Share

PL 5. Lowongan Kerja

Catharina terkejut saat seseorang merebut paksa uang yang ada dalam genggaman tangannya. Sempat terjadi tarik-menarik antara Cat dan pria tersebut. Namun, akhirnya Cat memilih melepaskannya.

"Cat, are you okay?" Paman Deff mendekati Catharina. "Kenapa kau lepaskan?" lanjutnya bertanya. Cat terus menatap pria yang berdiri tidak jauh darinya.

"Well, tiap hari kalau kau seperti ini sudah pasti kau akan dapat uang banyak. Ah—ternyata type-mu itu adalah pria-pria setengah tua, ya?" ocehnya tidak karuan.

"Jaga bicaramu, hah!" Deff terlihat marah.

"Sudahlah, Paman. Jangan meladeni dia. Percuma diladeni pun, dia akan semakin melonjak!" sahut Cat kesal.

"Hei, jangan mulutmu itu! Begitukah caramu bicara pada Ayahmu ini?" 

"Ayah?" Deff mengulangi kata-kata itu. "Benarkah itu, Cat? Apa dia benar-benar Ayahmu?" tanya Deff menatap Cat. Gadis itu menganggukkan kepala. Deff pun menatap pria yang berdiri di depannya. Dia terlihat berantakan dan mulutnya bau alkohol. Deff menatap Damian dari ujung rambut sampai ujung kaki. Dia tidak percaya jika orang itu adalah Ayah dari Catharina.

"Apa kau ada hubungan dengan putriku, Catharina?" tanyanya dengan sedikit berjalan gontai mendekati Catharina. Namun, dengan sigap Deff menarik tangan Cat ke belakang.

"Jangan dekati dia! Seorang Ayah tidak akan berbuat kasar pada anaknya apalagi meminta uang dengan cara memaksa!" ucap Deff tidak suka.

"Ah, jadi benar kau ada hubungan dengan anakku?" tebak Damian.

"Iya. Memang aku ada hubungan dengan anakmu, Catharina. Dia pekerja di tempatku dan dia sudah menceritakan semuanya padaku," sahut Deff.

"Lebih baik Ayah segera pergi dari sini. Aku tidak mau ada keributan di sini." Catharina segera pergi dari tempat itu. Dia berlari menyusuri trotoar. Deff pun berusaha mengejarnya.

"Catharina!" panggil Deff dengan keras. Sebelum akhirnya pria itu bisa menarik tubuh Catharina yang hampir terserempet mobil. 

Catharina memegangi dadanya, detak jantung begitu kencang. Dia benar-benar hampir celaka. Kalau bukan karena Deff mungkin Catharina sudah kehilangan nyawanya.

"Te-terima kasih, Paman," isaknya dengan sedikit gemetaran.

Deff menuntun Cat ke sebuah kursi kayu yang ada di pinggir jalan. Di bawah pohon yang rindang, Cat duduk sambil menenangkan hatinya. Dia sempat melirik di tempat semula, di mana Ayahnya berdiri. Dia melihat Damian melangkah menjauh meninggalkan tempat itu dengan membawa sebuah kotak. Ya, kotak yang isinya roti dari Paman Deff telah dibawa pergi oleh Damian. 

Deff kembali dengan membawa sebuah botol air mineral dan memberikannya pada Catharina. Gadis itu langsung meneguk air mineral itu.

"Sekali lagi terima kasih, Paman." Catharina tersenyum menatap pria yang duduk di sampingnya. Deff memang bukan Ayahnya, tapi Deff sudah menganggap Catharina sebagai anaknya sendiri.

"Sudahlah, jangan dipikirkan." Deff menepuk-nepuk bahu Catharina.

"Paman, kotak roti itu dibawa oleh Ayahku pergi," ujar Catharina menatap Deff.

"Kotak roti?" Deff mengulang kata-kata tersebut. "Oh, kotak itu. Biarkan saja, nanti Paman ganti yang baru," lanjutnya.

"Tidak perlu, Paman. Aku tidak mau merepotkan Paman." Catharina menunduk.

"Jangan bersedih, ya. Kau tunggu di sini dulu." Deff beranjak meninggalkan Catharina. Gadis cantik itu terus mengekori pria tua itu sampai masuk ke dalam toko roti. 

Deff keluar dari toko membawa sebuah kotak dan masuk ke dalam mobilnya. Setelah itu Deff melangkah kembali ke kursi kayu di mana Catharina sedang duduk. Deff memberikan sebuah kotak dan amplop pada Catharina.

