Share

Panglima Kalamantra
Panglima Kalamantra
Penulis: Roe_Roe

BAB 1| Pengkhiatan

Serangan terjadi di klan Kalingga. Rion mendapat tugas jaga di luar. Setelah mendapat kabar ayahnya terluka, dia segera berlari dan menerabas semak belukar.

Rion melompati pagar rendah dari bambu dan menerbangkan segumpal debu yang beraroma masam. Tubuh rampingnya menyelinap di sela-sela tanaman singkong yang kurus hingga berhasil tiba di sebuah bangunan bekas perpustakaan kota yang dindingnya jebol sebelah. Dia menaiki satu persatu anak tangga hingga tiba ke lantai tiga. Di sana sudah berkumpul anggota tetua Klan Kalingga dalam suasana bisu yang mencekam.

Mata Rion merebakkan air mata. Dia selalu membayangkan hal ini akan terjadi. Pada kenyataannya, Rion tak pernah siap dan tak cukup keyakinan diri. Kerumuman itu terpisah antara laki-laki dan perempuan. Saat sadar Rion tiba di sana, mereka membelah diri untuk memberi pemuda itu jalan.

“Ayah? Apa ayahku baik-baik saja?” desak Rion.

“Kau pikir aku akan mati semudah itu? Uhuk-uhuk....”

Seorang pria kurus berambut ikal tengah berbaring tengkurap menahan sakit di atas dipan. Kaki hingga ke pinggangnya tertutup selimut katun. Tubuh bagian atas Hara terbebat oleh kain putih yang masih sedikit merembeskan darah dari lukanya yang terbungkus. Sesekali pria itu terbatuk. Rion meringsek maju dan berlutut di samping tempat tidurnya.

“Ayah?” Rion begitu menderita. Dia menggenggam erat tangan Hara. “Aku menyesal tak bisa melindungimu!”

Sang ayah yang kepalanya miring di permukaan tilam tanpa bantal tersenyum lemah pada putranya. “Aku dan para tetua sudah memutuskan untuk melakukan pergantian kepemimpinan di tubuh klan Kalingga—pengendali burung. Para tetua sepakat untuk menunjuk Kamatsura Taka dari keluarga Kamatsura sebagai penggantiku dalam memimpin klan ini!”

Rion membeliak tanpa suara di samping tubuh sang ayah. Mata biru mudanya meredup. Dia begitu sedih karena permintaan itu menandakan ayahnya tak akan bertahan lebih lama.

Bisik-bisik dan gumanan merebak di belakangnya yang menganggap keputusan Bagaspati Hara sudah sangat tepat. Taka adalah seorang pemuda yang kuat dan cerdas. Dia selalu berhasil memimpin penyerangan-penyerangan kecil ke kubu bandit utara yang bermarkas di Grisse untuk mengukuhkan kedudukan klan Kalingga akhir-akhir ini. Puncaknya, mereka mengirim satu batalion untuk menundukkan Kalingga.

Kamatsura Taka yang ada di sana ikut berlutut dan menunduk di samping Rion untuk memberi hormat dan menerima tugas dari Bagaspati Hara.

“Dan kau, Bagaspati Rion, aku menunjukmu sebagai Panglima Burung (panglima tertinggi) dalam pasukan Kalingga!”

Rion mengatup rapat. ‘Bukan itu yang aku inginkan,’ ingin pemuda itu berteriak. ‘Kepemimpinan klan Kalingga yang aku inginkan. Bukan hanya menjadi seorang panglima perang, tapi sebagai pemimpin utama!’

“Hara, tidakkah ini terlalu tergesa-gesa?” sergah seorang pria berkepala botak yang usianya tak lebih tua dari ayah Rion. “Kita tahu Rion anakmu, tapi tak ada aturan bahwa pemimpin klan harus menunjuk anak keturunannya untuk menempati posisi penting!”

“Betul ... betul ...,” gumam yang lain.

“Masih banyak pemuda Kalingga yang memiliki kekuatan dan kemampuan memadahi. Mereka bahkan lebih baik dan lebih siap daripada Rion!” ujar yang lain.

Gumaman kembali membuncah.

