"Saya akan membantu proses pemakamannya besok," ucap seorang pria yang sekarang berdiri di depan Endrea.
Endrea mengangkat kepalanya seorang pria menggunakan kemeja panjang berwarna biru dipadukan dengan celana panjang hitam dan tersenyum ke arah Endrea.
"Dokter Adit, terimakasih banyak dok" ucap Endrea, dirinya merasa tidak percaya akan ada orang yang membantunya.
"Endrea," teriak Kirana yang baru sampai dan langsung menghambur kepelukan Endrea.
"Mengapa kamu tidak bilang dari tadi? kenapa baru sekarang, setidaknya aku bisa menemanimu disini," ujar Kirana ditengah isak tangisnya, dirinya baru tahu dari suster yang baru saja Kirana temui dan mengatakan semuanya yang terjadi kepada Endrea.
Mereka melewati malam dengan bercerita apa yang barusan terjadi kepada Endrea dan Adelard, Kirana sudah Endrea anggap seperti Kakak sendiri.
Proses pemakaman Adelard berjalan dengan lancar, sampai jam tujuh pagi Endrea belum juga beranjak dari samping makam Adelard.
"Saya pamit Mbak Endrea," pamit Dokter Adit dengan menepuk pelan pundak Endrea.
"Terimakasih Dokter Adit atas bantuan anda." jawab Endrea.
"Endrea ayo pulang sudah lama kamu berdiam di sini," ajak Kirana.
"Kamu pulanglah terlebih dahulu Na, Aku masih ingin disini." jawab Endrea, bahkan Endrea belum mandi dari kemarin dirinya tidak mempedulikan penampilannya lagi.
"Jika kamu seperti itu, Adelard akan sangat sedih melihatmu dari atas sana pulanglah kamu bisa datang kesini kapan saja." ucap seorang pria sudah berdiri dibelakang Endrea dan Kirana.
Endrea berbalik melihat ke arah suara. Seorang pria baruh baya dengan tubuh kurus dan berpakaian supir disebelahnya ada seorang wanita yang umurnya tidak jauh dari pria itu.
Endrea langsung berlari dan menghambur ke pelukan wanita itu "Bibi Mun, bagaimana bisa Bibi disini?" tanya Endrea masih dengan sesegukan.
Kehadiran Paman Dimas dan Bibi Mun asisten kepercayaan Mamanya, membuat hati Endrea sedikit merasa tenang.
"Apa yang terjadi denganmu Endrea, pulanglah ke rumah kami jika kamu mau," ujar Bibi Mun.
"Bibi akan merasa sangat senang jika kamu mau menerimanya," lanjut Bibi Mun.
Setahu Endrea Bibi Mun dan Paman Dimas sudah menikah begitu lama tapi mereka tidak memiliki keturunan, Endrea mengangguk dirinya juga senang bisa bertemu kembali dengan orang-orang yang menyayanginya setelah kepergian Ibunya.
Paman Dimas berbicara dengan Kirana, Kirana mengerti tidak lama kemudian Kirana pamit dari makam. Endrea ikut pulang dengan Paman Dimas.
Sesampainya di rumah mungil dan hanya ada dua kamar, satu kamar mandi, dapur dan ruang tamu Bibi Mun menuntun tubuh Endrea dan membawanya masuk ke dalam rumahnya, Bibi Mun menyuruh Endrea untuk duduk disofa.
"Kamu pergilah ke kamar biar Aku yang berbicara dengannya," perintah Bibi Mun kepada suaminya Pamam Dimas menurut, meninggalkan kedua wanita itu diruang tamu.
Bibi Mun meletakkan satu cangkir teh hangat di meja dan berkata "Minumlah,".
Endrea mengangguk dan mengambil cangkir itu dan menyeruputnya, rasa hangat langsung masuk ke dalam tubuhnya.
Bibi Mun masuk ke salah satu kamar dan mengambil handuk di dalam lemari Bibi Mun duduk disamping Endrea.
"Kamu harus mandi terlebih dahulu ini handuknya, jika kamu tidak keberatan kamu boleh memakai baju Bibi, meski baju Bibi tidak sebagus baju kamu," ujar Bibi Mun dan meletakan handuk itu dipangkuan Endrea.
"Terimakasih banyak Bi." jawab Endrea, Endrea berjalan ke kamar mandi.
Setengah jam kemudian Endrea sudah kembali ke ruang tamu, Bibi Mun yang tengah melamun memikirkan bagaimana kehidupan Endrea setelah kepergian tiga tahun lalu dari rumah besar Tuan Kim, apakah Endrea sudah tahu kalo Tuan Kim sudah tidak ada, lamunan Bibi Mun buyar saat Kehadiran Endrea dan duduk disampingnya.
