Share

Anakku?!

“Sa—saya—“

Mendengar itu, Javier pun memotong langsung, “Nona Visha, Bos adalah ayah kandung Nona. Tidak ada lagi yang akan melukai Nona”

Lagi-lagi ucapan Javier membuat Visha membelalakkan matanya. Ia menatap Javier lama sekali, seolah mencari tanda, kalau-kalau pria itu sedang memperdayanya.

Tapi yang ia dapat hanyalah tatapan datar dan dingin dari Javier.

“Gak mungkin ...,” gumam Visha.

Gadis itu mengintip dari balik bahu Javier dan menatap pria tua berwajah sembab yang mengklaim dirinya sebagai putrinya.

Javier sendiri berusaha menenangkan jantungnya yang berdebar karena tubuh Visha yang terlalu dekat dengannya.

“Matanya biru. Jelas bukan orang Jakarta,” gumam Visha yang menuai dengkusan geli Javier.

Visha menarik mundur tubuhnya dan melempar tatapan kesal dan mempertanyakan kenapa Javier mendengus padanya.

“Mata Nona juga biru,” ujar Javier mengutarakan sebuah kenyataan.

Baru saja Visha akan membalas ucapan Javier, pria tua yang adalah bos dari Javier itu kembali berseru, “Javier! Apa ada masalah di dalam?!”

Ia tidak mau membuat Visha takut, dan membiarkan Javier mengurusnya.

Javier pun segera mengedikkan kepalanya ke arah pintu dan berkata, “C’mon. Nona harus menemui Bos. Sudah lebih dari 15 tahun beliau tidak bertemu dengan Anda.”

Visha menelan ludah saat Javier berbalik dan menarik lengannya untuk ikut turun dari mobil, bersama.

Menjejak tanah lobi hotel itu, akhirnya Visha bisa melihat dengan jelas seperti apa wajah sang ayah. Belum sempat menyiapkan hatinya, pria tua itu sudah menarik Visha ke dalam pelukannya.

Walau ia terlihat tua, ternyata kekuatannya masih jauh lebih besar ketimbang Visha. Tentu saja, dengan tubuh yang masih terlihat atletis di balik kemejanya, pria itu masih bisa dikatakan dalam kondisi yang prima.

Pria itu pun meraung sambil menepuk-nepuk pundak Visha, “Syukurlah, kami tidak terlambat, Navisha sayang. Terima kasih, Javier. Kau menyelamatkannya tepat waktu.”

Javier hanya mengangguk saja. Tanpa senyum ataupun kata-kata. Tapi dalam hatinya ia juga merasa lega, karena mereka tepat waktu.

“Ta—tapi, sa—saya tidak tahu siapa Anda, Tuan.” Visha berusaha untuk melepaskan diri dari pelukan pria tua itu.

Mendengar itu, pria tua tersebut pun segera melepaskan pelukannya dan meminta maaf. “Aku terlalu senang, Na—ah, mungkin kau lebih suka dipanggil Visha ya. Bagaimana kalau kita masuk dulu, Nak? Ada banyak hal yang harus kita bicarakan.”

Tapi Visha menggeleng. Ia memeluk tasnya dan mulai melangkah mundur perlahan sambil berseru, “A—aku tidak mau dijual pada siapapun!”

Ia kemudian berbalik, mencoba untuk kabur, tapi malah menabrak tubuh besar Javier yang ternyata ada di belakangnya. Tentu saja, Javier kembali memerangkap tubuh Visha dalam dekapan erat, walau tidak menyakitkan.

Wajah pria tua itu berubah murung. Ia tahu dari mana pemikiran Visha yang seperti itu. Javier sudah mencari tahu seperti apa kehidupan Visha sebelum mereka menemukan gadis itu berada di kediaman Adinata.

“Navisha, Sayang. Ayah tahu, pasti sulit untuk mempercayai bahwa aku adalah ayah kandungmu.” Pria itu menengadahkan tangannya ke arah seseorang yang langsung menyerahkan beberapa lembar dokumen.

Ia menambahkan, “Kau bisa lihat akta kelahiranmu, Nak. Ini akta pernikahanku dengan Vivien—ibumu. Ada foto kami di sana. Dan ini fotomu saat kami mengalungkan bandul dengan nama Visha. Walau aku lebih suka memanggilmu Nana, tapi Vivien lebih suka memanggilmu Visha.”

