Share

Bab 5

Delis merasa bingung. “Apa yang kamu katakan?”

“Dengarkan baik-baik, jangan pernah lagi cari masalah dengan Herli. Jangan membuatku sulit.”

“ … ”

“Sudah, aku matikan dulu teleponnya.”

Belum smepat Delis memberikan penjelasan dan membantah, Kelven sudah langsung menutup teleponnya.

Jadi wanita jahat itu melapornya lebih dulu?

Brengsek.

Padahal dia yang duluan datang mencari masalah, malah lapor duluan ke Kelven?

Delis sangat kesal, dengan berusaha menahan ketidakpuasan dalam hatinya, dia kembali ke kampus.

Selama beberapa hari ini, dia tinggal di kampus dan tak pulang ke rumah. Dia juga tak mengirim pesan atau menelepon Kelven sama sekali.

Tentu saja, pria itu juga tidak pernah berinisiatif menghubunginya.

Hingga hari jumat, sebuah seminar yang menggegerkan seluruh kampus mereka dimulai.

Delis duduk termenung di depan meja belajarnya di asrama, sementara Novi sibuk merapikan barang-barang sambil mencari-cari ponselnya.

Setelah menemukan ponselnya dan bersiap-siap untuk keluar dari kamar, Novi melihat Delis masih duduk di sana tidak bergerak. Dia kembali melihat Delis dan bertanya,

“Delis, ada apa denganmu? Ayo, seminar dari Profesor Kelven sudah mau dimulai.”

Delis tetap diam. “Kalian berdua pergi saja, aku nggak ikut.”

“Apa? Kamu nggak ikut? Ini seminar dari Profesor Kelven loh. Bahkan banyak universitas di seluruh negara juga nggak ada kesempatan ini. Apalagi seminar kali ini diadakan di aula besar, bisa menampung seluruh mahasiswa. Kenapa kamu nggak mau pergi?”

“Aku nggak enak badan.”

“Bagian mana yang nggak enak?”

“Kalian pergi saja, aku nggak tertarik dengan seminarnya.”

Novi merasa agak bingung. Delis yang biasanya suka belajar, seharusnya tak mungkin tak tertarik pada seminar seorang pria sukses. Mengapa kali ini dia terlihat begitu muram.

Namun, teringat seminar akan segera dimulai, Novi pun tidak lagi memaksanya.

“Yasudah, kamu tinggal di sini sendiri. Aku pergi dulu ya.”

“Hm.”

Setelah teman sekamarnya pergi, hanya tersisa Delis sendiri di dalam kamar.

Sebenarnya dia sangat ingin pergi mendengarkan seminar dari Kelven.

Sama seperti seminar tahun lalu.

Tahun lalu, Kelven berdiri di podium dengan pakaian rapi, berkelas, berwibawa dan bersinar gemilang. Kehadirannya memikat seluruh dosen dan mahasiswa di bawah panggung.

Delis pun tidak terkecuali.

Saat itu, Delis duduk di antara kerumunan, menatapnya dengan penuh kekaguman. Dia sangat ingin mendekatinya, mengatakannya secara langsung pada Kelven bahwa dirinya menyukainya.

Tentu saja, saat itu dia tidak pernah bermimpi bahwa suatu hari nanti dirinya akan menjadi istrinya.

Teringat enam bulan pernikahannya yang telah memberinya begitu banyak kebahagiaan dan keindahan, Delis tidak ingin menyerah begitu saja.

Meskipun mendengar dari mulut Kelvin sendiri bahwa posisi Nyonya Rosli adalah milik orang lain, Delis juga tak ingin melepaskannya. Delis tak ingin mengembalikannya pada orang lain.

Pernikahannya hanya bisa diatur oleh dirinya sendiri.

Delis bersandar di atas meja belajarnya, dengan keras memaksa dirinya untuk meredakan perasaannya.

Perlahan-lahan dia tertidur.

Delis terbangun karena dikejutkan oleh keributan dari tiga teman sekamarnya di dalam kamar.

“Astaga, Profesor Kelven benar-benar ganteng. Saat berdiri di atas panggung dan berbicara, dia benar-benar seperti dewa. Bagaimana mungkin ada pria sehebat ini di dunia ini?”

“Iya, betul sekali. Aku diam-diam memotret dia. Mulai sekarang, suamiku adalah Profesor Kelven.”

“Profesor Kelven sangat ganteng, sayang sekali kalau dia nggak masuk dunia hiburan.”

“Dunia hiburan yang begitu rumit nggak sebanding dengan status Profesor Kelven. Dia sudah sangat baik sekarang, seorang pebisnis hebat, orang terkaya di negara ini, sesekali memberikan seminar di universitas, sudah sangat baik.”