"Bibi ada yang ingin Endrea tanyakan," ucap Endrea kepada Bibi Mun.
"Katakan," perintah Bibi Mun dengan nada lembut.
"Apa Bibi dan Paman Dimas masih bekerja di rumah Papa?" tanya Endrea pikirannya menerawang saat kejadian kemarin di rumahnya.
Bibi Mun menggeleng "Bibi sudah berhenti satu tahun lalu, saat Tuan Kim meninggal semua asisten yang lama dikeluarkan oleh Nyonya Liana," jelas Bibi Mun.
"Ap... Apa Bi, Papa sudah meninggal?" tanya Endrea dengan terbata-bata, kemarin Bibi Liana bilang kalo Papanya sedang banyak pekerjaan di kantor, tapi sekarang Bibi Mun bilang Papanya sudah tidak ada, siapa yang harus Endrea percayai.
"Apa Kamu belum tahu semua ini, bahkan Papamu meninggal sudah satu tahun yang lalu dan kabar yang Bibi dengar Nyonya Liana juga akan menikah lagi," jelas Bibi Mun, dirinya juga terkejut awalnya Bibi Mun mengira Endrea sudah tahu.
Tangis Endrea kembali pecah kenyataan apa lagi ini, kenapa Bibi Liana tidak memberitahunya padahal Endrea keturunan kandung kerluarga Kim, sungguh kejam takdir mempermainkan kehidupannya Batin Endrea.
Bibi Mun memeluk Endrea dan membiarkannya menangis dipelukannya, setelah tangisnya terhentk Endrea menatap mata Bibi Mun.
"Bibi tahu dimana Papa dimakamkan?" tanya Endrea dengan sesegukan.
"Iya Bibi tahu, Bibi akan mengantarkanmu tapi tidak sekarang, lebih baik kamu istirahat Bibi tahu tubuhmu sangat lelah hari ini," perintah Bibi Mun dengan mengusap lembut rambut Endrea.
Bibi Mun mengantarkan Endrea ke kamar tamu dan membiarkan Endrea tidur, tubuh Endrea yang kelelahan tidak membutuhkan waktu lama sudah tertidur.
Jam tiga siang Endrea terbangun tubuhnya terasa lebih baik, Endrea keluar dari kamar tidak mendapati Bibi Mun maupun Paman Dimas di dalam rumah.
Endrea mencari keluar rumah, dan melihat Bibi Mun dan Paman Dimas sedang berbicara dengan seorang pemuda.
"Bibi Mun," panggil Endrea.
Ketiga orang yang ada disana langsung melihat ke arah Endrea, Bibi Mun berjalan ke arah Endrea.
"Ada apa Bi?" tanya Endrea, dan melihat ke arah Paman Dimas yang sedang berdebat dengan pemuda itu.
"Hanya masalah kecil, tadi Bibi ingin menyebrang dan tidak melihat ada mobil yang akan melintas, Bibi tetap menyebrang tapi tiba-tiba mobil itu menabrak Bibi, Paman yang melihay kejadian itu tidak terima tapi malah pria itu marah-marah kepada kami," jelas Bibi Mun dengan melihat ke arah pria itu.
"Apa Bibi tidak apa-apa?" tanya Endrea dengan nada panik, mendengar jawaban Bibi Mun Endrea merasa lega.
Endrea berjalan ke arah Paman Dimas dan melihat ke arah pria itu dengan tatapan tajam, Pria yang ditatap seperti itu oleh wanita yang tingginya hanya sebatas dadanya malah merasa geli.
"Tidak usah tertawa, apa kedua orang tuamu tidak mengajarimu untuk sopan kepada orang yang lebih dewasa hah," teriak Endrea.
Endrea memajukan badannya dan semakin dekat dengan pria itu, Endrea terus berjalan mendekat.
Pria itu mundur beberapa langkah, apa yang ingin dia lakukan batin Kevin.
Ya Pria itu adalah Kevil Lii seorang pemuda yang suskes di usia muda, hari ini dirinya tengah terburu-buru untuk kembali ke rumah karena ada panggilan mendadak dari keponakannya, tapi malah ada kejadian yang tidak dia harapkan.
"Apa yang ingin kamu lakukan hah, dasar gadis aneh!" geram Kevin.
Kenapa semua orang kaya yang pernah dia lihat selalu memiliki postur tubuh yang tinggi batin Endrea, tanpa memperdulikan ucapan Kevin yang keberatan dengan ulahnya, Endrea berjinjit dan mengendus baju Kevin.
