Catharina duduk terdiam di sebuah bangku halte bus. Dia duduk menunggu bus lewat sambil memainkan kedua kakinya. Dia terlihat sangat menikmati musik yang sedang didengarkan lewat headset. Dari kejauhan Aaric tampak memperhatikan Catharina sambil tersenyum.
"Aku penasaran dia kerja di mana? Apa aku ikuti saja dia?" gumam Aaric. Sedangkan Catharina, dia masih duduk termenung di sana.
"Apa yang harus aku lakukan? Aku terus berbohong pada Ibu. Aku benar-benar sangat berdosa padanya," cicit-nya pelan. "Tapi kalau tidak seperti ini bagaimana aku, Ibu, dan Celine bisa bertahan hidup?" Lamunan Catharina buyar saat sebuah bus berhenti di depannya. Namun, sebelum Catharina hendak naik ke atas bus. Seseorang dengan cepat merebut tas milik Catharina. Setelah mendapatkan tas tersebut, dia langsung berlari. Menyadari akan hal itu, Catharina langsung berteriak.
"Pencuri … pencuri!" teriaknya bingung. Dia pun berlari mengejar pencuri tersebut. Namun kalah cepat, dia pun terjatuh dan lututnya sedikit berdarah karena terbentur di aspal. Beruntung Aaric yang masih berada di sekitar tempat itu langsung ikut mengejarnya.
Pemuda itu terus berlari sekuat tenaga untuk mengejar pencuri tersebut. Dengan usaha yang gigih, akhirnya Aaric bisa membekuk pencuri itu. Orang-orang yang ada di sekitar pun membantu Aaric. Setelah itu, si pencuri dibawa ke kantor polisi.
Aaric menghampiri Catharina yang sedang duduk sambil meniup-niup lukanya yang ada pada lutut. Aaric duduk di samping Catharina hingga membuat gadis itu menoleh ke arah Aaric.
"Aaric!" Catharina kaget. "Bagaimana bisa kau ada di sini?" lanjutnya.
"Ini tas-mu?" tanya Aaric. Catharina mengalihkan pandangannya ke arah benda yang dipegang oleh Aaric.
"Ah, benar. Ini tasku. Bagaimana bisa—"
"Aku tidak sengaja melihat tas-mu dicuri, jadi tadi aku berusaha mengejarnya dan syukurlah pencuri itu bisa aku tangkap." Aaric menyerahkan tas itu pada Catharina.
Catharina meraih tas itu lalu menyelempangkan ke tubuhnya dan menarik tangan kiri Aaric.
"Wah, aku telat." Catharina menoleh kanan dan kiri. "Ketinggalan bus dan—"
"Aku antar!" Aaric menawarkan bantuan.
"Hah?" Catharina kaget. "Ti-tidak perlu, Aaric. Aku bisa menunggu bus berikutnya datang."
"Bus selanjutnya satu jam lagi datangnya." Aaric bangkit dan melangkahkan kakinya hendak mengambil motornya. Mau tidak mau Catharina menerimanya, akan tetapi dia mulai galau.
"Aduh, bagaimana jika Aaric tahu pekerjaanku dan menceritakan pada Ibu di rumah." Catharina berusaha mencari jalan keluar. "Ah, aku bisa minta Aaric untuk menurunkanku di toko roti." Mata Catharina langsung berbinar-binar.
Aaric menghentikan motor yang dia tumpangi tepat di depan Catharina dan memberikan helm pada gadis itu untuk dipakainya. Catharina menerima helm tersebut dan memakainya. Matahari mulai naik perlahan. Siang sudah mulai datang.
"Sudah siap? Ayo naik, aku antar sampai tempat kerja-mu," kata Aaric. Dengan gelisah Catharina menaiki motor tersebut dan motor itu melesat pergi membawa Aaric dan Catharina membelah jalanan ibukota Berlin.
Jarak tempat kerja Catharina memang lumayan jauh dan itu membutuhkan waktu satu jam lebih. Padahal dia sudah termasuk terlambat masuk kerja. Catharina memegang erat pinggang Aaric ketika pemuda itu menambah kecepatannya. Sebelum sampai di tempat yang dituju, Catharina sudah memberi kode pada Aaric untuk berhenti di depan toko roti.