Bagaspati Hara terbatuk beberapa kali lalu berujar tegas. “Bawa kemari para pemuda yang kalian sebutkan itu! Tunjukkan padaku kemampuan mereka sebagai pewaris murni darah Kalingga. Apakah ada di antara mereka yang mampu berkomunikasi dan mengendalikan burung-burung liar di luar sana?”

Suasana seketika senyap dan menegang. Kamatsura Taka yang ditunjuk sebagai pemimpin baru pun tak memiliki kemampuan itu.

“Aku menunjuk Taka sebagai pemimpin karena dia memang pemuda yang cerdas dan ahli dalam membuat strategi perang. Karakternya sangat sesuai untuk menjadi seorang pemimpin. Akan tetapi, itu saja tidak cukup. Klan kita membutuhkan seorang panglima dengan kemampuan khas yang seharusnya dimiliki oleh seorang Kalingga sejati—mengendalikan dan berkomunikasi dengan burung. Karena itulah ruh dari klan kita! Simbol kepemimpinan tujuh panglima legenda di negeri Kalamantra!”

Bantahan datang dari keluarga yang berbeda. “Mungkin saja para pemuda ini memang belum waktunya mewarisi kemampuan memanggil dan mengendalikan burung. Kita hanya perlu terus berusaha agar nenek moyang menurunkan kemampuannya pada klan kita!”

“Apakah kau pikir anakku tidak mempunyai kesempatan yang sama?” desis Hara. “Aku tahu saat pertama kali melihat matanya di hari gerhana dia dilahirkan. Rion yang akan memimpin Kalingga bahkan Kalamantra bersama tujuh panglima lainnya suatu saat nanti!” ujar hara penuh keyakinan.

Rion selalu membenci suasana pertikaian yang disebabkan oleh kelemahan dirinya. Dia mendesak sang ayah agar menyudahi hal itu. Rion hanya memikirkan kesehatan ayahnya. Dia bahkan gagal untuk membawa ahli pengobatan dari Sakheti.

“Rion memang memiliki darah campuran! Kenyataannya, dia yang mewarisi kemampuan itu. Dia bisa berkomunikasi dengan para burung!” ujar sebuah suara.

Kerumunan itu membalik badan dan melihat siapa yang berbicara. Dia adalah Bagaspati Seno, paman Rion yang baru tiba dengan pedang di tangan.

“Rion sudah memiliki kemampuan itu sejak dia dilahirkan! Dan Hara sengaja menyembunyikannya dari kita selama ini!”

“Apa?” Semua orang yang ada di sana menganga tak percaya.

“Rion bahkan yang memanggil burung-burung itu saat serangan terjadi kemarin,” lanjut Seno yang dibenarkan oleh Taka yang melihat semua kejadian itu dengan mata kepalanya sendiri.

Bagaspati Hara mengangkat satu telapaknya untuk menenangkan anggota klan yang lain. “Kita tidak punya banyak waktu untuk berdebat. Ada masalah yang lebih mendesak dan penting untuk kita selesaikan. Kita tahu burung-burung di luar sana semakin gelisah dari hari ke hari. Pertanda ini tak bisa kita abaikan begitu saja. Sepanjang tahun ini kita memang masih mampu menghalau serangan dari bandit utara yang menginginkan kemampuan khas para pemimpin klan, meski kita babak belur juga dibuatnya.”

“Tak butuh waktu lama bagi mereka untuk mengumpulkan kekuatan baru yang lebih besar. Kita harus menyiapkan strategi,” lanjut Bagaspati Hara.

“Apa kau sudah mendengarnya, Kak?” tanya Bagaspati Seno.

Hara mengangguk. “Burung-burung itu terbang dari tempat-tempat jauh untuk mengumpulkan kabar berita. Kemunculan dan serangan-serangan yang dilancarkan oleh bandit utara atas perintah Omkara bukan tanpa sebab. Mereka meyakini legenda tujuh panglima Kalamantra itu sungguh ada. Mereka berkeliling ke pejuru negeri Kalamantra untuk mengumpulkan orang-orang sakti dan berusaha membangkitkan sang ketujuh panglima legenda itu untuk memanfaatkan kekuatannya.”

Bagaspati Hara menatap bergantian pada Taka dan Rion yang masih berlutut di depannya. “Jika saja mereka lebih dulu berhasil mengumpulkan tujuh panglima legenda, maka dapat dipastikan dunia akan tunduk dan hancur di bawah tangan besinya.”

