Usai menyiapkan makan siang, Saras memilih menemani Gani bermain. Tadi dia melihat Gani sibuk di ruang tengah bersama deretan robot-robotnya. Sempat terpikir oleh Saras, betapa kesepiannya bocah itu kala hanya seorang diri di rumah. Bahkan Alpha dengan tenangnya membiarkan anak itu di rumah sendirian. Kalau saja Saras tidak datang, mungkin Gani akan terlihat sangat menyedihkan sebagai bocah laki-laki berumur 4 tahun. Sebab di sepanjang hari, ia hanya tertawa sendirian bersama benda mati yang akrab ia sapa teman.
Terkadang Saras jadi penasaran tentang keberadaan ibu dari bocah itu. Ia masih terlalu dini untuk tidak memperoleh kasih sayang dari seorang ibu."Gani ganteng," panggil Saras seraya melangkah mendekat.Kepala Gani langsung mendongak, menatap Saras dengan dua bola mata yang selalu berbinar. Lalu dengan cepat ia beranjak, meninggalkan teman-temannya hanya untuk duduk di samping Saras."Tante tadi masak apa?" tanya Gani menatap Saras antusias.Saras bergumam singkat. "Spaghetti sama ayam goreng kunyit."Di dalam buku menu yang Saras temukan memang tidak ada menu ayam goreng kunyit. Itu ide asal Saras saja. Karena menurutnya, makanan western tidak terlalu menarik. Gani harus dikenalkan pada cita rasa nusantara. Lagian Alpha itu aneh. Tinggal di Indonesia tapi menolak makan makanan Indonesia. Kolesterolnya kadang memang lumayan, tapi cita rasa seperti itu tidak pernah ditemukan dimanapun."Ada sambal?" tanyanya. Tadi pagi Gani ingin mencoba sambal buatan Saras, tapi dilarang Alpha. Apalah daya, Gani hanya bisa menurut sembari meneguk ludah. Menelan kembali keinginannya untuk makan sambal.Saras memasang wajah kecewa. "Yahh, nggak ada. Papa kamu nggak bolehin masak makanan kayak tadi pagi. Padahal ayam goreng kunyit enak kalau dimakan sama sambel."Gani menghela nafas kecewa. Tangan Saras segera terulur, mengusap bahu Gani. "Lain kali deh, kita makan sambel, berdua."Gani menarik sudut bibirnya sedikit. "Makasih, tante."Saras tersenyum lebar. Rasanya begitu menyenangkan bisa menghabiskan waktu bersama anak kecil seperti Gani.Dulu sekali, sewaktu rumah tangganya masih baik-baik saja, Saras dan Bastian sempat ingin punya anak. Mereka menginginkan anak laki-laki karena menurut Bastian, anak laki-laki dapat menjadi pewaris. Saras juga menyukai anak laki-laki tanpa alasan yang jelas. Suka saja begitu. Namun naasnya, keinginan mereka tidak terealisasikan karena Saras keburu bangkrut dan Bastian berubah dengan cepat. Kini, rumah tangga mereka telah berakhir. Saras menganggapnya begitu. Cepat atau lambat, Saras akan mengajukan gugatan cerai dan membawa dirinya serta ibunya jauh dari keluarga bejat itu. Saras akan menemukan cara untuk melepaskan diri dari Bastian dan keluarganya."Sebentar lagi papa pulang. Tapi dia kayaknya nggak makan, sama kayak tadi pagi." Ada nada sedih yang membersamai ucapan Gani.Saras menatap bocah di pelukannya itu dengan dahi berkerut. Saras pikir Alpha bersikap seperti tadi pagi karena ada dirinya. Namun ternyata, Alpha memang sudah biasa bersikap seperti itu."Kok gitu? Biasanya papa kamu nggak pernah makan di rumah?" tanya Saras."Papa pulang cuma buat masakin dan liatin aku makan. Habis itu balik lagi ke kantor dan bakal ketemu lagi nanti malam. Aku nggak tau kenapa papa nggak