"Apa ini, Paman?" Catharina bingung.

"Kotak ini sama seperti kotak yang dibawa oleh Ayahmu dan amplop ini upahmu." Deff memberikan amplop putih pada Cat.

"U-upah apa, Paman?" tanya Cat tidak paham apa yang dimaksud oleh pria itu.

"Ini upah karena kau telah membantu Paman di toko selama seminggu," jawab Deff. "Padahal kau pun kerja di bar itu, tapi kau tetap mau membantu Paman disaat tubuh dan otakmu capek."

"Paman—terima kasih. Paman selalu baik padaku, tapi aku belum bisa membalas kebaikan Paman. Aku hanya bisa merepotkan Paman."

"Jangan dipikirkan." Paman Deff tersenyum.

Matahari dengan sempurna bertengger di atas kepala. Setelah pertemuannya dengan Paman Deff, Catharina langsung pulang ke rumah. Sepertinya gadis itu melupakan tujuan awalnya untuk mencari pekerjaan. 

Catharina berdiri tepat di depan pintu rumahnya. Dia memukul pelan kepalanya sendiri, ketika dia melupakan sesuatu.

"Bodoh sekali aku ini. Kenapa aku bisa lupa," gerutunya. Cat menarik napas panjang. "Mungkin aku harus mencari lowongan kerja lain waktu. Aku hanya punya libur sebulan sekali," dengkusnya.

Cat memegang gagang pintu dan memutarnya. Cat melongokkan kepalanya ke dalam rumah. Keadaan rumah siang itu tampak sepi. Lalu dia masuk ke dalam rumah dan menaruh kotak berisi enam jenis macam-macam roti di atas meja.

"Kenapa sepi?" Cat menyebarkan pandangannya ke seluruh ruangan. "Apa Ibu sedang tidur siang?" bisiknya sendiri. Catharina melangkah masuk ke dalam kamar Ibunya dan melihat Ibunya sedang tidur siang. Lalu dia kembali menutup pintunya kembali.

Catharina duduk di sebuah kursi kayu yang berdenyit ketika kursi itu didudukinya. Catharina kembali mengingat kejadian tadi. 

Aku masih bisa menjaga kehormatanku sampai sekarang. Tapi entah nanti, apakah aku masih bisa menjaga kehormatanku jika aku terus bekerja di sana. Aku tidak mau masa depanku hancur dan dosaku terus bertambah dengan berbohong pada Ibu. Batin Catharina bergejolak.

"Aku harus terus berusaha mencari jalan lain untuk mendapatkan pekerjaan." Lamunannya buyar karena keterkejutannya pada Celine yang baru pulang sekolah. 

"Eh—maaf, Kak. Maaf jika aku mengejutkan Kakak," ucap Celine nyengir. "Kenapa Kakak jam segini ada di rumah? Apa Kakak tidak kerja?" tanya Celine.

"Hari ini Kakak libur. Gantilah baju dulu dan ajaklah Ibu untuk makan siang."

~•••~

Malam itu di Heaven on Earth Bar kedatangan seorang pemuda yang bisa dibilang terpandang dan disegani. Pemuda terkaya di kota Berlin. Dia datang untuk kedua kalinya. Pemuda itu menikmati minuman yang disajikan oleh waitres. Dia pun memperhatikan wanita-wanita pemandu karaoke. Namun, dia tidak menemukan apa yang dia cari malam itu. Dia berdecak seperti kecewa, tapi dia tetap menikmati para wanita pemandu karaoke yang berpenampilan seksi.

"Apa Tuan tidak ingin berkaraoke?" Nyonya Lance terlihat ganjen mendekati pemuda itu. "Lihatlah wanita-wanita itu terlihat sangat seksi. Apa mereka tidak terlihat seksi di mata Tuan?" lanjut Nyonya Lance. Pemuda itu tidak menggubris perkataan Nyonya Lance yang sedari tadi berusaha mencari perhatian dari sang pemuda. 

Saat Nyonya Lance hendak menyentuh dan membelai pipi pemuda tampan tersebut, bodyguard yang ada di sampingnya segera menahan tangan wanita itu. Pemuda itu langsung menatap tajam pada Nyonya Lance.

"Aku sedang mencari seorang gadis dan tentunya dia harus masih perawan. Apakah di sini ada gadis seperti itu?" tanyanya mendekati Nyonya Lance.

TO BE CONTINUE.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status