"Kau sedang mabuk." gumam Endrea tapi Kevin mendengarnya dengan jelas.
"Aku tidak mabuk," bantah Kevin sebenarnya siapa wanita yang ada di depannya, dan apa maunya Kevin menjadi penasaran dengan Endrea.
"Aku tidak mabuk," bantah Kevin sebenarnya siapa wanita yang ada di depannya dan apa maunya Kevin menjadi penasaran dengan Endrea."Bajumu bau alkohol," ucap Endrea."Ah... sudahlah saya tidak punya waktu untuk meladeni anak kecil sepertimu," geram Kevin dengan mendorong tubuh mungil Endrea."Heh setidaknya kamu bisa lebih sopan," teriak Endrea sebelum Kevin masuk ke dalam mobilnya."Kenapa kamu mencampuri urusanku hah, apakah kamu cucunya?" tanya Kevin dengan sombong."Iya aku cucunya, memang kenapa?" tanya Endrea dengan nada menantang."Kalo begitu kamu harus ganti rugi," ketus Kevin."Ganti rugi." ucap Endrea mengulangi perkataan Kevin."Apa aku tidak salah mendengarnya. yang salah itu anda berkendara dengan keadaan mabuk seharusnya kamu yang meminta maaf, kalo tidak Aku bisa saja melaporkanmu ke pihak kepolisian," bisik Endrea ditelinga Kevin.Kevin yang merasa kalah berdebat
Part 5"Tunggu Aku gadis kecil, Aku akan membantumu mendapatkan apa yang seharusnya kamu dapatkan," gumam Kevin, sebelah bibirnya terangkat saat melihat foto Endrea yang tadi pagi dirinya Ambil.Pagi ini Endrea membantu Bibi Mun masak, sebenarnya Bibi Mun sudah menolaknya tapi Endrea bersikeras membantu."Endrea tolong antar ini ke meja makan ya, sebentar lagi Paman akan keluar," perintah Bibi Mun tangannya menunjuk ke mangkok yang berisi sup."Iya Bi," jawab Endrea kemudian melakukan apa yang seharusnya.Tidak lama kemudian Paman Dimas keluar dari kamar dan duduk dikursi."Endrea," panggil Paman Dimas."Iya Paman, ada apa?" tanya Endrea saat dirinya sudah kembali dari dapur, dan duduk dikursi yang ada disana."Tadi Tuan Kevin telepon ke Paman, dan meminta paman untuk mengantarkanmu ke rumahnya," jelas Paman Dimas."Apa... kenapa harus aku datang ke sana Paman?" tanya Endrea, dirinya masih belum m
Kevin dan Endrea berdiri di depan pintu kamar, Kevin mengambil kunci yang ada dilaci dan membuka kamar itu, mata Endrea langsung melotot melihat isi kamarnya. "Ini apa?" tanya Endrea yang melihat isi kamarnya penuh dengan perlengkapan wanita, ada ranjang king size warna abu ditengah ruangan ada juga televisi yang besar dan sofa. masuk ke dalam ruangan dibalik dinding televisi terletak lemari dengan berbagai perlengkapan wanita dari kepala sampai kaki semuanya ada, dan semua barang-barang bermerek. "Ini untukmu, karena Paman Arya mau membantumu jadi penampilanmu harus memukau saat bertemu dengannya nanti malam," jelas Kevil Lii.Endrea melihat isi kamar dengan tatapan kagum, meski dulu dirinya anak orang kaya tapi belum pernah merasakan fasilitas semewah ini. Triinng... Triingg...Ponsel Kevin berdering, nama Papanya terpampang dilayar depan dengan malas Kevin mengangkat sambungan teleponnya. "Halo... Pa," ucap Kev
Endrea," suara bariton memanggil namanya, Endrea memalingkan wajahnya ke arah suara."Ada apa Emue?" tanya Endrea kemudian berjalan ke arah Emue yang sedang berdiri disamping lemari sepatu yang terletak disamping pintu masuk.Lemari sepatu dilengkapi dengan pintu kaca jadi tidak perlu membukanya untuk melihat sepatu di dalamnya, dari sepatu sampai heals dari toko-toko bermerek semuanya ada disana."Ayo Endrea pilih terserah kamu mau pakai yang mana, aku mau lihat tas disana" ucap Emue kemudian dirinya pergi ke lemari tas dan meninggalkan Endrea disana.Endrea melihat ke arah Emue kemudian berpindah lagi ke tempat sepatu, mata Endrea langsung tertuju ke arah sepatu kats warna putih dengan merek terkenal Endrea membuka pintu lemari dan mengambil sepatu itu."Aku mau pakai yang ini saja Emue," ucap Endrea, Emue yang sedang berdiri di depan lemari tas langsung memalingkan wajahnya dan melihat ke arah sepatu yang
