Share

Masa Kecil

‘Eh?! Bukan suara Javier ...,’ batin Visha dalam hatinya.

Dengan tergesa ia pun membuka pintu kamarnya dan mendapati seorang pria tua bermata sipit berdiri di depan kamarnya sambil mengelus-elus janggut panjang di dagunya.

“Erm ... ca—cari siapa ya, Koh?”

Alih-alih mendapat jawaban, Visha mendengar ledakan tawa bernada dalam di belakang pria tua itu. Tentu saja ia kenal suara berat itu.

“Javier!” sentak Visha dengan pipi yang menggembung. Walau demikian, wajah manis gadis berusia 21 tahun itu tetap terlihat mempesona di mata Javier.

Pria dingin itu—tak diduga oleh Visha, terus saja mentertawainya, “Ha! Ha! Ha! Nona, ini ... Ha! Ha! Ha! Ini dokter anda—pfft! Oh, gosh! Aku sudah lama tidak tertawa sekeras ini. Sial! Rahangku sakit.”

‘Senang sekali sih melihatku bertindak bodoh ... mengesalkan!’ keluh Visha dalam hatinya.

Javier meredakan tawanya dan menepuk  pundak pria tua yang disebutnya sebagai dokter tadi. Ia  berkata dengan nada santai, “Dok, masuklah. Kau harus memeriksa kandungannya, dan memutuskan apakah nona cantik kami ini bisa bepergian dengan pesawat.”

Wajah keriput sang dokter terlihat tertarik ke arah luar, menandakan kalau dirinya terkejut dengan informasi yang diutarakan Javier.

Netranya meruncing, mengamati Visha cukup lama sebelum ia tersenyum lalu berkata, “Ah ... aku sudah lama tak melihat Vivien, sekarang anaknya sudah akan punya bayi?”

Visha menarik tubuhnya sedikit ke belakang, kaget karena dokter itu mengenal nama ibunya. Baru saja ia akan bertanya, tapi Javier sudah mengomentari ucapan dokter tersebut.

“Well, ini dan itu, Pria Tua. Tidak ada hubungannya denganmu. Periksa saja! Dan jangan sekali-kali menyentuhnya. Masuklah, Dokter!”

“Ya, ya, ya.” Dokter itu pun segera masuk setelah Visha memberinya jalan.

Ia pun masih bergumam sambil terkekeh-kekeh, “Aku tidak tahu Javier akan tumbuh menjadi posesif begini. Padahal dulu dia juga lucu dan menggemaskan. Bagaimana caranya aku memeriksa kalau tidak menyentuh, hm?”

Visha hanya ikut terkekeh saja. Karena ada yang lebih menarik perhatiannya dibanding soal Javier.

“Dokter, apa anda mengenal ibuku?” tanya Visha saat mereka sudah berada di dalam kamar.

Dokter itu duduk di kursi yang sudah disediakan Visha di dekat tempat tidurnya, lalu menjawab, “Tentu saja, Nona. Tentu saja. Aku yang membantu persalinannya saat itu.”

“Apa kau masih mengingat semua orang yang kau bantu lahiran, Dokter?”

Dokter itu terkekeh sambil meminta Visha berbaring. Ia sudah memasang stetoskop pada telinganya dan siap mendengarkan suara-suara di dalam tubuh Visha.

Begitupun ia tetap menjawab pertanyaan Visha yang menggelitiknya. Tentu saja ingatannya tidak sehebat itu, apalagi sudah puluhan tahun berlalu.

“Orangtuamu ... meninggalkan kesan yang menarik pada pandanganku sebagai dokter muda kala itu. Datang dengan belasan anak buah, membuat heboh seisi rumah sakit, dan menangisi Vivien yang tertawa karena Luca yang menangis bahagia.”

Hati Visha dibuat hangat oleh cerita masa lalu itu. Ia bisa membayangkan seperti apa suasana kelahirannya saat itu. “Pasti menyenangkan ya?”

Dokter itu hanya tersenyum, tak berkomentar, sementara ia mencatat sesuatu di buku kecilnya setelah mengecek tekanan darah Visha.

Visha  mengamati gerak-gerik  sang Dokter yang kemudian tertegun sesaat sebelum ia melontarkan pertanyaan yang hampir membuat Visha tersedak.

“Apa ini anak Javier, hm? Kalian dulu sangat dekat kalau kuingat-ingat lagi.”

Mendengar pertanyaan itu, Visha pun langsung terbelalak. Ia pun berseru dengan nada keheranan dan terkejut-kejut, “Tidak! Aku bahkan tidak mengenalnya!”

