Share

Membuat Javier Marah

“Ng ....” Erangan Visha menandakan kesadarannya sudah muncul.

Matahari telah tinggi ketika gadis itu akhirnya terbangun karena lapar.

Ia pun segera menuju ke kamar mandi untuk mencuci mukanya, berharap bisa menghilangkan raut lelah yang masih terlihat di wajahnya.

Ketika Visha keluar dari kamar mandi, ia terkejut karena tidak memperhatikan sebelumnya kalau di pojok ruangan sudah ada sebuah rak gantung berisi pakaian yang tak pernah berani ia impikan untuk ia kenakan.

Visha melangkah cepat menghampiri rak tersebut dan langsung membolak-balik setiap baju yang tergantung di sana.

Netranya membulat kaget melihat nama merek-merek yang tersemat di setiap pakaian itu. Ia pun berseru nyaring, “Wow! Ini merek yang biasa dipakai Nyonya.”

Merasa tak mungkin kalau baju-baju tersebut bisa ia gunakan semua, Visha pun mencoba mencari Javier atau siapapun yang bisa ia tanyai.

Tapi begitu ia membuka pintu kamarnya, hanya ada Javier di sana. Dengan malu-malu Visha menyapa,  “Uhm, ha—halo, Javier.”

“Ada yang bisa saya bantu, Nona Visha?” tanya Javier dengan tatapan dinginnya.

Visha membuka lebar pintu kamarnya dan menunjuk ke arah rak gantung yang berisi belasan pakaian mewah, sambil berkata, “Ah ... anu ... itu ... baju yang di sana—“

“Ah, saya baru saja membelinya dan Nona bisa mengenakan yang mana saja. Apa ada yagn tidak sesuai dengan gaya Nona?” tanya Javier memotong ucapan Visha.

Ia terlihat bersiap untuk berbelanja lagi, kalau-kalau jenis pakaian yang ia pilih tidak sesuai dengan keinginan nona mudanya itu.

Dengan buru-buru gadis itu menggeleng. “Sa—saya kira ha—hanya boleh pilih satu.”

“Nah, itu hadiah dari saya atas kepulangan Nona Visha.” Javier membungkuk dengan penuh hormat pada Visha, mmebuat gadis itu merasa canggung dan memutuskan untuk kembali masuk ke dalam kamarnya tanpa bicara apapun.

Setelah pintu kamar itu tertutup lagi, Javier terlihat menutup matanya sesaat dan membatin, ‘Mata biru itu cantik sekali. Nona Visha sejak kecil memang menggemaskan, tapi aku tak tahu, ia bisa tumbuh secantik itu.’

Lalu netranya tiba-tiba terbuka dengan tatapan penuh amarah. Ia teringat informasi yang diberikan padanya oleh Luca mengenai kehamilan Visha tadi pagi.

‘Pria brengsek yang menghamilinya dan membuangnya begitu saja, aku ingin meremukkan orang itu! Bajingan!’ rutuknya dalam hati sambil mengepalkan tangannya.

“Javier! Apa yang kau lakukan, memelototi pintu putriku, hm?” Luca yang baru saja keluar dari kamarnya, mengerutkan dahi melihat postur Javier yang sudah seperti akan mendobrak hancur pintu di depannya.

Javier pun segera menenangkan raut wajahnya dan menghadap Luca dan membungkuk sedikit sambil berkata, “Saya hanya kesal mengingat pria yang sudah merusak Nona Visha.”

Luca menepuk pundak Javier dan mencengkeramnya erat. Pria tua itu membenarkan ucapan Javier,“Kau benar. Kita punya semua kuasa untuk menghancurkan keluarga itu, tapi ini pertarungan milik Navisha. Aku takkan merebutnya dari putriku. Dan kau sebaiknya juga tidak mencobanya, Javier.”

“Ya, Bos. Saya paham.” Luca mengangguk singkat, senang karena bawahan kepercayaannya itu memahami posisinya.

Ia pun lanjut bertanya lagi pada pria yang sudah puluhan tahun menjadi orang kepercayaannya, “Lalu, apa yang kau lakukan terhadap para pengejar Navisha semalam?”

“Ah ... Dom yang mengurusnya, Bos. Tapi kusuruh Dom mengancam mereka untuk membuat laporan palsu kalau Nona Visha sudah ... maaf ... sudah tiada, detailnya tak kutanya—“

“Kusuruh mereka mengatakan kalau Nona terjatuh di sungai dan meninggal.” Seseorang tiba-tiba menyela obrolan mereka.

“Dom. Kau sudah bangun, eh?” sindir Luca dengan satu alis terangkat naik.

“Selamat pagi, Bos. Tidurku nyenyak.” Cengiran kekanakan yang ditunjukkan Dom benar-benar tidak cocok untuk tubuh besarnya yang bahkan terlihat lebih berotot ketimbang Javier.