"Apa ini tempat kerjamu?" tanya Aaric.
"I-iya …," ucap Catharina gugup.
"Cat, kau benar-benar telat!" seru seorang laki-laki dari balik pintu kaca membuat Catharina dan Aaric menoleh menatapnya.
"Maaf, Paman. Tadi ada sedikit halangan," ucap Catharina.
"Lututmu kenapa?" tanyanya ketika melihat ada sedikit darah di lutut Catharina. "Masuklah, kau obati dulu kakimu itu." Laki-laki dengan perawakan sangar kembali masuk ke dalam toko.
Catharina membalikkan badannya menatap Aaric. Pemuda itu tampak terlihat khawatir.
"Dia bos-mu? Galak sekali dia." Menatap Catharina. "Kau sungguh betah kerja di sini?" tanyanya.
Catharina tersenyum, "Pulanglah dan Terima kasih sudah mengantarku sampai sini."
Aaric mengangguk, "Pulangnya mau aku jemput?"
"Ti-tidak perlu. Aku bisa pulang sendiri, kok." Catharina menggerakkan kedua telapak tangannya. "Hati-hati dijalan, ya." Catharina masuk ke dalam toko itu. Aaric pun memakai helmnya lagi dan menaruh helm yang dipakai Catharina di belakang. Setelah itu dia meninggalkan toko tersebut.
Catharina terus memperhatikan dari dalam. Dia bernapas lega saat melihat Aaric sudah meninggalkan tempat itu.
"Pyuuuh!" tangannya mengusap peluh yang mengalir.
"Apa dia sudah pergi? Ini obati dulu lukamu. Kau yakin akan terus kerja di tempat itu?" ucapnya melirik Catharina.
"Tidak ada pilihan lain, Paman. Kalau tidak seperti ini bagaimana aku menyambung hidupku?" jawab Catharina.
"Paman tahu, tapi Paman miris melihatmu kerja di sana."
"Aku juga ingin mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, tapi aku sendiri belum menemukannya." Catharina mengoleskan krim pada lukanya.
"Kalau kau terus berbohong, ke depannya kau akan membutuhkan kebohongan-kebohongan yang lebih besar lagi," lanjut Paman Deff.
"Aku tahu itu Paman. Bahkan sekarang pun aku sulit mencari alasan untuk berbohong." Catharina menempelkan sebuah plester.
Paman Deff menarik napas panjang. Dia menatap gadis muda yang ada di depannya. Entah apa yang dipikirkan dia saat itu. Laki-laki itu benar-benar tidak tega melihat Catharina bekerja sebagai pemandu karaoke yang memang sebagian orang berpendapat negatif tentang pekerjaan itu. Pekerjaan yang bisa saja membuatnya terjerumus ke lembah hitam. Pekerjaan yang berhubungan dengan pria-pria nakal. Bisa saja mereka menjamah tubuh Catharina.
"Paman akan usaha mencarikan pekerjaan untukmu," sahutnya membereskan obat-obatan dan memasukkannya ke dalam kotak P3K.
"Paman tidak perlu repot mencarikan aku pekerjaan. Aku bisa mencarinya sendiri," tolak Catharina.
"Tidak apa. Aku tidak merasakan dibuat repot. Lebih cepat lebih baik, kan? Jadi kau bisa langsung pindah dari tempat itu dan kau tidak perlu lagi berbohong, karena itu tidak baik."
"Terima kasih. Paman sudah banyak membantuku."
"Kau bisa sarapan terlebih dahulu di dalam. Sudah ada teman-temanmu di dalam sana," tunjuk Deff.
Catharina pamit dan masuk ke dalam. Paman Deff adalah laki-laki yang sudah banyak membantunya. Di toko roti itu Catharina dan dua temannya bisa kerja part-time sebelum akhirnya melanjutkan kerja jadi pemandu karaoke di sebuah Bar yang terletak di ujung gang.
Jadi bisa dibilang Catharina kerja di dua tempat, tapi memang upah jadi pemandu karaoke besar. Selama kerja jadi pemandu karaoke, Catharina masih bisa menjaga dirinya walaupun dia sering merasakan belaian di sekitar tubuhnya.