pernah sarapan atau makan siang di rumah. Dia selalu bilang, dia nggak lapar," jelas Gani."Papa kamu tuh aneh ya," cerca Saras tidak habis fikir. Setidaknya Alpha meluangkan sedikit waktu untuk menghabiskan beberapa menit bersama Gani. Memang agak aneh pria itu. Sarapan dan makan siang bersama anaknya saja tidak bisa. Pasti Alpha tipe pria gila kerja yang abai pada keluarganya. Mungkin istrinya tidak betah dengan sikap Alpha dan memutuskan untuk berpisah.Gani tertawa begitu saja melihat muka kesal Saras. "Akhir-akhir ini papa emang sibuk banget. Tapi nggak papa kok, aku ngerti.""Sekali-kali marahin dong, Ga. Kamu nggak bisa terus-terusan ngertiin orang dewasa. Ah, ribet juga nih kalau tante jelasin." Saras terkekeh lagi. "Intinya bilang aja ke papa kamu kalau kamu nggak mau sarapan sendirian, nggak mau makan siang sendirian. Maunya sama papa."Gani menganggukkan kepalanya.Ada hening sejenak."Tante...selamanya di sini kan?"Mata Saras tertuju pada Gani dengan cepat. Tak langsung menjawab, melainkan diam beberapa saat."Gani seneng kalau tante bisa selamanya di sini," sambung bocah itu tersenyum manis.Saras turut tersenyum. "Tante juga seneng kalau bisa di sini selamanya.""Jadi mama aku aja gimana?""Ekhm."Saras terselamatkan berkat kepulangan Alpha. Pria itu berdiri di belakang sofa yang mereka duduki. Saras tidak tau pasti kapannya Alpha ada di sana, tapi semoga saja dia baru datang. Sebab, tadi Saras dan Gani sempat membicarakan Alpha.Pertanyaan Gani terabaikan begitu saja. Anak itu juga tidak terlalu peduli karena fokusnya tertuju pada sang ayah. Ia turun dari sofa dengan cepat, berjalan mengitarinya dan berakhir dengan memeluk Alpha."Papa lama banget." Alpha merendahkan tubuhnya, membiarkan kepala Gani bersandar di bahunya."Tadi jalanannya sedikit macet." Alpha melirik Saras sekilas. "Kamu udah makan?""Belum. Gani nungguin papa.""Yaudah, ayo makan bareng," ajak Alpha seraya meraih Gani ke dalam gendongannya.Kemudian berlalu pergi, mengabaikan Saras yang sibuk mengotak atik remote tv.Saras melihat ke arah Alpha yang sudah berjalan menjauh. Ia spontan bernafas lega. Kalau saja Alpha tidak datang, Saras pasti sudah membeku karena tidak tau bagaimana caranya menjawab pertanyaan Gani.'Saya akan memberikan 20% saham De Amora kepada siapapun yang berhasil membawa kembali istri saya. Saraswati Oryza, ayo pulang. Kita selesaikan semuanya dengan cara baik-baik.'Tubuh Saras menegang setelah tak sengaja menonton berita sayembara yang dibuat oleh Bastian. Pria itu benar-benar tidak menyerah dan terus berupaya mencari dimana ia berada.Pasti semua orang mulai berlomba-lomba menemukan keberadaan Saras. Hadiah yang ditawarkan lumayan. Saras tidak bisa berkeliaran dengan bebas.Apa Alpha tau?Saras segera mematikan televisi, lalu berbalik, hendak menemui duda anak satu itu di ruang makan. Namun naas sekali, Saras sudah lebih dulu menemukan Alpha berdiri di dekat sofa. Kedua tangannya terlipat di depan dada, menatapnya dengan sorot mata tak bisa Saras baca."Pak Alpha?""Saya akan mengantar kamu pulang."Detak jantung Saras berdetak cepat. Terlebih kala mendapati Alpha berdiri tak jauh darinya.
Mata tajam pria itu seolah menusuknya.
"Jangan lari dari masalah, Saras," tegasnya sembari terus melangkah mendekati Saras.
