Share

Pembalasan Pelayan Kaya Raya
Pembalasan Pelayan Kaya Raya
Author: Lovely Bintang

Pelayan yang Kabur

“Apa kau sudah gila, Raffael?! Cepat! Suruh pelayan itu menggugurkan kandungannya!” seru seorang pria paruh baya, dari dalam ruang kerjanya.

Bahkan Visha masih bisa mendengar jelas teriakan Tuan Gregory terhadap tuan muda mereka, padahal pintu ruangan itu tertutup rapat.

Gadis itu mencengkeram kerah seragam pelayan yang dikenakannya, mencoba menguatkan diri menghadapi kenyataan bahwa majikannya—Tuan Gregory dan Nyonya Febriella tidak merestui hubungannya dengan Raffael—sang putra tunggal.

“Tapi, Pah, itu anak Raffa! Kandungan Visha juga sudah akan memasuki bulan pertama,” balas suara lain yang sangat Visha kenal.

Itu adalah suara Raffael—pria yang menyatakan perasaan cinta padanya beberapa bulan lalu dan yang kini akan segera berubah status menjadi ayah bagi janin yang dikandung Visha.

Visha menepuk pelan dadanya. Mungkin hati gadis itu sedikit terobati, ketika mendengar Raffael berusaha mempertahankan buah hati mereka. Ia terus berdoa agar kegigihan Raffael bisa menyentuh hati kedua orangtuanya.

‘Aku tidak peduli dengan harta kekayaan, yang terpenting buatku, bisa bahagia bersama tuan muda Raffael dan bayi kami,” batin Visha yang sudah membayangkan dirinya bisa menikahi Raffael.

Tengah larut dalam impiannya, suara bentakan Tuan Gregory membuyarkan lamunan Visha.

“Tidak mau meninggalkan pelayan sial itu, hah?! Tidak ada warisan untukmu, Raffael! Pergi kamu, anak brengsek!”

Mendengar itu Visha pun langsung pergi, takut kalau kehadirannya diketahui keluarga sang majikan. Ia pun percaya pada Raffael kalau pria itu takkan tergoyahkan walau tidak mendapatkan warisan.

‘Tenang saja, aku bisa bekerja paruh waktu untuk menjaga keluarga kita, tuan muda Raffael,’ batin Visha dengan tekad membara.

Visha terlihat memasuki kamar sang tuan muda, karena mereka sepakat akan bertemu di kamar itu setelah Raffael memberitahu orangtuanya bahwa ia menghamili Visha dan berniat untuk bertanggung jawab atas perbuatannya itu.

Tak lama setelah Visha duduk di pinggir tempat tidur, pintu kamar tersebut dibuka. Seorang pria dengan perawakan yang tinggi dan bertubuh atletis, masuk dengan wajah datar.

“Tuan muda Raffael!” seru Visha yang langsung menghampiri  pria itu.

Wajah datar Raffael langsung berubah menjadi raut bahagia ketika ia ingat kalau mereka memang berjanji akan bertemu di sini.

Ia pun tersenyum sambil mengusap lembut kepala Visha, lalu bertanya “Kau sudah di sini, Visha? Sudah makan? Kau sudah minum susu untuk kandunganmu?”

Hati Visha jelas membuncah dengan kebahagiaan, menerima perhatian bertubi-tubi yang dilontarkan Raffael. Ia mengangguk dengan senyuman lebar terulas di wajahnya sambil menjawab, “Aku sudah meminumnya sebelum ke sini.”

Tangan Visha melingkari tubuh Raffael, meminta pria itu memperhatikannya lebih lagi. Tapi sepertinya wajah Raffael tidak setuju dengan apa yang dilakukan Visha.

Visha menebak dalam hati, ‘Pasti keputusan untuk menolak warisan itu, membuatnya cukup kaget. Aku harus bisa menjadi tempat sandarannya.’

Gadis itu pun melepaskan tangannya pelan-pelan sambil melemparkan senyuman manisnya, yang menurut Raffael sangat cantik dan selalu membuatnya terpesona.

Visha bertanya—pura-pura tidak tahu, “Bagaimana hasil pembicaraannya? Apa ada yang ingin kau diskusikan denganku?”

Gadis itu berpikir mungkin saja Raffael ingin membicarakan soal tempat tinggal mereka atau bagaimana mencari pekerjaan nanti.

Tapi Raffael tersenyum singkat sambil mengajaknya ke tempat tidur. “Ya, tapi sebaiknya kita bicarakan besok. Aku lelah sekali, Sayang.”

Visha pun menurut dan masuk ke balik selimut itu.

Hari memang telah gelap dan ia sendiri sudah lelah dengan pekerjaannya hari ini. Dengan senyuman bahagia, Visha menutup matanya sambil berharap dalam hati, ‘Esok pasti lebih indah.’

Tak lama bagi Visha untuk terlelap di ranjang Raffael. Tapi tidak bagi si pemilik ranjang.