Yang Catharina takutkan sekarang ini adalah Aaric. Pemuda itu bisa saja mencari info jika sudah terlalu penasaran. Jika sampai Paula tahu tentu saja dia akan melarang Catharina untuk bekerja. Catharina harus mencari cara agar Aaric tidak penasaran atau menjemput dirinya. Sedangkan di satu sisi, Catharina juga menyesal telah berbohong pada Ibunya.
Catharina mulai dilema dan galau. Lalu adalah langkah yang akan diambil oleh Catharina?
TO BE CONTINUE
Bar tempat karaoke yang terletak di ujung jalan. Tempat itu selalu ramai dikunjungi oleh pelanggan-pelanggan yang kebanyakan pria. Ya, pria-pria berhidung belang yang selalu sesuka hati memegang atau meraba tubuh pemandu karaoke.Catharina bekerja di Heaven on Earth sudah lebih dari enam bulan. Catharina menerima pekerjaan itu karena dia sudah kepepet. Mau tidak mau dan demi sesuap nasi, Cat harus menjalaninya.Hari yang panas, sepanas berada di ruangan karaoke. Catharina dan Merlyn mendapat tugas untuk menemani dua pria sekitar umur empat puluh lima tahun. Tidak ada yang perlu dicurigai karena dua pria itu tidak berbuat yang aneh-aneh. Mereka berdua hanya datang untuk berkaraoke setelah seharian bekerja. Hari memang sudah memasuki sore, akan tetapi rasa panas masih dir
Catharina terkejut saat seseorang merebut paksa uang yang ada dalam genggaman tangannya. Sempat terjadi tarik-menarik antara Cat dan pria tersebut. Namun, akhirnya Cat memilih melepaskannya."Cat, are you okay?" Paman Deff mendekati Catharina. "Kenapa kau lepaskan?" lanjutnya bertanya. Cat terus menatap pria yang berdiri tidak jauh darinya."Well, tiap hari kalau kau seperti ini sudah pasti kau akan dapat uang banyak. Ah—ternyata type-mu itu adalah pria-pria setengah tua, ya?" ocehnya tidak karuan."Jaga bicaramu, hah!" Deff terlihat marah.
Nyonya Lance terus-menerus memikirkan siapa yang dimaksud oleh Tuan Wagner itu. Perlahan dia mengingat satu-persatu anak-anak yang ada di Bar itu. Nyonya Lance langsung teringat gadis yang dimasukkan oleh Deff. "Mungkinkah Catharina?" Nyonya Lance sudah bisa menduganya. Di hari berikutnya, Nyonya Lance memanggil Catharina ke ruangannya. Gadis cantik itu tampak bingung. Dia mengetuk pintu dengan pelan. Setelah terdengar sahutan suara dari dalam sana, Catharina pun membuka pintu dan masuk. "Duduklah!" perintah Nyonya Lance. Catharina menuruti perintah Nyonya Lance yang terkenal galak. Cat duduk berhadapan dengan Nyonya Lance dan dibatasi oleh sebuah meja. Catharina begitu takut dan gugup, dia bertanya-tanya dalam hatinya. Nyonya Lance menarik napas dan menatap Catharin
"Bagaimana bisa dia tertidur, sedangkan aku belum melakukan apa-apa," keluh Mischa yang melihat Catharina sudah tertidur lelap. "Ya sudah, mungkin dia lelah menungguku." Mischa melangkah masuk ke dalam kamar dan keluar membawa selimut, kemudian menutupi tubuh Catharina. Empat jam sebelumnya. Getaran ponsel milik Mischa menghentikan aktivitasnya yang hendak mencumbu Catharina. Pemuda itu segera meraih ponsel yang tergeletak di atas lemari dan melangkah sedikit menjauh dari Catharina. Mischa segera menjawab panggilan masuk tersebut. Dia begitu sangat serius mendengarkan suara dari seberang sana. Lantas setelah menutup sambungan telepon tersebut, Mischa menatap Catharina yang sedang duduk. "Malam ini sepertinya aku harus meninggalkanmu," ucap Mischa. "Tidak masalah!" jawab Catharina singkat. "Aku pergi dulu. Selesai menyelesaikan urusan kantor aku