“Ya, ya. Dom, kau sudah urus mata-mata yang kau tempatkan di rumah itu?” Luca bertanya langsung, mengecek kinerja anak buahnya yang punya sifat asal-asalan itu.

Dom memutar bola matanya sambil menjelaskan, “Sudah, Big bos. Dia sudah bekerja dengan kita sejak kita tahu keberadaan Nona di rumah itu. Aku memberinya satu kesempatan lagi karena sudah memberikan laporan palsu. Walau dia sangat bersyukur, tapi katanya bukan dia yang memberikan laporan palsu.”

Kekehan Dom pun menjadi kode bagi Luca bahwa kesalahan tidak terdapat pada sang mata-mata, melainkan pada si penyampai informasi. Yaitu Ernesto—anak laki-laki Luca dari istri keduanya, Bianca.

“Bos, saya yakin tuan Ernesto tidak bermaksud demikian—“

“Javier. Kau atau aku yang jadi ayahnya, hm?! Aku tahu seperti apa putraku.” Luca pun berlalu sambil mengeraskan rahangnya.

Tapi sebelum Luca melangkah jauh, ia berseru, “Katakan pada Navisha untuk bersiap, karena dokternya akan segera datang, Javier!”

“Baik, Bos!”

Setelah Luca tak lagi tertangkap mata oleh kedua anak buahnya, mereka mulai saling memukul bahu rekannya.

Javier menegur kebiasaan buruk Dom, “Kau! Bicara yang benar, kalau dengan Bos!”

Tapi sepertinya Dom pun tak ingin kalah. Ia pun berkomentar, “Kau! Jangan berpikir bisa mengencani istri kedua Bos! Berpikir bisa jadi ayah Tuan Ernesto, eh?”

Baru saja Javier akan mulai menghajar Dom, pintu kamar Visha terbuka dengan cepat dan mengejutkan mereka.

“Sial! Itu mengejutkanku! Ah—maaf, Nona. Tidak bermaksud menyumpahimu. Aku permisi, kalau begitu.”

Dengan luwes Dom pun segera pergi dari lorong itu, tak memberi kesempatan pada Visha untuk bertanya banyak hal yang ada di kepalanya saat ini.

Tentu saja, tanpa mereka sadari, Visha mendengarkan perbincangan mereka dari dalam kamar.

Sedikit banyak sepertinya Visha memahami, seperti apa rumah tangga baru, yang dibangun sang ayah setelah ibunya meninggal.

“Apa itu berarti Ernesto adalah adikku?” tanya Visha tanpa basa-basi pada Javier.

Javier menatap Visha cukup lama, sebelum menjawab, “Benar, Nona.”

Bukannya ia sedang mempertimbangkan soal perlu atau tidak berkata jujur pada Visha, tapi Javier hanya belum terbiasa dengan wajah Visha yang benar-benar di luar prediksinya.

Cantik. Sangat cantik.

‘Tapi memang, Nyonya Vivien dulu juga cantik sekali. Hanya saja aku masih tak menyangka, Nona Visha—‘  Javier menggantung pemikirannya melihat wajah Visha yang menggemaskan.

Gadis itu mengerucutkan bibir, sepertinya kesal dengan jawaban singkat dari Javier.

Masih memasang raut wajah kesalnya, ia lanjut membombardir Javier dengan pertanyaan beruntun, “Apa dia membenciku? Apa aku pernah bertemu dengannya? Apa aku—“

“Nona, sebentar lagi dokter Nona datang. Bersiap-siaplah. Saya akan menjemput beliau,”potong Javier yang semakin pusing karena ia tak bisa menahan diri menatap cantiknya Visha ditambah lagi dengan dengan pertanyaan-pertanyaan Visha.

Merasa diabaikan Visha pun melempar sepatunya ke arah Javier dengan kesal, lalu buru-buru mengunci pintu kamarnya.

Jantung Visha bergemuruh seperti sedang di dalam air dengan banyak gelembung. Ia sadar kalau ia sudah melempar pria yang menolongnya itu dengan sepatu dan sekarang ia menyesali perbuatannya itu.

‘Mati aku! Aku terlalu emosi tadi. Apa sepatuku mengenai kepalanya?! Apa dia akan menguburku hidup-hidup?!’ batin Visha sambil bersandar lemas pada pintu kamar yang sudah dikuncinya tadi.

Ia membenamkan wajahnya dalam telapak tangan sambil bergumam, “Aduh! Kenapa juga aku tersulut emosi. Dia menyebalkan sekali sih! Ditambah lagi, dia memotong ucapan—“

Tok! Tok! Tok!

Suara ketukan di pintu kamarnya, memotong gumaman Visha. Gadis itu menyentak napasnya, kaget karena pikirannya langsung menebak kalau orang yang mengetuk pintu kamarnya adalah Javier.

“Nona Visha ....”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status