Gilly melangkah dengan ringannya menuju ruang tengah. Hatinya merasakan kemenangan tersendiri. Wanita itu berjalan dengan berdendang ria, dia sama sekali tidak melihat ada Mischa di sana.Saat Gilly sadar ada Mischa di sana, wanita itu langsung menutup mulutnya. Mata itu melotot menatap Mischa. Secara reflek Gilly menggeleng-geleng kan kepalanya."Ti-tidak ... tidak, k-kau t-tidak pe-perlu m-mendengarkan ocehan ku. I-itu semua adalah omong kosong," jelas Gilly mencoba membela dirinya sendiri.Mischa berdecak, "Omong kosong katamu? Bagaimana bisa kau melemparkan kesalahanmu pada orang lain, hah? Berani sekali kau melakukan hal itu di rumahku? Apa kau ingin mati?" Mischa berdiri dari duduknya."Bu-bukan b-begitu ma-maksudku. Aku hanya ti-----""Kau tahu tidak, bagaimana rasanya jika benda ini menusuk rongga lehermu?" Mischa mengangkat tangan kanannya dan memperlihatkan sebuah benda kecil.Kedua tangan Gilly langsung memegang lehernya sendiri. Mischa melangkahkan kakinya mendekati Gilly
Mischa tergeletak di sofa. Botol Black Label yang tidak sengaja jatuh karena senggolan dari tubuh Mischa yang oleng tidak sadarkan diri. Air keluar dari botol sampai titik akhir.Mata itu terbuka dan tangan kanan bergerak memegang kepalanya. "Aahh ..," desah Mischa berusaha mengangkat tubuhnya. "Ke-kenapa kepalaku sakit sekali?" ucapnya lirih dan tak sengaja membangunkan seseorang yang sedang tidur di sampingnya."Ehm, sudah sadar?" ujar Catharina lirih sambil menutup mulutnya karena menguap."Memangnya aku kenapa?" tanya Mischa heran."Aku menemukanmu tergeletak di sofa," tunjuk Catharina."Aahh ...." Mischa kembali mengeluh dan memegangi kepalanya."Apa kau mabuk?" Catharina memberanikan diri untuk bertanya. Dia melihat Mischa menundukkan kepalanya."Buang botol itu, sayang," sahut Mischa.Catharina menoleh ke arah tempat yang ditunjuk oleh Mischa. Di sana ada beberapa botol Black Label. Catharina sempat bingung dengan Mischa, kenapa dia bisa mabuk? Atau memang dia sedang ada masala
Senyum licik Gilly mulai mengembang. Dia merasa yakin jika rencananya kali ini akan berjalan dengan lancar.Ya, manusia hanya bisa berencana, tapi semua kembali pada sang Pencipta. Karena Marcel merasa ada yang janggal, pria itu memutuskan akan kembali ke rumah dengan cepat. Pria itu bukan khawatir dengan sang ibu, melainkan dia khawatir dengan seseorang.Dalam perjalanan menuju kantor, Marcel tidak tenang. Dia selalu menggigit kukunya saat menyetir bahkan ketika dia berhenti di lampu merah."Ah, ada apa dengan perasaan ini? Kenapa jantung ini berdetak cepat dan rasa itu ...." Marcel dikejutkan dengan suara klakson yang berbunyi nyaring di belakang. Marcel baru sadar jika lampu sudah berganti warna hijau. Marcel segera menjalankan mobilnya.Rasa tenang masih dia rasakan sampai kantor. Di sana pun Marcel berpapasan dengan Mischa. Marcel menundukkan sedikit kepalanya, akan tetapi Mischa sama sekali tidak merespons. Melirik pun juga tidak. Setelah Mischa melewatinya, Marcel menghentikan
