Share

Part 3. Bertemu kembali

"Saya akan membantu proses pemakamannya besok," ucap seorang pria yang sekarang berdiri di depan Endrea. 

Endrea mengangkat kepalanya seorang pria menggunakan kemeja panjang berwarna biru dipadukan dengan celana panjang hitam dan tersenyum ke arah Endrea.

"Dokter Adit, terimakasih banyak dok" ucap Endrea, dirinya merasa tidak percaya akan ada orang yang membantunya. 

"Endrea," teriak Kirana yang baru sampai dan langsung menghambur kepelukan Endrea. 

"Mengapa kamu tidak bilang dari tadi? kenapa baru sekarang, setidaknya aku bisa menemanimu disini," ujar Kirana ditengah isak tangisnya, dirinya baru tahu dari suster yang baru saja Kirana temui dan mengatakan semuanya yang terjadi kepada Endrea. 

Mereka melewati malam dengan bercerita apa yang barusan terjadi kepada Endrea dan Adelard, Kirana sudah Endrea anggap seperti Kakak sendiri.

Proses pemakaman Adelard berjalan dengan lancar, sampai jam tujuh pagi Endrea belum juga beranjak dari samping makam Adelard.

"Saya pamit Mbak Endrea," pamit Dokter Adit dengan menepuk pelan pundak Endrea. 

"Terimakasih Dokter Adit atas bantuan anda." jawab Endrea.

"Endrea ayo pulang sudah lama kamu berdiam di sini," ajak Kirana. 

"Kamu pulanglah terlebih dahulu Na, Aku masih ingin disini." jawab Endrea,  bahkan Endrea belum mandi dari kemarin dirinya tidak mempedulikan penampilannya lagi.

"Jika kamu seperti itu, Adelard akan sangat sedih melihatmu dari atas sana pulanglah kamu bisa datang kesini kapan saja." ucap seorang pria sudah berdiri dibelakang Endrea dan Kirana.

Endrea berbalik melihat ke arah suara. Seorang pria baruh baya dengan tubuh kurus dan berpakaian supir disebelahnya ada seorang wanita yang umurnya tidak jauh dari pria itu. 

Endrea langsung berlari dan menghambur ke pelukan wanita itu "Bibi Mun, bagaimana bisa Bibi disini?" tanya Endrea masih dengan sesegukan. 

Kehadiran Paman Dimas dan Bibi Mun asisten kepercayaan Mamanya, membuat hati Endrea sedikit merasa tenang.

"Apa yang terjadi denganmu Endrea, pulanglah ke rumah kami jika kamu mau," ujar Bibi Mun.

"Bibi akan merasa sangat senang jika kamu mau menerimanya," lanjut Bibi Mun. 

Setahu Endrea Bibi Mun dan Paman Dimas sudah menikah begitu lama tapi mereka tidak memiliki keturunan, Endrea mengangguk dirinya juga senang bisa bertemu kembali dengan orang-orang yang menyayanginya setelah kepergian Ibunya. 

Paman Dimas berbicara dengan Kirana, Kirana mengerti tidak lama kemudian Kirana pamit dari makam. Endrea ikut pulang dengan Paman Dimas. 

Sesampainya di rumah mungil dan hanya ada dua kamar, satu kamar mandi, dapur dan ruang tamu Bibi Mun menuntun tubuh Endrea dan membawanya masuk ke dalam rumahnya, Bibi Mun menyuruh Endrea untuk duduk disofa. 

"Kamu pergilah ke kamar biar Aku yang berbicara dengannya," perintah Bibi Mun kepada suaminya Pamam Dimas menurut, meninggalkan kedua wanita itu diruang tamu. 

Bibi Mun meletakkan satu cangkir teh hangat di meja dan berkata "Minumlah,".

Endrea mengangguk dan mengambil cangkir itu dan menyeruputnya, rasa hangat langsung masuk ke dalam tubuhnya.

Bibi Mun masuk ke salah satu kamar dan mengambil handuk di dalam lemari  Bibi Mun duduk disamping Endrea. 

"Kamu harus mandi terlebih dahulu ini handuknya, jika kamu tidak keberatan kamu boleh memakai baju Bibi, meski baju Bibi tidak sebagus baju kamu," ujar Bibi Mun dan meletakan handuk itu dipangkuan Endrea. 

"Terimakasih banyak Bi." jawab Endrea, Endrea berjalan ke kamar mandi.

Setengah jam kemudian Endrea sudah kembali ke ruang tamu, Bibi Mun yang tengah melamun memikirkan bagaimana kehidupan Endrea setelah kepergian tiga tahun lalu dari rumah besar Tuan Kim, apakah Endrea sudah tahu kalo Tuan Kim sudah tidak ada, lamunan Bibi Mun buyar saat Kehadiran Endrea dan duduk disampingnya.