"Saya... Saya...." Endrea menghentikkan ucapannya saat sebuah tangan kekar menggengam tangannya.Endrea melihat ke arah Kevin kemudian mengibaskan tangannya dengan berkata "Tidak usah pegang-pegang," ujar Endrea kemudian meletakkan tangannya diatas pangkuannya.Kevin yang tidak pernah ditolak oleh seorang wanita hatinya merasa sakit apa lagi penolakan itu tepat di depan Pamannya, sedangkan Arya tersenyum melihag bagaimana cara wanita itu memperlakukan keponakannya."Saya Endrea Kim," ucap Endrea dengan lantang.Arya cukup terkejut mendengar marga wanita yang ada di depannya sekarang, apa wanita ini adalah darah daging kandung Abraham Kim setahu Arya Abraham hanya memiliki satu anak kandung."Jadi apa yang kamu inginkan?" tanya Arya dengan menurunkan sebelah kakinya."Gini Paman meski Endrea saudara tiri yang bisa dibilang sangat jauh denganku, tapi Aku ingin Paman membantunya agar dia mendapatkan apa yang seharusnya,"
"Endrea Kim," teriak seorang wanita dengan pakaian kantornya berdiri di depan pintu yang digunakan untuk interview.Mendengar namanya disebut jantung Endrea berdetak lebih cepat dari sebelumnya, Endrea melihat ke arah Yuda yang juga sedang menatapnya."Semangat," ujar Yuda tanpa suara.Endrea mengangguk kemudian menghela nafasnya dan berkata "Saya," ujarnya dengan berdiri menghampiri wanita itu."Ikuti Aku ya," ucap wanita itu ramah dan ngan menepuk pelan pundak Endrea.Wanita itu membawa Endrea ke ruangan yang ditempatkan untuk interview calon karyawan baru, di dalam ruangan yang lumayan luas itu terdapat tiga orang yang tengah duduk dikursi, masing-masing memberikan jarak duduk dua diantaranya laki-laki yang sudah berumur diatas tiga puluh tahun dan terlihat sangat berwibawa.Satu wanita duduk ditengah-tengah wanita itu masih berumur dibawah tiga puluh tahun, disamping kiri terdapat meja panjang dan ada satu kaos se
Endrea memberanikan dirinya mengangkat kepalanya, dan semakin dibuat tidak percaya dengan apa yang dirinya lihat.'Benar keluarga Bibi Liana memang berencana mnguasai semua harta milik Papa, bagaimana bisa Bibi menempatkan Nina sebagai direktur,' batin Endrea tangannya terkepal merasa tidak rela dengan apa yang dia lihat.Bagaimana bisa selama ini dirinya hidup dengan susah payah diluar sana, sedangkan Nina yang hanya anak tiri bisa duduk manis dimeja sebagai direktur diperusahaan milik Papanya."Khemm...." Nina berdehem kemudian membenarkan letak duduknya dengan memajukan bagian dadanya yang besar."Jadi ini Endrea, bagaimana kalo menurutmu Yuana?" tanya Nina kepada Yuana."Hasil dari penilaian kami semuanya bagus Bu, dan kami sangat berharap Ibu Nina berkenan menerima Endrea bergabung diperusahaan ini," jawab Yuana panjang lebar.Nina mengangguk mengerti kemudian mengalihkan pandangan ke arah Endrea dengan kemudiam
"Mbak," teriak seorang dari luar Endrea langsung meletakan ponselnya di dalam tas, Eva memberi kode lewat tatapan matanya agar Endrea yang menghampiri wanita itu.Endrea langsung membuka pintu dan berlari ke arah wanita yang tadi memanggilnya kemudian berkata."Iya ada yang bisa saya bantu?" tanya Endrea dengan sopan.Wanita itu melihat Endrea dari atas sampai bawah "Apa kamu bekerja baru disini?" tanya wanita itu sedikit ketus dan tatapan matanya mengarah ke meja."Iya saya baru bekerja mulai tadi," jawab Endrea sopan."Oh kebetulan tadi Yuana memerintahkanku untuk memanggilkan pekerja baru, jadi cepatlah datang sebelum kamu dipecat, itu ruangan Yuana bekerja," ujar wanita itu dengan menunjuk ke ruangan yang ada disana.Endrea mengangguk kemudian berjalan ke arah ruangan Yuana, sementara itu diruangan tadi Eva melihat Endrea penuh dengan senyum jahat dirinya merasa sangat terbantu dengan adanya Endrea, jadi dirinya t