“Serahkan dua benda di tangan kalian masing-masing!” perintah Lilian tegas.
Karuna dan Eknath saling tatap.
“Benda apa maksudmu?” selidik Karuna berpura-pura bodoh.
Sedang Eknath mengabaikan ucapan gadis itu dan pergi begitu saja bersama sisa pasukannya yang sebenarnya juga mulai ketakutan pada Eknath.
“Berhenti!” sergah Lilian.
Para siswa kultivasinya mengadang Eknath atas perintah Lilian.
“Kenapa kalian menghalangiku? Bukankah aku tidak ada urusan dengan kalian?”
“Kau sudah menebar jaring penjerat sihir di hutan ini. Apa sebenarnya tujuanmu datang ke sini?”
“Untuk berburu malam tentu saja!” seringainya. “Benar, kan?” tanya Eknath pada pasukannya.
“Be-benar, Nona... Kami mendapat perintah dari Tuan Besar Mo dari klan Matahari untuk berburu iblis di hutan.”
Buaya-buaya putih itu menerjang perahu-perahu yang ditumpangi manusia dari segala sisi. Seberapa keras usaha mereka membunuhi buaya siluman itu dengan pedang dan dayung semuanya sia-sia. Mereka dapat dengan mudah menyelam dan bersembunyi di dalam air.Dari tengah sungai timbul sebuah pusaran kecil. Buaya-buaya itu berenang menuju pusaran. Di sana mereka berputar dan menyatu dengan pusaran. Buaya putih itu menjadi semakin bening dan melebur menjadi air.Pusaran semakin banyak dan naik ke permukaan seperti sulur-sulur yang panjang. Dari masing-masing pusaran itu muncul puluhan monster air dengan tubuh manusia tapi wajah, tangan, dan kaki seperti buaya. Rahang dan gigi mereka tajam dengan wajah pucat bak mayat.“Kapara!” Karuna menggenggam kapak raksasanya.Dia mulai menebasi monster-monster air itu dengan cepat.Eknath melihat perahu lain sedang dalam kesulitan. Dia melompat dari satu perahu k
“Kita harus menemukan titik kekuatannya! Jika seperti ini terus tak akan ada gunanya!”“Kau benar!” dukung Karuna.“Aaahhh!” jerit Tuan Muda Jin saat terseret ke dalam air.Karuna bergerak cepat dengan memotong sulur-sulur hitam itu menggunakan kaparanya. Matanya membuka sesaat. Saat kaparanya bersentuhan dengan sulur hitam di dalam air, dia bisa merasakan energi racun karang di dalam sulur itu.“Brengsek! Jadi, dia menggunakan kekuatan sihirku untuk membuat semua ini!”Lilian terbang dan menarik Tuan Muda Jin dari dalam air. Pria itu terengah dengan pakaian basah kuyup. Mulutnya sempat menelan banyak air.Lilian menurunkannya di perahu miliknya. “Kau baik-baik saja, Jin?”Tuan Muda Jin tak bisa berkata-kata. Dia merasa sangat malu pada Lilian.Tiba-tiba, awan gelap datang dan menudungi danau itu. Kabut tebal kembali muncul. Air yang tenang semakin bergejola
Mereka tiba di Gunung Putih yang menjadi permukiman klan kultivasi. Gunung Putih di sini juga merujuk pada batuan kars yang mendominasi pegunungan itu. Punggung gunung di sisi timur terdiri dari hamparan batuan kars. Sisi yang lain sangat subur dengan banyak pepohonan dan tanaman pangan.Klan kultivasi membangun rumah dari bebatuan kars dan hidup bercocok tanam dengan lahan subur di sisi lain gunung. Secara keseluruhan, di sana adalah tempat yang nyaman dan tenang untuk menempa ilmu kanuragan. Di sana ada banyak asrama untuk para siswa dari penjuru negeri yang ingin mempelajari teknik kultivasi.Asrama dan tempat pendidikan itu dikelola oleh keluarga Zang. Lilian menjadi salah satu putri keluarga Zang yang mewarisi kemampuan kultivasi dari ayahnya. Usia gadis itu sudah ratusan tahun. Meski demikian, wajahnya tetap cantik dan kempuannya banyak ditakuti lawan.“Kenapa kamu membawa mereka ke sini? Apa mereka ingin belajar
