perempuan itu malah berdiri di sebelah Bastian dengan senyum lebar. Dia tampak menikmati suara riuh dari wartawan. Dia juga tampak tak masalah ketika kamera membawanya tampil di layar kaca. Alpha jadi heran, apa sebenarnya yang terjadi pada perempuan itu. Apa dia benar-benar mengalami kekerasan dalam rumah tangga? Atau itu hanya sebuah permainan yang digunakan untuk menjebak orang-orang? Entahlah, Alpha tidak bisa berpikir jernih sekarang. Dadanya sesak melihat Bastian dan Saras kembali bersama.Lantas
"Kamu sudah tidak punya apa-apa! Jangan belagu! Anak saya juga sudah tak menginginkan kamu!""Ayolah, Bastian nggak bakal tau kalau kita tidur berdua.""Dasar jalang! Bisa-bisanya kamu memfitnah adik saya! Dia tidak mungkin berbuat demikian kalau bukan kamu yang memancing!"Plak!Buagh!"Jangan coba-coba kabur!""Hahahah! Nggak bakal ada yang percaya sama kamu, kak.""Mati saja kamu! Saya tidak akan membiarkan kamu meninggalkan rumah ini dalam keadaan bernyawa! Dasar manantu sialan! Suami saya mati juga karena kamu kan?! Dasar tidak tau diri!"Mimpi itu lagi. Saras terjaga, menatap sekeliling toko yang sudah ramai oleh orang lalu lalang. Ia lagi-lagi ketiduran di tempat ini. Di sebuah toko, di depan jalanan umum. Saras segera beranjak, melangkah pergi. Ia bisa tertangkap jika terus-terusan berada di tempat ramai. Melangkah secepat mungkin tanpa tau kemana arahnya.Dua hari sudah Saras menjadi gelandangan. Ia memutuskan kabur dari rumah. Ibu mertua, adik ipar bahkan suaminya tidak bisa