Dengan perlahan, Raffael beranjak dari sisi Visha  dan berjalan menuju ke teras di luar kamarnya.

Febriella—ibunda Raffael, sudah memerintahkan anak laki-lakinya itu untuk menemuinya di teras, setelah Visha terlelap.

Karena pintu teras terbuka, angin dingin pun masuk membangunkan Visha yang baru saja terlelap. Ia mengerutkan dahinya sambil menggosok mata, mencoba mencari tahu kenapa ada angin di dalam kamar yang seharusnya tertutup itu.

Netranya menjelajah ruang kamar Raffael dan Visha mendapati kenyataan bahwa Raffael tidak ada di sampingnya. Tapi ia menemukan dari mana sumber angin itu berasal.

Ia mendengar suara percakapan dan menjadi penasaran karena tidak terlalu jelas terdengar. Perlahan, Visha turun dan mencoba mencuri dengar percakapan yang ternyata bersumber dari suara Raffael dengan seorang wanita yang ia yakini adalah majikan perempuannya.

“Mama yakin, obat itu akan langsung membunuh janin dalam kandungan Visha?”

Febriella menepuk tangan Raffael dari seberang teras kamar di sebelahnya sambil berkata, “Yakin, Raffa. Kau tak boleh kehilangan warisanmu. Oke?!”

Deg!

Seperti ada air es yang mengucuri tengkuknya, Visha bisa merasakan desir dingin yang menjalar menuju ke setiap ujung tubuhnya. Seolah rohnya sebagian meninggalkan tubuhnya, mendengar percakapan mereka.

Visha mendengar Febriella menambahkan, “Campurkan ke susu yang biasa perempuan itu minum.”

“Ya, Mam. Raffa paham.”

Menyadari bahwa percakapan itu akan segera selesai, Visha pun berlari kembali ke dalam selimutnya dan pura-pura tidur.

Degupan jantungnya masih terdengar di dalam telinganya, seperti genderang perang.

Matanya panas, mencoba menahan air mata yang sejak tadi tetap saja meleleh keluar dari kelopaknya.

‘Jangan sampai aku terisak!’ pintanya pada dirinya sendiri.

Dan segera, satu jam berlalu. Ia bisa mendengar dengkur halus Raffael yang menandakan dirinya sudah terlelap.

Dengan sangat hati-hati, Visha keluar dari selimutnya dan pergi kembali ke kamarnya. Dikemasinya semua barang-barang penting miliknya ke dalam sebuah tas selempang.

‘Aku harus pergi dari sini. Aku harus pergi.’ Seperti itulah batin Visha bergemuruh dengan ketakutan dan juga amarah.

Visha tidak mau berdosa dengan menggugurkan kandungannya. Ia teringat bagaimana dirinya juga adalah anak yang tak diinginkan, sampai pada tahap di mana Visha akhirnya di jual ke keluarga ini.

Tanpa menoleh ke belakang, Visha pun segera keluar dari kediaman Adinata melalui pintu belakang.

Hampir setengah jam lebih, Visha berjalan. Ia mulai tidak kuat untuk terus berlari sambil membawa tas besar di bahunya.

Ia memutuskan untuk beristirahat di trotoar dekat dengan sungai besar, berharap ia sudah cukup jauh dari kediaman Adinata.

Sambil menenggak minumannya, Visha berdoa, ‘Kuharap dia tidak menyadari kepergianku.’

Baru saja ia menutup botol minumannya, tiga orang pria dengan pakaian hitam-hitam menghampirinya dan langsung mencengkeram lengannya.

“Si—siapa kalian?!”

“Nona Visha. Kami diperintahkan untuk membawa Anda kembali ke kediaman Adinata!”

“Tidak! Tolong aku—umph!Hmm!Hmm!” Visha mencoba melepaskan diri dari cekalan tangan mereka tapi ia terlalu lemah.

Merasa hidupnya sudah akan berakhir, ia pun tak lagi melawan. Namun baru saja ia akan menyerah, tiba-tiba ada seseorang yang memukuli mereka hingga cengkeraman itu terlepas dan Visha bisa menjauh dari mereka.

Dengan cepat Visha bersembunyi di balik tempat sampah sambil mengamati perkelahian itu. Ia  terkejut melihat betapa cepatnya pria itu menumbangkan ketiga orang tadi.

Setelah pria itu selesai dengan mereka, beberapa orang datang dan mengurus ketiga orang penyerang tadi, sementara sang penolongnya sudah berdiri di depan Visha sambil mengulurkan tangannya.

“Nona Visha, ayo kita pergi,” ajak pria itu.

Tapi netra Visha membulat terkejut. Ia semakin takut dengan keberadaan si penolong karena sejak tadi, ia tidak merasa kalau dirinya sudah menyebutkan nama.

Dengan bibir bergetar, Visha tergagap, “Tu—tuan siapa? Ba—bagaimana Tuan bisa tahu na—nama saya?”

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Muhammad Reza
laki ny keren
goodnovel comment avatar
agystaputri
wah, keren sih ini.... .........
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status