Share

Bab 4

Hari ini adalah hari pertama Saras bekerja. Tugas pertamanya adalah membuat sarapan untuk Alpha dan Gani. Semalam Alpha mendatangi kamarnya, memberikan beberapa helai kemeja untuk Saras kenakan. Pria dingin itu juga membawakan makanan, sembari menegaskan sekali lagi mengenai tugas Saras di rumah ini. Ia diberikan kebebasan untuk melakukan apa saja asalkan jangan menggangu area terlarang yaitu kamar Alpha. Saras mengangguk dengan tegas, mengatakan bahwa ia tidak akan menginjakkan kakinya di kamar itu sekalipun ada urusan mendesak.

Alpha melarang Saras untuk menapaki kamarnya, tapi tidak dengan mengetuk pintu kamar tersebut. Mana tau suatu saat, ada peristiwa yang mengharuskan Saras menemui Alpha di kamarnya.

"Selamat pagi, Tante!" Gani muncul dengan senyuman manisnya. Wajahnya masih kusut, tapi senyumnya sudah cerah. Agaknya pagi ini bocah itu bangun dengan perasaan senang.

"Sini sarapan dulu."

Di meja makan sudah tertata rapi mahakarya Saras selama setengah jam di dapur. Simpel saja. Ayam goreng, telur mata sapi setengah matang dan nasi putih. Tak lupa sambal kebanggaan yang menjadi ciri khas masakan Saras. Ia yakin, Alpha akan jatuh cinta dengan sambal terasi buatannya.

Tak lama setelahnya, Alpha muncul. Saras menatap pria itu sesaat. Sedikit terpana karena jujur, Alpha sangat tampan. Wajah dengan garis rahang yang tegas, hidung mancung, alis tebal, mata tajam, rambut ditata rapi, kemeja putih, celana bahan dan sepatu pantofel. Semuanya terlihat sempurna. Agaknya Alpha akan tetap menawan meski mengenakan baju bolong-bolong.

"Papa berangkat dulu." Rupanya Alpha mampir untuk berpamitan pada Gani, bukan untuk mencicipi masakan Saras.

"Nggak sarapan dulu, Mas?" tanya Saras.

Mata tajam Alpha tertuju pada Saras. Ia sedikit muak mendengar kata mas yang Saras lontarkan ketika memanggil dirinya. Alpha menyebut perempuan itu terlalu lancang. Apa dia lupa siapa dia sebenarnya? Mas? Yang benar saja. Dia pembantu, bukan istri Alpha.

"Saya majikan kamu," datar Alpha. "Jangan panggil dengan sebutan tidak sopan seperti itu."

Senyum Saras mengendur. Ia meneguk ludahnya. Alpha terlihat menakutkan. "Ba--baik, pak."

Tidak ada respon menarik dari Alpha. "Perhatikan Gani dengan baik. Jangan sembarangan memberikan makanan pada Gani."

"Baik, pak."

Alpha beralih pada Gani. Ia tersenyum tipis seraya mengusap puncak kepala Gani. Lalu memberikan ciuman di sana. "Jangan nakal."

"Pulang jam berapa, pak?" Saras bertanya lagi.

Alpha tidak menjawab. Ia sibuk dengan Gani.

Saras tersenyum kecut kala ucapannya diabaikan.

"Papa nggak sarapan dulu? Ada sambel, pa." Gani menunjuk sambal terasi di mangkuk. "Gani belum pernah coba sambal."

Sejenak mata Alpha terpaku pada hidangan yang telah Saras siapkan. Menu yang sebelumnya tak pernah ia lihat di meja makan. Sebelumnya, Alpha tidak pernah memasak makanan dengan cita rasa nusantara yang kentara. Sarapan mereka biasanya sereal atau roti. Lalu makan siangnya spaghetti, burger, atau fried chicken. Dan makan malamnya sup labu, steak atau nasi goreng.

"Sarapan pakai sambal?" Alpha bertanya tidak percaya. "Kamu ingin anak saya sakit perut karena makan sambal pagi-pagi begini?"

Saras tersentak mendengarnya. "Tapi, pak. Biasanya menu sarapan saya memang seperti itu."

"Itu kan kamu, bukan saya. Kita jelas berbeda." Alpha menggelengkan kepalanya pelan. "Sepertinya kamu tidak berbakat menjadi pembantu--"

"Maaf, pak. Saya akan berusaha lebih baik lagi. Saya akan mencari tau menu sarapan yang ramah di lambung." Saras menyela cepat. Jangan sampai Alpha mengusirnya hanya karena salah memasak sarapan.

Mata Alpha menatap Saras tidak peduli. "Di atas lemari pendingin ada buku menu kami. Silahkan gunakan dengan baik."

"Baik, Pak," jawab Saras tak berani menatap mata Alpha.

"Gani," panggil Alpha. Bocah itu menoleh, menatap sang ayah. "Biar papa bikinkan sereal. Gani sarapan sereal aja."

Gani mengangguk pasrah. Ucapan papa tidak bisa dibantah. Mungkin perutnya betulan akan sakit jika nekat memakan sarapan buatan Saras. Gani tidak ingin sakit. Gani tidak ingin papa marah.

"Terus yang makan sarapan buatan saya siapa?" tanya Saras.

"Bertanggung jawab atas apa yang kamu ciptakan." Alpha berlalu menuju pantry. Ia menyiapkan sarapan untuk Gani.

"Pak..." Mata Saras berkaca-kaca. "Nggak dicoba sedikit aja?"

Alpha tidak menanggapi. Usai meletakkan sarapan untuk Gani di meja makan, ia berlalu pergi membawa jas dan tak kerjanya. Ia mengabaikan Saras yang hampir menangis.

"Apa susahnya nyoba dikit, pak? Biar saya senang."

Alpha menarik napas, lalu membuangnya kasar. Tanpa berbalik, Alpha menjawab. "Atas dasar apa saya harus membuat kamu senang?"

Saras terdiam.

"Kemana perginya wibawa presdir perusahaan makanan dan minuman terbesar di Asia Tenggara itu?"

Saras menatap punggung tegap Alpha. Kenapa tiba-tiba bertanya demikian?

"Kamu bukan hanya rugi materi, tapi juga krisis harga diri." Alpha berkata lagi. "Setau saya, presdir oryzafood itu jumawa, tidak lemah dan tegas."

Saras tidak bisa menyembunyikan raut kagetnya. "Bapak tau saya siapa?"

Alpha tertawa remeh. Tanpa menjawab pertanyaan Saras, Alpha melanjutkan langkahnya.

"Pak!" Saras berseru. "Bapak tau saya siapa?!"

Tidak ada sahutan. Si pemilik rumah sudah berlalu jauh.

"Tante nggak makan?"

Pertanyaan Gani mengalihkan perhatian Saras. Ia seketika teringat dengan makanan yang terhidang di meja. Ia tidak mungkin menghabiskan makanan itu sendirian.

Alpha sialan! Makan sedikit saja tidak membuat Alpha mati. Saras kecewa makanan yang ia buat dengan susah payah dipandang sebelah mata.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status