"Bibi ada yang ingin Endrea tanyakan," ucap Endrea kepada Bibi Mun. 

"Katakan," perintah Bibi Mun dengan nada lembut. 

"Apa Bibi dan Paman Dimas masih bekerja di rumah Papa?" tanya Endrea pikirannya menerawang saat kejadian kemarin di rumahnya. 

Bibi Mun menggeleng "Bibi sudah berhenti satu tahun lalu, saat Tuan Kim meninggal semua asisten yang lama dikeluarkan oleh Nyonya Liana," jelas Bibi Mun.

"Ap... Apa Bi, Papa sudah meninggal?" tanya Endrea dengan terbata-bata, kemarin Bibi Liana bilang kalo Papanya sedang banyak pekerjaan di kantor, tapi sekarang Bibi Mun bilang Papanya sudah tidak ada, siapa yang harus Endrea percayai.

"Apa Kamu belum tahu semua ini, bahkan Papamu meninggal sudah satu tahun yang lalu dan kabar yang Bibi dengar Nyonya Liana juga akan menikah lagi," jelas Bibi Mun, dirinya juga terkejut awalnya Bibi Mun mengira Endrea sudah tahu.

Tangis Endrea kembali pecah kenyataan apa lagi ini, kenapa Bibi Liana tidak memberitahunya padahal Endrea keturunan kandung kerluarga Kim, sungguh kejam takdir mempermainkan kehidupannya Batin Endrea.

Bibi Mun memeluk Endrea dan membiarkannya menangis dipelukannya, setelah tangisnya terhentk Endrea menatap mata Bibi Mun.

"Bibi tahu dimana Papa dimakamkan?" tanya Endrea dengan sesegukan.

"Iya Bibi tahu, Bibi akan mengantarkanmu tapi tidak sekarang, lebih baik kamu istirahat Bibi tahu tubuhmu sangat lelah hari ini," perintah Bibi Mun dengan mengusap lembut rambut Endrea. 

Bibi Mun mengantarkan Endrea ke kamar tamu dan membiarkan Endrea tidur, tubuh Endrea yang kelelahan tidak membutuhkan waktu lama sudah tertidur. 

Jam tiga siang Endrea terbangun tubuhnya terasa lebih baik, Endrea keluar dari kamar tidak mendapati Bibi Mun maupun Paman Dimas di dalam rumah. 

Endrea mencari keluar rumah, dan melihat Bibi Mun dan Paman Dimas sedang berbicara dengan seorang pemuda.

"Bibi Mun," panggil Endrea.

Ketiga orang yang ada disana langsung melihat ke arah Endrea, Bibi Mun berjalan ke arah Endrea.

"Ada apa Bi?" tanya Endrea, dan melihat ke arah Paman Dimas yang sedang berdebat dengan pemuda itu.

"Hanya masalah kecil, tadi Bibi ingin menyebrang dan tidak melihat ada mobil yang akan melintas, Bibi tetap menyebrang tapi tiba-tiba mobil itu menabrak Bibi, Paman yang melihay kejadian itu tidak terima tapi malah pria itu marah-marah kepada kami," jelas Bibi Mun dengan melihat ke arah pria itu.

"Apa Bibi tidak apa-apa?" tanya Endrea dengan nada panik, mendengar jawaban Bibi Mun Endrea merasa lega. 

Endrea berjalan ke arah Paman Dimas dan melihat ke arah pria itu dengan tatapan tajam, Pria yang ditatap seperti itu oleh wanita yang tingginya hanya sebatas dadanya malah merasa geli.

"Tidak usah tertawa, apa kedua orang tuamu tidak mengajarimu untuk sopan kepada orang yang lebih dewasa hah," teriak Endrea.

Endrea memajukan badannya dan semakin dekat dengan pria itu, Endrea terus berjalan mendekat.

Pria itu mundur beberapa langkah, apa yang ingin dia lakukan batin Kevin. 

Ya Pria itu adalah Kevil Lii seorang pemuda yang suskes di usia muda, hari ini dirinya tengah terburu-buru untuk kembali ke rumah karena ada panggilan mendadak dari keponakannya, tapi malah ada kejadian yang tidak dia harapkan. 

"Apa yang ingin kamu lakukan hah, dasar gadis aneh!" geram Kevin. 

Kenapa semua orang kaya yang pernah dia lihat selalu memiliki postur tubuh yang tinggi batin Endrea, tanpa memperdulikan ucapan Kevin yang  keberatan dengan ulahnya, Endrea berjinjit dan mengendus baju Kevin. 

"Kau sedang mabuk." gumam Endrea tapi Kevin mendengarnya dengan jelas.

"Aku tidak mabuk," bantah Kevin sebenarnya siapa wanita yang ada di depannya, dan apa maunya Kevin menjadi penasaran dengan Endrea. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status