Share

PL 4. Pemandu Karaoke

Bar tempat karaoke yang terletak di ujung jalan. Tempat itu selalu ramai dikunjungi oleh pelanggan-pelanggan yang kebanyakan pria. Ya, pria-pria berhidung belang yang selalu sesuka hati memegang atau meraba tubuh pemandu karaoke.

Catharina bekerja di Heaven on Earth sudah lebih dari enam bulan. Catharina menerima pekerjaan itu karena dia sudah kepepet. Mau tidak mau dan demi sesuap nasi, Cat harus menjalaninya. 

Hari yang panas, sepanas berada di ruangan karaoke. Catharina dan Merlyn mendapat tugas untuk menemani dua pria sekitar umur empat puluh lima tahun. Tidak ada yang perlu dicurigai karena dua pria itu tidak berbuat yang aneh-aneh. Mereka berdua hanya datang untuk berkaraoke setelah seharian bekerja. Hari memang sudah memasuki sore, akan tetapi rasa panas masih dirasakan oleh Catharina.

"Untung hari ini partner kita tidak aneh-aneh, ya?" ujar Merlyn. Hal itu disambut anggukan oleh Catharina.

"Kita sudah selesai, kan?" tanya Catharina.

"Apa kau tidak ada lemburan?" Merlyn bertanya balik. Merlyn menatap Catharina yang terdiam bengong. "Kau kenapa?" lanjutnya bertanya. Catharina menarik napas panjang, lalu dia tersenyum menatap Merlyn.

"Tidak ada apa-apa. Hmm … kita pulang yuk," ajak Catharina pada Merlyn. Akan tetapi justru Merlyn mencegah kepergian Catharina dengan memegang tangannya. "Apa kau ada masalah?" Merlyn menatap Catharina. 

Catharina mengurungkan niatnya untuk pergi dan dia memilih untuk duduk. Merlyn pun ikut duduk di sampingnya.

"Aku sebenarnya ingin pindah kerja, karena—" Catharina tidak meneruskan ucapannya.

"Karena kau tidak jujur pada keluargamu kalau kau bekerja di tempat karaoke," timpal Merlyn. Cat pun terkejut dan menoleh ke arah Merlyn.

"Bagaimana kau tahu?" tanya Catharina heran.

"Jujur—aku pun juga tidak memberitahukan pada Ibuku kalau aku bekerja sebagai pemandu karaoke." Merlyn menundukkan kepalanya. "Aku takut jika aku bicara jujur, Ibuku bisa terkena serangan jantung," lanjutnya. Catharina mendekat dan merangkul Merlyn. 

Ternyata bukan hanya aku saja yang mengalami ini, batin Catharina yang berpikir tentang dirinya.

"Tapi semua sudah terjadi. Aku sudah basah kuyup, jadi bagaimanapun juga aku harus melanjutkan ini. Tapi kau—" Merlyn menatap Catharina. Dia membelai rambut Cat. "Kau masih bisa mencari kerja yang lebih baik dari pekerjaanmu yang sekarang, karena kau belum terlalu jauh."

"Apa maksudmu?" tanya Catharina polos.

"Kau tahu sendiri pekerjaan di sini seperti apa? Jika kau tidak bisa menjaga dirimu, kau akan terjerumus ke lembah hitam. Jadi sebelum kau terjerumus terlalu dalam, kau bisa mencari pekerjaan lainnya. Mungkin seperti jaga toko atau minimarket," saran Merlyn menepuk-nepuk bahu Catharina. 

Catharina terdiam mencerna kata-kata dari Merlyn. Antara ya atau tidak, Catharina pun bingung. Namun setelah itu lamunannya buyar karena seorang wanita memanggil Merlyn. Wanita itu adalah mucikari tempat tersebut.

"Cat, aku harus kerja lembur. Pikirkanlah baik-baik, jangan sampai kau menyesal untuk selamanya. Kau tahu kan, bahwa Nyonya Lance itu adalah mucikari." Merlyn berdiri dari duduknya, lalu menatap Catharina dan tersenyum. "Pikirkan baik-baik." Merlyn berlalu dari hadapan Catharina. Manik mata berwarna biru itu terus mengekori Merlyn sampai dia hilang ditelan pintu.

Cat terhenyak untuk sesaat. Dia menyandarkan kepalanya dan menarik napas. Untuk beberapa saat Cat memikirkan ucapan demi ucapan yang terlontar dari bibir Merlyn.

Apakah aku harus mengikuti kata hatiku? Tapi sudah dua orang yang menyuruhku untuk berhenti dari pekerjaan ini. Lalu aku harus mencari kerja di mana lagi? Cat terdiam menatap awang-awang.

Mungkin aku memang harus mencari kerja lainnya. Aku juga tidak ingin terus-menerus berbohong pada Ibu dan juga Celine. Baiklah, aku akan mencari pekerjaan lainnya.

