Share

Bab 5

"Pha," panggil Derma—rekan kerja sekaligus teman dekat Alpha. Alpha ini sebetulnya CEO di sebuah perusahaan kontruksi besar, tapi memilih tidak menunjukkan dirinya dan bekerja sebagai karyawan biasa. Tidak ada yang tau identitas asli Alpha. Hanya Derma, sekretarisnya dan keluarganya.

"Hm." Alpha menyahut tanpa mengalihkan pandangannya dari layar komputer.

Derma menghela pelan. Ia melipat kedua tangannya di belakang kepala, tampak frustasi sekali.

"Gue capek, Pha," keluhnya menatap langit-langit ruangan. Sebagai karyawan di sebuah perusahaan industri kreatif, mereka diberikan ruangan sesuai bidang. Kebetulan Derma dan Alpha satu divisi. Bertiga sebetulnya. Ada satu orang lagi, perempuan dan telah Derma suruh membuat kopi untuk mereka.

Alpha melirik Derma sekilas. "Kerjaan cuma makan tidur doang ngeluh capek."

"Gue lelah sama dunia ini, Pha." Derma semakin dramatis.

Alpha berdecak pelan. Lingkungan Alpha terlalu ramai untuk dirinya yang suka ketenangan dan kesendirian. Di rumah ada Gani yang bawel dan di kantor ada Derma yang tak ada bedanya dengan anak usia empat tahun itu. Mau resign, Alpha malas melamar pekerjaan di tempat lain. Uangnya memang sudah banyak karena dia adalah seorang CEO. Tapi bukan uang yang Alpha inginkan. Ia hanya ingin bekerja, menyibukkan diri.

"Mati aja," ucap Alpha enteng.

"Pha," Derma menatap Alpha tak percaya. "Tega lo, Pha."

"Jangan bikin kepala gue tambah pusing dengan keluhan nggak jelas lo itu, Derma," ujar Alpha sedikit kesal.

Derma menatap Alpha. "Lo lagi ada masalah?"

"Banyak."

"Bagi dong."

"Gila." Alpha kehabisan akal meladeni Derma.

Derma tertawa tanpa dosa. "Eh, Pha." Lalu tiba-tiba teringat dengan sebuah berita yang dia dengar tadi pagi. "Tadi pagi gue dengar berita. Si Bastian, pemilik hotel De Amora bikin sayembara. Dia kehilangan istrinya. Siapa yang bisa bawa istrinya ke dia tanpa terluka, bakal dapat saham di De Amora crop."

Alpha tidak minat dengan berita tidak penting seperti itu.

"Lo tau kan siapa istrinya Bastian?" tanya Derma.

Alpha menatap pria itu datar. De Amora merupakan sebuah perusahaan besar yang bergerak di bidang perhotelan, restoran dan objek wisata. Perusahaan tersebut cukup terkenal. Alpha sempat bekerja sama dengan perusahaan itu kala De Amora membangun hotelnya yang ke dua puluh di Sidney. Memang bukan main pencapaian perusahaan itu. Dan Alpha juga tau mengenai pernikahan Bastian. Sempat diliput media dan Alpha turut di undang untuk datang. Tentu dia tau siapa istri pria itu.

"Hm."

"Istrinya Saraswati Oryza, Pha! Presdir Oryzafood!" Derma berseru heboh. "Tapi sekarang perusahaannya udah bangkrut."

"Hm."

"Hm hm aja lo, Pha." Derma berdecak malas. "Lo nggak tertarik untuk ikut sayembara itu, Pha?"

Alpha terkekeh pelan. Hadiah yang ditawarkan tak sepadan dengan harta yang Alpha miliki. Tidak ada untungnya juga Alpha ikut sayembara tidak jelas seperti itu meski tersangka yang dicari-cari ada di rumahnya. Alpha jadikan pembantu. Agak lucu mengingat Saraswati Oryza menjadi pembantu.