Rasanya, roh Saras ingin keluar dari tubuhnya. Rupanya berita itu sudah terdengar oleh telinga Alpha. Seharusnya Saras tak perlu heran sebab ia tau siapa Bastian. Pria itu bukan orang sembarangan yang mudah di lawan. Bastian tidak akan menyerah sebelum apa yang ia inginkan berhasil ia dapatkan. Membuat berita dengan iming-iming saham tentu dengan mudah menarik atensi siapapun. Tidak ada yang tidak tergiur dengan jumlah yang cukup lumayan itu. Termasuk orang kaya seperti Alpha."Tinggalkan rumah saya dan selesaikan masalah kamu," ujar Alpha.Saras menggelengkan kepalanya. Mau bagaimanapun, Saras tidak bisa kembali. Saras lebih suka mati ketimbang harus pulang dan hidup di rumah Bastian yang tak ada bedanya dengan neraka. "Saraswati Oryza," Alpha menunduk, menatap lurus pada netra coklat Saras. "Sejak awal, saya sudah tau kalau kamu adalah Saraswati Oryza. Kamu istri dari orang terpandang yang pernikahannya disaksikan seluruh dunia. Bagaimana kamu bisa lupa dengan diri kamu dan lari ke
Alpha kembali ke kantor usai makan siang. Saras sedikit lega kala Alpha tidak bertanya lebih jauh lagi perihal dirinya dan Bastian. Setidaknya Saras bisa tenang hingga semua barangnya tersimpan dalam koper, lalu bersiap untuk meninggalkan rumah ini. Biarlah Saras menjadi gelandangan lagi asalkan ia tidak ditemukan oleh Bastian. Yang paling penting Alpha dan Gani tidak boleh terlibat.Usai makan malam bersama Gani, Saras mulai merapikan barang-barangnya. Sedangkan Gani pergi ke kamarnya untuk bermain dengan robot-robot dan mainan baru yang entah ia dapat darimana.Helaan napas panjang keluar dari mulut Saras. Akhir-akhir ini hidupnya penuh dengan ujian. Setelah perusahaan bangkrut, lalu keluarga dan suami yang berubah drastis dan kini harus hidup luntang lantung. Agak lucu sebetulnya. Saraswati yang dulunya bisa membeli seluruh dunia mendadak tidak bisa makan. Hidupnya berubah begitu cepat. Karena kelalaiannya, Saras harus menderita dan hidup seperti gelandangan. Bahkan untuk mengabari
Saras berada di posisi serba salah. Sebetulnya ia bisa pergi tanpa harus peduli pada Gani yang sejak tadi duduk di sudut ruang tamu sembari menekuk lutut. Tadi bocah itu menangis, meminta Saras untuk tetap di sini karena ia bisa kesepian lagi jika Saras pergi. Tapi Saras tidak bisa. Ia mendadak tidak tega. Dari arah pintu masuk, Alpha berlari menghampiri Saras yang berdiri sembari menggenggam gagang koper yang siap diseret. Nafas pria itu tak beraturan, seperti sehabis berlari dari Anyer ke Panarukan.Melihat kedatangan Alpha, Gani yang tadinya tidak bergerak langsung berlari memeluk kaki pria itu. Tangisnya masih ada, tapi tak bersuara. Tangis seperti itulah yang membuat hati Saras terasa teriris.Seumur hidup, Alpha tidak pernah berada di situasi seperti ini. Anaknya menangis karena tidak ingin seseorang yang sama sekali tidak dia kenal pergi meninggalkannya. Gani tidak pernah bersikap seperti ini. Bahkan pada pembantu-pembantu sebelumnya yang jauh lebih lama bekerja di rumah ini.
Saras terbangun kala mendengar suara riuh yang berasal dari dapur. Melirik jam di dinding, ternyata masih pukul setengah enam pagi. Siapa yang bangun sepagi ini dan membuat keributan? Apa mungkin Alpha? Atau...Gani? Atau mungkin saja ada perampok yang terjebak di rumahnya dan sedang mencari barang berharga di dapur?Memikirkan hal itu, kantuk Saras langsung hilang. Ia buru-buru turun dari ranjang. Menyambar bantal guling, lalu melangkah tergesa-gesa menuju dapur. Lampu ruang tengah masih belum dinyalakan. Begitu juga dengan lampu di ruang tamu. Besar kemungkinan pelaku keributan di dapur adalah perampok. Kalau Alpha, tak mungkin pria itu membiarkan rumah dalam keadaan gelap seperti ini.Lantas dengan hati-hati, Saras menginjakkan kakinya di ruang makan yang menyatu dengan dapur. Ruangan itu tidak gelap. Lampu bersinar terang, membuat Saras bisa melihat dengan jelas sosok bertubuh tegap yang berdiri menghadap kompor. Seorang pria dengan tubuh bagian atas yang terekspos dengan jelas.