Catharina berdiri dan meraih tas selempangnya. Dia segera pergi meninggalkan tempat kerjanya. Sebelum pulang, Cat membelikan oleh-oleh untuk orang rumah. Hari itu dia mendapatkan tips lebih dari para pelanggan.

~•••~

Paula heran melihat putri sulungnya masih santai di jam sembilan, sedangkan adiknya, Celine sudah berangkat sekolah. Wanita itu segera mendekati Catharina yang duduk sibuk menyetrika pakaian-pakaian Ibu, adiknya, dan juga miliknya sendiri. Paula duduk di dekat Cat dan menatap putrinya itu.

"Kenapa kau masih santai? Apa kau tidak kerja hari ini?" tanya Paula lembut.

"Hari ini aku free, Bu. Jadi aku ingin membereskan rumah dan setelah itu aku mau minta izin pada Ibu keluar sebentar." Catharina menatap Paula.

"Kau mau pergi ke mana?" Tanya Paula.

"Aku ada urusan dengan Aaric, Bu. Kemarin aku hampir saja kecopetan," terang Cat, "Untung ada Aaric yang menolongku. Coba kalau tidak ada dia. Entah bagaimana nasibku." ucap Cat.

"Astaga. Tapi kau tidak apa-apa kan, Sayang?" Paula terlihat khawatir.

Catharina menghentikan aktivitasnya, lalu menatap wanita yang ada di sampingnya. "Ibu tidak perlu khawatir. Aku tidak apa-apa."

"Oiya, kemarin Aaric mampir ke rumah." 

DEG! Mendengarkan Ibunya, Catharina langsung kaget. Dia kembali menghentikan aktivitasnya menggosok pakaian. Dia takut kalau Aaric akan menceritakan tentang tempat kerjanya. Walaupun Aaric juga belum mengetahuinya.

"Dia mengantarkan sekotak cake pada Ibu. Tapi maaf, Ibu tidak menyisakan untukmu," ucap Paula.

"Ah, tidak apa, Bu," ucap Cat lega setelah mendengarkan penjelasan dari Ibunya.

"Ya sudah, Ibu tinggal dulu. Kalau Ibu terus-menerus mengajakmu ngobrol nanti pekerjaanmu tidak akan selesai." Paula meninggalkan Cat yang tengah sibuk dengan tumpukan pakaian.

Kelegaan dirasakan Catharina setelah Ibunya pergi. Dia langsung menyelesaikan pekerjaannya dan segera menemui Aaric.

Setelah berpamitan dengan Paula, Catharina melangkah menyusuri trotoar. Sampai di rumah Aaric, ternyata pemuda itu tidak ada di rumah. Aaric sedang kerja. Lalu Catharina memutuskan untuk jalan-jalan menyusuri kota. Dia berharap akan menemukan lowongan pekerjaan.

Catharina berdiri di sebuah toko roti di pinggir jalan raya. Bukan dia menginginkan sesuatu, tapi dia membaca sebuah kertas yang ditempel di dinding.

Dibutuhkan segera tenaga untuk memasak di dapur. Jika berminat langsung segera masuk ke dalam dan bertemu dengan owner.

Begitulah bunyi tulisan yang tertempel di dinding. Cat berdecak dan menarik napas.

"Aku tidak bisa memasak. Yang ada nanti aku akan mempermalukan diriku sendiri," gerutu Cat. Gadis itu kembali melangkahkan kakinya. Namun langkahnya terhenti saat dia menangkap seseorang memanggil namanya.

"Catharina!" panggil seorang pria yang baru saja keluar dari toko roti tersebut. Gadis cantik itu menoleh.

"Paman Deff!" sahut Catharina. Pria itu lantas mendekati Catharina. Dia pun mengajak Catharina untuk duduk di bangku depan toko.

"Kenapa kau di sini?" tanya Paman Deff.

"Hari ini aku libur. Paman sendiri sedang apa di sini?" Cat balik bertanya.

"Toko ini langganan Paman. Jadi Paman mengambil roti dari sini. Apa kau sudah sarapan?" Paman Deff menatap Cat. Gadis itu menggelengkan kepalanya. "Kau tunggu di sini." Paman Deff beranjak masuk ke dalam. Beberapa menit dia keluar dengan membawa sesuatu. "Makanlah dan ini bawalah pulang untuk Ibu dan adikmu." Paman Deff memberikan sebuah kardus pada Cat.

"Berapa semuanya, Paman?" tanya Cat membuka tas selempangnya.

"Ini gratis untukmu." Paman Deff tersenyum.

"Eh, tidak bisa begitu, Paman," protes Cat.

"Sudah. Tidak perlu sungkan," tolak Paman Deff ketika Cat menyodorkan uang pada pria itu. "Simpan saja itu, kau lebih membutuhkannya."

Catharina akhirnya menarik tangannya dan akan memasukkan uang tersebut ke dalam tasnya. Namun tiba-tiba, seseorang langsung merebut uang tersebut dari tangan Catharina.

Siapa orang yang merebut uang itu?

TO BE CONTINUE

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status