Pertama tiba dan sampai detik ini juga, belum terjadi apa-apa dengan Catharina. Dia belum sama sekali disentuh oleh si penyewanya yang tidak lain adalah Mischa Wagner. Ya, Catharina masih perawan. Selama bekerja menjadi pemandu karaoke, Catharina masih terlindungi. Untung saja Nyonya Lance jarang melirik Catharina. Mungkin Nyonya Lance tidak begitu memperhatikan bentuk tubuh Catharina, bahkan Nyonya Lance terkejut saat seorang pengusaha muda justru menolak tawaran wanita pilihan darinya. Justru pria itu memilih pilihannya sendiri. Catharina Berntsen dipilih sendiri oleh Mischa Wagner untuk menjadi partner bayarannya. Mischa menyewa Catharina selama beberapa hari. Dihari pertama Catharina belum disentuh sedikit pun oleh Mischa. Malam itu tiba, Mischa yang pulang lebih awal dari kantornya tampak sedang santai duduk di balkon membaca sebuah buku ditemani dengan secangkir teh hangat. Catharina yang saat itu baru selesai man
Suasana kian panas, walaupun di luar sana hujan turun dengan lebat. AC tidak bisa menandingi panasnya cuaca saat itu. Gemuruh rintik hujan terdengar dari dalam ruangan. Mischa memang sengaja membuka tirai yang menutupi pintu balkon apartemennya. Pria yang menyewa Catharina menatap intens, begitu dalam dan begitu lekat menusuk hati Catharina. Mischa menyibakkan anak rambut yang menutupi mata sebelah kiri Catharina. Perlahan Mischa menggendong tubuh Catharina ala Bridal Style dan membaringkannya di atas ranjang. Tangan Mischa aktif bergerilya menjamah tubuh putih milik Catharina. Catharina memang mempunyai kulit yang halus hingga membuat Mischa betah menjamah tubuhnya. Jantung Catharina berdegup sangat cepat saat Mischa merangkak di atas tubuhnya dan berhenti tepat di atas wajahnya. "Santai saja. Jangan terlalu gugup." Mischa Melanjutkan aktivitasnya. Dia mendekatkan wajahnya pada daun telinga Catharina. "Kau ben
Hidup memang keras, harus punya pilihan untuk menentukan jalan hidup ke depan. Kadang kita bisa memilih, terkadang kita harus pasrah dengan jalan yang sudah digariskan. Dunia ini menyimpan banyak rahasia yang kita tidak tahu, karena semua sudah diatur oleh Sang Pemberi Hidup. Ini baru awalan dan permainan yang sebenarnya baru akan dimulai. Pemanasan yang membuat Catharina sempat menahan rasa pedih dan rasa tak berdaya saat dia harus mengambil keputusan menjadi wanita bayaran. Hanya karena uang, Catharina harus merendahkan harga dirinya. Sama sekali dia tidak berpikir sampai kesitu. Dia harus menukar semua yang dia miliki termasuk harga dirinya demi uang yakni berhubungan badan dengan pria yang bukan suaminya. Mischa yang sudah menguasai tubuh Catharina, pria itu dapat dengan leluasa melihat setiap lekuk tubuh indah Catharina. Tubuh itu terekspos dengan jelas tanpa sehelai benang pun. Kini Mischa telah siap untuk bertempur, dia mengatur posisi un
Mischa benar-benar melakukannya lagi sehingga membuat Catharina kewalahan. Mischa pun tidak melihat betapa kesakitan Catharina saat itu. Yang ada dalam pikiran Mischa adalah nafsu dan nafsu. Entah apa yang dirasakan oleh Mischa dan Catharina saat ini. Keduanya hanya bermain dalam pusaran yang tidak jelas ujungnya. Mischa membutuhkan Catharina sebagai partnernya. Sedangkan Catharina, gadis itu membutuhkan Mischa untuk menjadi mesin uangnya. Tidak ada ikatan dan tidak ada rasa cinta. Semua terjalin begitu saja akibat ada ketergantungan satu dengan lainnya. Keadaan yang membuat keduanya tidak bisa saling melepaskan dan entah itu sampai kapan. Mungkinkah keduanya akan saling jatuh cinta atau mereka berdua akan bosan dengan sendirinya dan memilih pergi? Suara kicau burung membuat Catharina yang masih tidur dengan cantiknya terbangun. Mata cantik dan lentik itu terbuka berlahan. Dia menggeliat dan tidak menemukan Mischa ada di sana. Ca