“Eeeh?! Kau tidak mengenalnya? Apa kau hilang ingatan atau –“

Cklak!

Suara pintu kamar yang dibuka, membuat ucapan dokter tersebut terhenti. Luca masuk dengan wajah sumringahnya sambil menghampiri sang dokter.

Sementara Visha langsung bangun dan duduk di pinggir tempat tidurnya. Ia belum merasa nyaman berada di dekat pria tua itu. Entah kenapa seperti masih ada dinding yang membatasi interaksi di antara mereka.

‘Mungkin karena ia adalah seorang pemimpin organisasi gelap seperti itu, makanya aku belum terbiasa dengan wibawanya. Kehadirannya cukup mengintimidasi. Aku heran dengan ibuku, kenapa dia bisa menyukai pria ini,’ keluh Visha dalam hati.

Lucunya, Visha tidak merasa seperti itu, jika berdekatan dengan Javier. Pria itu malah lebih membuatnya tenang ketimbang Luca—ayahnya sendiri.

“Dokter Armeyn! Sudah berapa tahun aku tidak bertemu!” seru Luca dengan nada riang sambil merangkulnya singkat.

Dokter itu pun membalas rangkulan Luca dengan pelukan sesaat sambil menyapa dengan nada teguran yang jenaka, “Kau juga ke mana saja, Luca, Hm?”

“Nah, banyak yang harus kuurus di Italia, Dok. Lalu bagaimana kondisi Visha?” tanya Luca yang sepertinya bermaksud mengalihkan topik pembicaraan.

Dokter itu menjelaskan, “Putrimu sehat, Luca. Kalau mau berangkat, segera saja. Melihat perutnya belum besar, masih tidak ada masalah. Jika berlama-lama, kau harus menunggu sampai kandungan Visha memasuki usia 6 bulan ke atas.”

“Baiklah. Kalau begitu, apa kami bisa segera mendapatkan suratnya, Dok?”

Dokter Armeyn pun mengangguk sambil memasukkan stetoskopnya. “Tentu saja, Luca. Minta Javier mengambilnya di kantorku sore nanti,” imbuhnya.

Ia beranjak dari tempat duduknya dan pamit pada Visha, seolah pemeriksaannya selesai begitu saja. Padahal dokter itu hanya memeriksa  detak jantungnya dan tekanan darah.

“Dok, apa pemeriksaan seperti ini cukup?” tanya Visha yang tidak terlalu mengerti dengan kehamilan.

Tentu saja, ini kali pertama dirinya mengalami kehamilan.

Dokter tua itu pun mulai menjelaskan, “Kau sehat, Nona Visha. Tekanan darah dan detak jantungmu normal. Tapi kalau sudah masuk minggu depan, akan lebih tinggi resikonya. Sampai  usia kandunganmu 6 bulan.”

“Begitu ya? Baiklah kalau begitu. Terima kasih, Dokter.”

Setelah selesai dengan pemeriksaan tersebut, Visha pun segera membereskan barang-barangnya lagi dan memasukkannya ke dalam koper yang baru saja dibelikan oleh Javier.

Bahkan pria itu menawarinya untuk membantu membawakan barang-barang yang menumpuk hanya dalam beberapa jam saja. Tentu saja, itu adalah akibat Javier yang membelikannya banyak barang mewah.

Ia bahkan tidak membahas lemparan sepatu Visha yang tadi. tapi gadis itu bisa melihat ada luka kecil di leher belakangnya.

‘Entah apa yang dipikirkan orang ini, sampai membelikanku begitu banyak hadiah. Ayah saja tidak membelikanku apa-apa,’ batinnya sambil sesekali melirik ke arah pintu, di mana Javier merapikan pakaian dari rak gantung.

Tapi menatap pria itu lagi, Visha jadi teringat ucapan dokter Armeyn mengenai masa kecilnya.

“Nona, apa kau membutuhkan bantuan lain?” tanya Javier yang langsung membuyarkan lamunan Visha.

“Ti—tidak.”

Javier mengangguk lalu membalikkan tubuhnya sambil membawa koper tersebut.  Namun, tanpa sadar Visha menangkap pergelangan tangan Javier.

Bukan hanya Javier yang terkejut dengan apa yang dilakukan Visha. Gadis itu sendiri mempertanyakan apa yang sedang ia lakukan.

“Nona? Apa anda butuh sesuatu?”

Visha menundukkan kepalanya, tidak tahu harus mulai bertanya dari mana.

“Javier ....”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status