Rasanya sudah sangat lama Alpha tak melihat Bastian secara langsung. Ia hanya melihat Bastian lewat layar televisi dan melihatnya dari tampak jauh ketika pria itu tak sengaja berkunjung ke kantor tempatnya bekerja. Sejauh ini, identitas asli Alpha masih terjaga dengan aman. Ia tetap dianggap sebagai budak gila uang yang akan selalu diinjak-injak. Bahkan oleh manusia angkuh yang kini berdiri di hadapannya."Selamat pagi, Alpha," sapa Bastian diiringi senyuman."Pagi," sahut Alpha seadanya. Mereka memang berteman, tapi Alpha tetap membatasi diri agar Bastian tidak terlalu semena-mena terhadapnya. Lagipula Alpha tidak begitu suka dengan Bastian. Berteman dengan Bastian hanya akan membuat diri sendiri tersakiti.Bastian tidak memberikan basa-basi. Dia langsung mengeluarkan sebuah brosur, lalu menunjukkannya pada Alpha. "Lo pernah liat perempuan ini di sekitar sini?"Brosur itu berisi foto Saras dan himbauan bahwa perempuan itu tengah dicari. "Gue pernah liat dia lari-lari di sekitar sini
Gani duduk di atas kursi dengan lutut berdarah. Tak hanya lutut, siku dan dahinya juga turut mengeluarkan cairan kental merah. Sedangkan Saras berjongkok di hadapan Gani, mengobati luka tak seberapa di lutut bocah itu. Hanya berupa goresan yang tak mengoyak dalam daging Gani. Tidak ada yang perlu ditakutkan sebetulnya. Sebab Gani tidak menangis. Bocah itu tampak santai saja seolah tidak terjadi apa-apa. Bahkan masih sempat menggoyang-goyangkan kakinya.Saras cukup bersyukur. Ia pikir Gani akan merengek lalu menangis sepanjang hari sembari berseru tidak ingin kakinya diamputasi. Namun nyatanya, anak itu tidak mempermasalahkan apa yang baru saja ia alami.Namun mama Alpha masih heboh dan histeris melihat cucu satu-satunya terluka. Wanita itu berkali-kali menawarkan Gani untuk dibawa ke rumah sakit. Tapi Gani menolak, katanya ia tidak suka dengan dokter di rumah sakit. Saras juga berusaha meyakinkan bahwa luka akibat berlari-lari diatas a
Alpha berdiri di atas balkon yang mengarah pada ruang tengah. Kedua tangannya terlipat di depan dada dengan pandangan tertuju pada perempuan berkemeja putih dengan tambalan berwarna hitam di bagian punggung. Saras ternyata tidak membuang kemeja rusak itu. Alpha tidak percaya Saras bangga memakai kemeja dengan tambalan yang cukup besar. Mungkin Saras kehabisan baju. Sebab setelah Alpha liat, baju Saras tidak pernah berganti. Hanya itu-itu saja.Akan tetapi tujuan Alpha berdiri di sini bukan untuk menilai penampilan Saras. Ia sedang memikirkan, apakah ia perlu turun dan menghampiri perempuan itu untuk mengucap maaf seperti yang diperintahkan mama. Alpha merasa dirinya tidak salah. Gani terluka karena pembantu yang seharusnya bertugas menjaganya bersikap lalai. Seharusnya Saras tidak mengiyakan ucapan mama kala wanita itu menyuruh Saras masuk dan membiarkan Gani berada dalam pengawasan mama. Seharusnya Saras bersikeras untuk menjaga Gani.Tampaknya perempuan itu memang tidak berbakat men
Alpha tidak tau kekuatan seperti apa yang telah menggerakkan hatinya sehingga pada siang ini dia membawa Saras serta anak tunggalnya ke sebuah mall besar. Tadinya Alpha ingin membawa Saras ke toko baju. Dia merasa terganggu dengan pakaian Saras. Perempuan itu terlihat sangat menyedihkan dengan kemeja dan tambalan berwarna hitam itu. Alpha seakan berdosa jika membiarkan Saras memakai baju tidak layak.Mereka belum turun dari mobil. Alpha masih menimbang-nimbang apakah dia ikut turun dan mengantar Saras ke toko baju seakan-akan dirinya adalah suami perempuan itu atau menunggu di sini saja. Mendadak Alpha enggan turun dari mobil. Agaknya saat ini Alpha menyesal karena memutuskan tidak membawa mama. Dan seharusnya sejak awal Alpha tidak membawa Saras beserta dirinya ke mall ini."Kita nggak turun, pa?" Gani menoel lengan Alpha. Diperhatikan sejak tadi, Alpha banyak melamun."Iya, kita turun," jawab Alpha seraya melepas sabuk pengamannya.Gani tersenyum, ikut melepas sabuk pengaman yang me