Karuna dan Eknath dibawa ke aula utama tempat Tuan Zang tinggal dan mengendalikan seluruh kegiatan di perguruannya. Mereka digelandang dan dipaksa berlutut di depan beberapa orang guru. Sudah ada Lilian dan Tuan Zang sendiri di sana.“Kalian akan menghukumku sekarang?” ujar Eknath. “Aku tidak terima!” bantahnya dengan senyum meremehkan.Para siswa yang juga sengaja didatangkan dan dikumpulkan di sana berbisik-bisik. Mereka cukup gelisah saat mendengar ada orang yang melanggar aturan perguruan dan akan dihukum sebagai percontohan.“Kau masih bisa tersenyum pada saat begini?” gumam Karuna.“Meski langit runtuh sekalipun, aku tetap akan tersenyum,” seringai Eknath yang masih terus mempertahankan senyumnya meski dada dipenuhi kekesalan. “Aku tak akan kalah dari mereka!”“Kalian telah melanggar aturan perguruan Zang! Kalian melewati jam malam
Karuna dan Eknath keluar dari kolam dengan tubuh basah kuyup.“Kau mendengarnya, Karuna?”“Ya, aku tidak tuli!”“Suara apa itu?”“Entahlah! Mungkin binatang? Kita, kan, di gunung!” jawab Karuna asal.Lilian sudah berpakaian bahkan pergi lebih dulu sebelum Karuna dan Eknath menyadari suara itu. Dua orang siswa berlari-lari sambil menggendong peralatan kultivasi di dadanya.“Apa yang terjadi?” cegah Lilian saat mereka berpapasan.“Nona, maafkan kami.”“Aku mendengar suara mayat hidup. Ada apa ini?” desak Lilian.Lilian yang hanya mengenakan pakaian tipis selepas mandi, bahkan rambutnya masih basah, dipaksa harus bergerak cepat. “Apa itu suara mayat hidup yang dibawa Paman hari ini? Kupikir dia mengurung para mayat hidup itu di ruang meditasi. Bagaimana mereka bisa kabur?&rd
Karuna membuka mata perlahan. Hal pertama yang dia lihat adalah sebuah lukisan pemandangan pegunungan dan hutam bambu dengan kaligrafi Cina yang tak dia pahami maknanya.“Kau sudah bangun?”“Eknath?” Karuna kebingungan dan masih berbaring di atas tilam. “Apa aku....” Karuna menoleh ke samping dan memperhatikan interior kamar yang ditempatinya. “Hah?” Karuna duduk seketika dan merasakan nyeri di punggung yang diperban.“Jangan bergerak! Kau sudah koma selama tiga hari. Untung aku menemukan tempat ini. Kau pikir cederamu tidak parah, ya? Para mayat hidup itu cakarnya mengandung racun. Bukankah ini lucu? Kau seperti terkena racun milikmu sendiri.”Karuna hanya bisa membuka dan menutup mulutnya kebingungan.“Sudalah! Makan ini.” Eknath meletakkan semangkuk bubur panas di meja.“Terima kasih, Eknath. Oh, ya, bagaimana Lilian? Apa kita ketahuan?”Eknath duduk di sebuah bangku
“Wanita terkutuk! Kau hanya membayar dendam pribadimu!” teriak siswa yang selalu setia menemani Lilian. Dia tahu betul Lilian tak melakukan pelanggaran apa pun.Lilian berdiri tegak. Siswa itu sudah berlari akan menerjang perempuan bergaun ungu, tapi Lilian merentangkan tangan.“Berhenti di sana!”Siswa itu terpaku. Wajah Lilian mengeras. Dia jarang sekali menunjukkan ekspresi wajahnya. Tapi kini, kemarahan sudah sangat memuncak dan tak lagi bisa dia sembunyikan di balik wajah datarnya.Lilian maju selangkah ke depan perempuan bergaun ungu. Dia menarik cepat sebilah pedang dari pinggang salah satu siswanya.“Nona!” sergah yang lain.Salah satu siswa berlutut di belakang Lilian. “Jangan lakukan ini! Jika Tuan Besar Zang tahu, dia akan....”“Diam!” bungkam Lilian. “Jadi, bagaimana kalau Ayah tahu? Bukankah kemarin dia
“Terus serang!” teriak Tuan Muda Wan yang memimpin pasukan ke Gunung Putih. “Kita harus bisa mendapatkan Gunung Putih!”Di sisi lain, Tuan Besar Zang tengah dalam perjalanan kembali ke Gunung Putih bersama sejumlah rekan dan siswa seniornya. Dia duduk di dalam tandu dan memegangi tusuk konde yang akan dia berikan sebagai oleh-oleh untuk Lilian.“Pemimpin klan, tusuk konde ini terlihat indah. Saya yakin Nona Lilian akan menyukainya,” hibur sang rekan.Tuan Besar Zang terlihat puas dan tersenyum lebar dengan pilihannya.Dari luar tandu terdengar seseorang tengah berlari mendekat dan mengetuk pintu tandu dengan tergesa.“Tuan Besar, ada berita buruk!” Seorang pria bercaping yang mengawal perjalanan mereka berujar panik.Tuan Besar Zang menyimpan tusuk konde di dalam pakaiannya. “Berita apa yang kau bawa?”“Burung pembaw