“Pria seindah itu, entah wanita mana yang bisa sepadan dengannya.”

“Eh, Profesor Kelven bermarga Rosli, perusahaannya bernama Deli Jaya. Tidakkah kalian merasa ini sangat kebetulan dengan nama Delis Rosli?

Novi terkejut. “Iya, Delis dan Profesor Kelven tak hanya punya marga yang sama, tapi nama Delis juga hampir sama dengan perusahaan Profesor Kelven. Kebetulan sekali.”

Melihat Delis sudah bangun, mereka langsung mendekat dan bertanya, “Delis, kamu kenal dengan Profesor Kelven?”

Delis menatap mereka tanpa menjawab.

Nadya berkata, “Bagaimana mungkin Delis kenal dengan Profesor Kelven. Mungkin hanya kebetulan saja. Apalagi banyak sekali yang bermarga Rosli di dunia ini. Di kampus kita saja ada beberapa orang yang bermarga Rosli.”

Salah satu teman yang lain juga setuju. “Iya juga.”

Kemudian, mereka sibuk menunjukkan foto yang baru saja dipotret pada Delis.

“Delis lihat, Profesor Kelven ganteng sekali. Apa dia tipe yang kamu suka? Hari ini semua dosen dan mahasiswa di kampus ada di sana, suasananya benar-benar mengesankan.”

Delis melihat foto Kelven di ponsel temannya. Hari ini Kelven mengenakan setelan jas hitam dengan kemaja abu-abu, berdiri tegak dengan sikap yang elegan.

Mungkin itu adalah keanggunan yang lahir bersamanya. Tak peduli di mana dia berada, tubuhnya selalu bersinar.

Memang sangat tampan.

Delis berdiri dan menghindari topik pembicaraan temannya. “Aku pergi ke perpustakaan dulu.”

Teman-temannya tidak lagi memperhatikannya dan melanjutkan pembicaraan tentang pujaan hari mereka, Profesor Kelven.

Delis baru saja keluar dari kamar, ponselnya berdering.

Delis melihat layar panggilan, ternyata dari asisten pribadi Kelven, Pak Mudi.

Delis tanpa ragu menjawab panggilan dan pria itu berkata, “Nona Delis, siap-siap, kami akan menjemputmu di area parkir untuk pulang.”

Delis terdiam, “ … “

Mereka?

Kelven juga ada?

Teringat dengan Kelven yang memarahinya dengan kasar tanpa alasan yang jelas, Delis dengan tekad menolak,

“Aku mau belajar di kampus, minggu ini nggak mau pulang.”

Ponsel asisten direbut oleh Kelven, suaranya terdengar lembut, “Delis, ikut pulang denganku.”

Namun, begitu mendengar suara Kelven, Delis langsung luluh.

Namun, Delis menahan emosinya, tetap dengan nada tidak senang, “Aku nggak mau pulang.”

“Hm? Kamu mau aku menjemputmu di depan asrama? Yoklah.”

Suara Kelven tersengar semakin lembut.

Delis tahu, meskipun hatinya masih tidak puas, dia tetap saja tidak bisa menahan pesona dari pria tua itu.

Delis mengerucutkan bibirnya, terpaksa menjawab, “Yasudah~”

Setelah menutup ponselnya, Delis kembali ke asrama untuk merapikan bukunya.

Teman-temannya melihatnya kembali dan bertanya, “Delis, bukankah kamu pergi ke perpustakaan? Kenapa kembali lagi?”

Delis merapikan bukunya sambil menjawab, “Orang rumahku meneleponku untuk pulang, jadi aku mau pulang dulu.”

Teman-temannya iri. “Memang enak kalau tinggal di dekat sini. Bisa pulang kapan saja. Delis, kamu beruntung sekali.”

“Delis, kalau ada kesempatan, undanglah kami ke rumahmu.”

Delis selesai merapikanya, dia menatap tiga teman sekamarnya dengan senyuman ringan sambil mengangguk.

“Iya, kalau ada kesempatan, aku pasti mengundang kalian ke rumahku. Aku pergi dulu ya.”

“Iya, hati-hati di jalan.”

Delis keluar dari asrama, bergegas menuju tempat parkir di kampus.

Tiga teman sekamarnya sangat baik. Ini adalah pertama kalinya mereka mengatakan ingin berkunjung ke rumahnya.

Namun, rumah tempat tinggalnya adalah milik Kelven dan hubungannya dengan Kelven juga rahasia. Oleh karena itu, dia tidak bisa mengajak mereka ke rumahnya.

Apalagi, mengingat bahwa dirinya akan bercerai kapan saja.
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Siti Zubaidah
bagus saya suka dengan ceritanya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status