“Siapa Omkara ini, Ayah?”

“Tak ada yang tahu siapa dia. Kita hanya perlu mencegah tujuannya dan orang lain yang sepemikiran dengannya.”

“Atau kita harus mendahuluinya untuk menemukan tujuh panglima legenda itu,” sambung Taka.

Hara mengerjapkan matanya tanda setuju dengan Taka.

“Rion, ini adalah tugas pertamamu sebagai seorang panglima burung dari Kalingga. Kau harus bisa mencari dan menyatukan ketujuh panglima kalamantra yang hilang, seperti yang dilakukan oleh moyang kita.”

Semua orang terksesiap.

“Bagaimana mungkin pemuda lemah seperti dia menjadi seorang panglima burung dan memimpin Kalingga?” protes sebuah suara.

Selama ini, Rion selalu menjadi olok-olokan dan dijauhi oleh anggota klannya karena dianggap memiliki darah ‘batara’—pembawa sial. Dia lahir pada saat gerhana matahari total terjadi. Berdasarkan kepercayaan dan mitos yang terjadi, bayi yang lahir pada waktu itu akan mewarisi darah batara yang akan membawa kesialan.

Ketakutan mereka didukung oleh warna mata pemuda itu yang berbeda dari warna mata orang Kalingga pada umumnya. Oleh karena itu, Hara memutuskan untuk menyembunyikan Rion di hutan dekat perbatasan wilayah klan Saifi Angin bersama istrinya sampai dia cukup umur.

“Kalau begitu, jika Rion mampu mengumpulkan ketujuh panglima kalamantra, kalian harus menerimanya menjadi pemimpin klan kita!”

Hara menantang seluruh anggota klan yang terus menolak mengakui kekuatan tersembunyi yang dimiliki Rion.

“Tapi, jika ternyata dia gagal, kau harus menyerahkan kepemimpinan klan ini pada putraku—Kamatsura Taka!” teriak salah satu tetua yang ikut menghadiri pertemuan itu.

Sudah diputuskan dan disepakati oleh para tetua. Rion harus menemukan ketujuh panglima kalamantra untuk memenuhi harapan ayahnya. Jika dia gagal, maka anak keturunan Bagaspati Hara harus diusir selamanya dari Kalingga.

Kerumunan itu membubarkan diri. Hara menepuk pundak putranya. “Aku tahu kau mampu! Ada sesuatu yang istimewa di dalam dirimu. Pergi dan temukan ketujuh panglima Kalamantra. Satukan kekuatan mereka untuk kembali menjaga dan melindungi negeri ini dari kehancuran.”

“Bagaimana mungkin, Ayah?” desak Rion. Sayangnya, tak ada jawaban dari Hara. Pria itu terlelap dalam tidur panjangnya.

Sang paman menepuk bahu Rion. “Kau tak akan pernah tahu sebelum kau mencobanya! Nasib keluarga kita ada di tanganmu. Pergilah, kami akan menunggumu di sini.”

Tanpa pikir panjang lagi, Rion bangkit meraih celurit dan mantel hitamnya. Sebelum pergi, dia menoleh pada sang paman yang masih meringkuk di depan perapian. “Aku akan kembali membawa mereka. Akan aku kembalikan kehormatan keluarga Bagaspati!”

Rion melakukan perjalanan panjang untuk mencari ketujuh panglima kalamantra yang digadang-gadang kekuatan mereka akan mampu menyelamatkan dunia dari kejahatan Omkara. Saat tiba di suatu kota, sekelompok bandit menghadang dan menyerang Rion.

“Siapa kalian?”

“Kami dari kelompok bandit utara!”

“Aku tidak punya harta!” ujar Rion. “Kalian salah memilih korban.”

“Kami tidak membutuhkan uangmu, tapi kami menginginkan kepalamu!” teriak sang pimpinan bandit.

Salah satu dari mereka menunjukkan gambar sketsa wajah Rion.

“Seseorang membayar kami dengan sangat mahal untuk membunuhmu! Ha ha ha... sepertinya seseorang ingin agar kau tidak pernah kembali ke Kalingga apa pun yang terjadi.”

“Brengsek!” teriak Rion.

Para bandit itu mengepung Rion yang hanya sendrian.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status