Share

Bab 4 Dimulai

"Kalau kamu gak mau pakai kenapa kamu bawa di dalam kopermu? Udah pakai aja gak usah jaim." Julio menyaut santai.


Fiolina sontak curiga pada sang suami"Hah? Gak usah ngarang, deh. Aku gak pernah bawa baju ini. Ini bukan bajuku. Pasti kamu kan yang siapin baju ini?" 


"Terserahlah. Aku gak pernah nyiapin baju begituan. Dan, yang kayak gitu ada banyak di koper kamu, cek aja sendiri."

Julio melenggang pergi lalu bersantai di atas tempat tidur, tak ingin mengambil pusing.Fiolina tertegun, benarkah begitu?

Seketika Fiolina menepuk jidatnya. Mamanya adalah orang yang menyiapkan koper itu untuknya. Pasti, mamanya juga yang telah meletakkan lingerie seksi di dalamnya!

"Mendingan, kamu buruan pake itu atau kamu lebih memilih keluar dari kamar mandi gak pakai apa-apa?!"

"Bisa gak kamu ambilkan aku baju lain yang agak tertutup?" cicit Fiolana memelas.

"No. Males."

Ucapan singkat Julio membuat Fiolina menghela nafas.

Tak ada pilihan lain, dia akan mengenakan lingerie ini dulu lalu keluar mengambil baju yang lain.

Saat Fiolina lewat di hadapan Julio dengan pakaian seksinya, Julio tak bisa menahan bagian tubuhnya yang menegang di bawah sana.

Dia adalah lelaki normal!

Sekalipun dia menganggap cintanya untuk Fiolina telah memudar dan berubah menjadi benci, dia tak bisa menolak godaan yang satu ini.

Terlebih, gadis itu memang cantik dan memiliki tubuh yang menggoda.

Merasakan tatapan tajam dari Julio, Fiolina merasa tak nyaman. Dengan cepat, dia meraih kopernya dan mencari baju yang lebih tertutup.

“Hah?” Ternyata benar kata Julio. Di kopernya, banyak sekali pakaian seksi. Fiolina menjadi sebal dengan kelakuan mamanya.

Setelah menemukan baju yang dia anggap “layak”, Fiolina kembali berlari kecil menuju kamar mandi dan tidak juga keluar setelah 10 menit kemudian.

Julio yang merasakan gejolak tidak nyaman dalam perutnya menjadi kurang sabar menunggu Fiolina keluar.

"Duh, lama amat sih dia ganti baju doang," gerutunya.

"Fio... lama amat sih buruan, aku mau pakai kamar mandinya..." Julio mulai meneriaki Fiolina sembari mengetuk pintu kamar mandi.

"Bentar-bentar tanggung…." jawab Fiolina dari dalam.

"Ngapain sih? Aku mules nih buruan …."

"Iya bentar udah selesai, kok ini."

Fiolina akhirnya membuka pintu.

Julio dengan tak sabar memasuki kamar mandi. Namun, langsung keluar lagi dalam waktu sepersekian detik saja.

"BUSUK BANGET BAUNYA." Julio tanpa sadar berteriak setelah hampir dibuat mabuk dengan bau kamar mandi yang amat busuk baginya.

"Habis BAB," jawab Fiolina, “HAHAHA..." Bukannya malu, Fiona malah tertawa terbahak-bahak.

Seketika, dia teringat tujuannya untuk membuat Julio jijik padanya, maka ini adalah kesempatan bagus, pikir Fiolina.

"Yaudah, sih! Sana buruan katanya mules."

"Gak deh. Aku pakai kamar mandi umum aja di bawah."

Julio hendak melangkah keluar, namun Fiolina dengan sigap mendorong lelaki itu masuk kembali ke kamar mandi.

Fiolina menarik kunci lalu mengunci pintunya dari luar.

"Buka pintunya!" teriak Julio.

"Udah gak usah ke kamar mandi umum, pakai kamar mandi ini aja," cekikik Fiolina.

Perempuan itu berhasil membuat Julio yang bergelut dengan aroma busuk di kamar mandi–menjadi lebih sebal.

"Buka Fio!"

"Gak mau, weeeek .... hihihihi," Fiolina bersikukuh dengan kejahilannya.

Julio tak ada pilihan lain. Dia terkunci dan perutnya semakin mulas.

Dengan pasrah, dia akhirnya tetap berada di kamar mandi itu untuk menuntaskan hajatnya

"Bersenang - senang aja Fiolina, setelah ini aku yang akan kerjain kamu habis - habisan," sumpah Julio dalam hatinya.

*****

Sepuluh menit berlalu, Julio telah selesai dengan urusannya di kamar mandi. Dia mengetuk pintu kembali agar Fiolina membukanya.

"Fio... bukain pintunya! aku mau keluar."

Fiolina sontak membuka pintu kamar mandi.