Mendengar itu, Visha pun berhenti mencoba untuk melepaskan diri dari dekapan Javier. Ia teringat kalung yang selalu dipakainya.

Dikeluarkannya kalung itu dari balik kaosnya. Ia mengamati kalung tersebut lalu membaliknya supaya ia bisa melihat apa yang tertulis di belakang sana. Visha ingat, ia pernah melihat dua nama terukir kecil di belakang bandul berbentuk namanya.

“Luca dan Vivien,” gumam Visha sambil menatap pria tua itu.

‘Bukan Maman dan Ika. Kenapa selama ini aku abai terhadap kenyataan itu?’ batin Visha dengan wajah sedihnya.

Hatinya pun mulai terasa perih.

Ia melanjutkan kata-katanya dalam hati, ‘Mungkin aku hanya tak ingin menerima kenyataan bahwa aku hidup menderita dengan orang yang bukan orangtuaku. Walau bapak dulu sangat baik, tapi ibu akhirnya menjualku juga.’

Air matanya mulai meleleh menyadari bahwa selama ini orang yang ia anggap keluarga bukanlah keluarganya. Ia bahkan sudah tidak ingat seperti apa wajah ibu kandungnya.

Dan pria tua yang ada di hadapannya sekarang adalah benar orangtua kandung satu-satunya.

“Ya, Putriku sayang. Akulah Luca—ayahmu dan juga suami Vivien—ibumu.”

Luca pun membuka lebar kedua tangannya. Ia mengundang gadis itu ke dalam pelukannya. Javier pun akhirnya melepaskan Visha, sehingga gadis itu bisa berlari ke pelukan sang ayah.

Visha meraung, mencurahkan semua isi hatinya, “Kenapa kau baru muncul sekarang?! Kau tak tahu apa yang sudah aku lalui?! Kau tak tahu apa yang sudah mereka lakukan padaku?!”

“Iya, Sayang. Maafkan ayah, Nak. Maafkan ayah. Ayah tahu apa yang sudah kau lalui.”

Luca membiarkan putrinya itu melampiaskan kesedihan dan kekecewaannya dengan memukuli dada Luca. Baginya, itu tidak seberapa, jika dibandingkan dengan penderitaan Visha selama ini.

Setelah dirasa Visha sudah tenang, Luca pun mengajaknya, “Sebaiknya kita beristirahat dulu di dalam, putriku. Bagaimana?”

Kali ini Visha pun mengangguk berkali-kali. Membuat Luca dan semua yang ada di sekitar mereka tersenyum lega.

Javier pun segera membantu membawakan tas yang sejak tadi melintang di dada Visha, karena sekarang gadis itu sudah mempercayainya seratus persen.

Sepanjang kaki Visha melangkah menuju ke kamar hotel yang sudah disiapkan oleh Luca, ia mendengar cerita mengenai masa kecilnya. Mengenai sang ibu yang sudah dipanggil Tuhan saat dirinya berusia 5 tahun.

Tapi tidak ada yang bisa menceritakan bagaimana Visha bisa menghilang hari itu, dari pengawasan pendampingnya.

“Lalu kenapa baru sekarang Ayah mencariku?” tanya Visha mengerucutkan bibirnya.

“Well, sebelum membicarakan itu, mungkin kau harus tahu siapa kami, Visha.” Luca mempersilakan Visha untuk masuk terlebih dahulu ke dalam kamar hotel yang dipesan untuknya sebelum ia mengikuti dari belakang.

“Javier, kau berjaga di luar,” perintah Luca tanpa menoleh dan tanpa menunggu pria itu berkomentar.

Padahal Javier ingin protes, tapi pintu di hadapannya sudah tertutup rapat.

‘Tsk! Aku masih belum puas memandangi Nona Visha. Dia tumbuh menjadi wanita yang sangat cantik,’ gerutu Javier dalam hatinya.

Sementara itu, Luca dan Visha berbagi rindu di dalam kamar hotel dengan melanjutkan percakapan mereka.

Luca membuka lagi percakapan itu, “Visha, Sayang. Darah yang mengalir dalam dirimu adalah darah seorang pemimpin klan mafia terkuat di antara yang terkuat. Darahku, Luca Cavallo.”

Visha bergidik mendengar hal itu. Tidak pernah terbayangkan bahkan dalam mimpi tergilanya, bahwa ia adalah anak dari seorang—

“Ma—mafia?!”

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Muhammad Reza
mantap jiwa
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status