"Gue sih pengen ikut, Pha," ujar Derma. Hadiahnya lumayan. Derma bisa jadi jutawan jika berhasil menang.

"Kurang duit lo?" sindir Alpha.

"Iya, Pha. Gaji kita nih kan kecil. Mana lembur tiap hari. Gelap nih mata gue karena kebanyakan begadang," oceh Derma menunjuk bawah matanya yang hitam. Derma jelas berbeda dengan Alpha. Ia hanya karyawan biasa, bukan karyawan gabut seperti Alpha.

Alpha tersenyum miring. "Nggak bakal menang lo, Der. Lo nggak bakal bisa nemuin Saraswati Oryza."

"Ck. Kayak tau aja lo dimana Saraswati Oryza." Derma terkekeh remeh.

Tidak tau saja Derma siapa Alpha sebenarnya.

"Kerja, Der. Kerja."

Derma menjauhkan tubuhnya dari kepala kursi. Ia menatap sekitar, seperti sedang menanti kedatangan seseorang.

"Si Rani mana sih? Cuma gue suruh bikin kopi lama bener," keluhnya kala Rani tidak kunjung muncul.

"Sekali lagi lo ngoceh, gue lempar kepala lo pakai mouse," ancam Alpha kelewat muak. Konsentrasinya terganggu karena ocehan tidak jelas Derma. Alpha tidak bisa fokus bekerja.

"Gue haus, Pha. Ah, sialan si Rani. Gue jual juga di lama-lam—aw!"

Alpha tidak main-main dengan ucapannya. Kepala Derma benar-benar ditimpuk mouse milik Alpha.

"Sekali lagi lo ngoceh, gue lempar pakai asbak," ancamnya berhasil membungkam mulut Derma.

Sejenak, ruangan itu berhasil hening. Alpha melirik Derma, pria itu sibuk di depan layar komputer. Baguslah. Mungkin Derma mulai sadar bahwa uang di dompetnya tidak akan bertambah jika hanya bermalas-malasan.

Akhirnya pekerjaan Alpha usai. Tidak sepenuhnya, sebab ada beberapa file yang harus ia revisi. Alpha melakukan peregangan. Otot leher dan pangkal lengannya pegal karena kelamaan menunduk dan terpaku pada keyboard.

"Pha." Rupanya passion Derma memang di bidang komunikasi. Asem mulutnya kalau diam selama lima menit.

"Hm."

"Lo ada flashdisk kosong nggak?" tanyanya.

"Ada."

"Pinjem dong."

Alpha membuka laci mejanya. Mencari flashdisk kosong yang sempat ia letakkan di sana. Seingatnya Alpha selipkan di dekat tumpukan kertas di dalam laci.

"Ada nggak, Pha?"

"Lagi dicari."

Alpha mengeluarkan seluruh isi laci. Lembaran kertas tak berguna, permen kopi, buku-buku tentang bisnis, novel action dan terakhir sebuah bingkai foto yang Alpha sendiri tidak ingat kenapa bisa ada di sana.

"Alpha. Ada nggak?"

"Ada, Derma."

Alpha melempar flashdisk tersebut pada Derma. Pria itu menyambutnya dengan baik seraya mengucapkan terima masih.

Alpha tak menggubris. Tatapannya tertuju pada dua orang berseragam putih abu-abu di dalam bingkai yang baru saja ia temukan. Alpha mengeluarkan foto tersebut untuk melihat lebih dekat sosoknya ketika masih SMA. Sudut bibirnya terangkat. Alpha memang suka membawa barang berharganya ke tempat bekerja. Dulu, sewaktu awal bekerja, figura ini adalah barang berharga. Hingga kemudian, sebuah kabar datang, membuat figura ini tidak lagi ada arti.

Di belakang foto tersebut ada sebuah tulisan. Perempuan di foto itu yang menulisnya.

Hari pertama, Saraswati Oryza dan Alpha Manilkara Wijaya. 20 Januari 2011, semoga bertemu di 20 Januari berikutnya...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status