Namun, Julio menatapnya dengan tajam begitu dia keluar. "Kamu senang? Kita lihat aja sampai kapan kamu bisa bersenang-senang."

Senyum Fiolina memudar. Julio terdengar dingin. Dulu Julio selalu bersikap hangat padanya. Fiolina heran, apakah tindakannya tadi sudah bisa membuat Julio benci padanya?

"Kita di sini sampai kapan?" Fiolina mengalihkan pembicaraan.

"Cuma semalam, mulai besok kita tinggal di rumah keluargaku." Julio menjawab sembari memposisikan dirinya dengan nyaman di tempat tidur, "Aku tidur di sini, kamu tidur di sofa."

Deg!

"Aku yang di sofa?" Fiolina hampir tak percaya, lelaki yang dulu menyatakan cinta berulang kali padanya, sekarang memintanya tidur di sofa sementara dirinya di atas ranjang yang empuk.

"Bukannya ucapanku sudah jelas? Aku di sini, di ranjang, kamu tidur di sofa," ulang Julio datar.

"Ya sudah, gak masalah." Walaupun kesal, Fiolina sedang tak ingin berdebat. Dia menarik satu bantal dari tempat tidur untuk dia gunakan.

"Mau apa? Ini bantalku!" Julio menahan bantal itu.

"Kan kamu udah ada satu. Aku juga butuh bantal, kita berbagi," protes Fiolina.

"Aku selalu pakai guling. Dan dihotel gak ada guling. Jadi bantal ini aku pakai guling."

"Semalam aja gak usah guling kan bisa. Leherku sakit kalau gak ada bantal."

"Gak! Hotel ini siapa yang bayar? Kalau kamu gak terima, sana tidur di luar aja!"

Fiolina mengepalkan tangannya, menahan amarah. Tapi dia masih tak mau berdebat lebih jauh, maka tanpa berkata apapun lagi, dengan sebal dia berjalan ke sofa dan tidur di sana tanpa bantal ataupun selimut.

Julio menurunkan suhu AC dan menyembunyikan remote AC di bawah bantalnya. Fiolina merasa kamar menjadi sangat dingin. Dia melirik Julio yang ternyata sedang menenggelamkan diri dalam selimut tebal.

"Julio brengsek!" ucap Fiolina dalam hati. Dia tahu lelaki itu sedang membalas dendam padanya dengan berusaha membuatnya kedinginan.

Tapi, Fiolina tak mau memohon, dia tak ingin terlihat lemah dan mudah dikalahkan.

Semalaman Fiolina tidur dengan kedinginan. Lehernya juga mulai terasa sakit.

Di pagi hari, suhu kamar mendadak menjadi lebih hangat, membuat Fiolina merasa nyaman dan ingin tidur lebih panjang.

"Bangun!" ucap Julio tepat di telinga kiri Fiolina, membuat wanita itu tersentak kaget.

"Buruan siap-siap! Kita harus ke rumah keluarga Young."

"Sepagi ini?" cicit Fiolina.

"Iya. Kita sarapan di sana."

Tanpa menunggu, pria itu berlalu. Tak lupa, dia meminta Fiolina turun ke loby dalam waktu 10 menit. Jika lebih dari itu, maka dia akan meninggalkan Fiolina sendirian.

Alhasil, Fiolina mengenakan pakaian dan riasan asal-asalan, serta merapikan barang-barangnya.

Namun, Julio masih saja mengacuhkan Fiolina meski dia datang tepat waktu.

Sepanjang perjalanan menuju kediaman keluarga Young, Fiolina merasa canggung dengan keheningan yang tercipta.

Julio tak berniat untuk mengajak Fiolina mengobrol, begitu pula sebaliknya.

Setelah berhasil memarkir mobilnya, keduanya berjalan menuju pintu utama.

Di depan pintu utama, berdiri seorang lelaki berusia kurang lebih 60 tahun. Lelaki itu menatap Julio dan Fiolina lalu senyum merekah di bibirnya.

"Welcome Julio. Akhirnya anak laki-laki papa kembali ke rumah ini." Ferdinan, ayah kandung Julio, tampak bahagia bertemu dengannya. Anehnya, Julio justru menampakkan wajah dingin.

Fiolina menatap keduanya bingung, sampai akhirnya Ferdinan menoleh ke arahnya.

"Ini menantu papa?" 

Fiolina sontak membalas senyum Ferdinan--hendak menyambut uluran tangan lelaki itu. Namun, Julio menarik Fiolina menjauh.

Hal itu membuat Ferdinan kecewa, namun dia tidak mengatakan apapun.

"Walaupun dia papaku, dia adalah laki-laki yang paling aku benci di dunia ini. Selama kamu jadi istriku, kamu harus jauh-jauh dari dia. Ngerti?" bisik Julio tajam kepada Fiolina.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Florinza Florence
makin seru ceritanya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status