Hallo selamat datang di storyku yang ke empat dengan judul Partner Life. Semoga kalian menyukai ceritanya. HAPPY READING Catharina berjalan begitu cepat. Langkah kakinya menapaki trotoar kota Bremen. Gadis ceria yang baru berusia 20 tahun itu mempunyai senyuman yang menawan, bermata biru, berambut pirang, berkulit putih mulut serta memiliki tubuh yang sangat indah. Cat, begitulah dia sering dipanggil. Dia bekerja sebagai pemandu karaoke. Namun demikian, dia merahasiakannya pada ibunya dan sang adik serta sahabat dekatnya sendiri. Binar bahagia terus terpancar di wajahnya, tidak henti-hentinya dia menatap bungkusan yang dia bawa. Ya, hari itu adalah hari di mana Catharina menerima upah pertamanya sebagai pemandu karaoke. "Aku bisa membelikan Ibu nasi bungkus," senyumnya. Catharina berasal dari keluarga yang bisa dibilang serba kekurangan, bahkan dirinya sering kali dicemooh. Tapi Cat bukanlah ga
Pintu berkali-kali digedor-gedor membuat pintu tersebut hampir saja ambruk. Buru-buru Catharina melangkah membukakan pintu. Tampak sosok pria terlihat mabuk berat. Pria tersebut terus marah-marah tidak jelas. Damian melangkah gontai dengan keseimbangan tubuh yang tidak normal seakan dia akan jatuh, bahkan hampir menabrak Catharina. Damian berdiri tepat di samping Catharina dan meliriknya. "Kau sudah pulang? Apa kau membawa uang banyak?" tanyanya dengan ciri khas orang mabuk. Catharina hanya diam seribu bahasa. Melihat anak gadisnya tidak merespon, Damian menarik lengan Catharina dengan kasar. Gadis itu menjerit kesakitan. "Ahh … sakit, Ayah!" teriak Catharina mengerang. Teriakan Catharina membuat Paula dan Celine menghampiri mereka berdua. Paula berusaha melepaskan cengkraman tangan Damian, sedangkan Celine
Catharina duduk terdiam di sebuah bangku halte bus. Dia duduk menunggu bus lewat sambil memainkan kedua kakinya. Dia terlihat sangat menikmati musik yang sedang didengarkan lewat headset. Dari kejauhan Aaric tampak memperhatikan Catharina sambil tersenyum."Aku penasaran dia kerja di mana? Apa aku ikuti saja dia?" gumam Aaric. Sedangkan Catharina, dia masih duduk termenung di sana."Apa yang harus aku lakukan? Aku terus berbohong pada Ibu. Aku benar-benar sangat berdosa padanya," cicit-nya pelan. "Tapi kalau tidak seperti ini bagaimana aku, Ibu, dan Celine bisa bertahan hidup?" Lamunan Catharina buyar saat sebuah bus berhenti di depannya. Namun, sebelum Catharina hendak naik ke atas bus. Seseorang dengan cepat merebut tas milik Catharina. Setelah mendapatkan tas tersebut, dia
Bar tempat karaoke yang terletak di ujung jalan. Tempat itu selalu ramai dikunjungi oleh pelanggan-pelanggan yang kebanyakan pria. Ya, pria-pria berhidung belang yang selalu sesuka hati memegang atau meraba tubuh pemandu karaoke.Catharina bekerja di Heaven on Earth sudah lebih dari enam bulan. Catharina menerima pekerjaan itu karena dia sudah kepepet. Mau tidak mau dan demi sesuap nasi, Cat harus menjalaninya.Hari yang panas, sepanas berada di ruangan karaoke. Catharina dan Merlyn mendapat tugas untuk menemani dua pria sekitar umur empat puluh lima tahun. Tidak ada yang perlu dicurigai karena dua pria itu tidak berbuat yang aneh-aneh. Mereka berdua hanya datang untuk berkaraoke setelah seharian bekerja. Hari memang sudah memasuki sore, akan tetapi rasa panas masih dir
Catharina terkejut saat seseorang merebut paksa uang yang ada dalam genggaman tangannya. Sempat terjadi tarik-menarik antara Cat dan pria tersebut. Namun, akhirnya Cat memilih melepaskannya."Cat, are you okay?" Paman Deff mendekati Catharina. "Kenapa kau lepaskan?" lanjutnya bertanya. Cat terus menatap pria yang berdiri tidak jauh darinya."Well, tiap hari kalau kau seperti ini sudah pasti kau akan dapat uang banyak. Ah—ternyata type-mu itu adalah pria-pria setengah tua, ya?" ocehnya tidak karuan."Jaga bicaramu, hah!" Deff terlihat marah.