Share

Bab 8 Ruang Bawah Tanah

Butuh tenaga ekstra untuk membawa barang-barang itu ke pembakaran sampah.

Meski ragu, Fiolina  memasukkan benda-benda itu ke tong pembakaran sampah. Asap yang mengepul mulai terlihat.

Saat sudah separuh jalan, tiba-tiba terdengar lengkingan suara dari belakang punggungnya.

"AAHH! FIOLINA! APA YANG KAMU LAKUKAN?" Suara Rossi yang panik membuat Fiolina bingung. Bukankah perempuan itu yang menyuruhnya?

"Apa maksudmu? Aku membakar barang-barang ini sesuai deng--"

"Ada apa Ross?" Oma datang dengan sedikit panik setelah mendengar teriakan Rossi.

Selain Oma, ada Papa dan Mama Rossi yang juga tiba dengan sama paniknya--mengira anak mereka dalam bahaya.

"Itu Oma! Fiolina bakar barang peninggalan Opa."

"Apa?" Oma segera menengok ke tong pembakar sampah. Saat dia melihat barang-barang yang sangat dia kenal, dia berteriak dengan histeris.

Fiolina dengan sekejap tahu apa yang terjadi. Rupanya, Rossi telah menjebaknya!

Sekarang dia telah merusak barang yang berharga bagi Oma. Benda-benda yang dia bakar ternyata ada peninggalan Opa.

Dengan segera, Fiolina mengambil tabung APAR (Alat Pemadam Api Ringan) yang memang sudah tersedia di halaman belakang.

Sayangnya, proses pembakaran sudah berlangsung agak lama dan api sudah menghanguskan sebagian besar barang-barang itu.

"Maaf, Oma. Saya benar-benar gak tahu tadi Rossi bilang ini barang rongsokan dan menyuruh saya untuk membakarnya." Fiolina membela diri.

"Fitnah! Jangan ngarang kamu, Fiolina! Oma, aku gak pernah lakukan itu. Gak mungkin aku suruh Fiolina untuk bakar barang peninggalan Opa." Rossi berkelit diiringi oleh air mata buaya yang mulai menetes di pipinya.

Fiolina memandangnya dengan jijik. Namun, tidak ada yang peduli dengan dirinya sama sekali.

"Rossi benar. Dia juga menghargai barang peninggalan Opa, gak mungkin dia melakukan apa yang perempuan ini bilang!" Rossa, Mama dari Rossi, ikut berkomentar.

"Kamu tahu betul siapa yang menfitnah siapa Rossi! Kamu pasti mau Oma semakin benci sama aku kan? Saya bener-bener gak tahu Oma!" Fiolina masih berusaha meyakinkan Oma.

"Cukup! Diam kalian!" Dengan wajah yang sudah merah karena menahan amarah dan kesedihan sekaligus, Oma berkata dengan suara lantang.

Wanita yang sudah berusia senja itu lalu memanggil kedua bodyguardnya. "Kalian berdua, kurung Fiolina di ruang bawah tanah!"

Mata Fiolina terbelalak. Dikurung di ruang bawah tanah? Ini bukan salahnya, dan dia harus ditahan di ruang bawah tanah?

"Gak Oma! Saya mohon! Saya gak bersalah!"

Namun, tidak ada yang peduli. Kedua bodyguard itu mencengkeram lengan Fioljna dengan kuat--membuatnya tak bisa melawan saat di seret pergi.

Sementara Rossi amat senang dengan hasil kerjanya.

BRAKK!!

Suara pintu ditutup dengan keras saat Fiolina sudah dilempar ke dalam ruang bawah.

Fiolina menggedor-gedor pintu. Dia berteriak hingga suaranya nyaris menghilang. Namun, semuanya sia-sia. Kini, hanya air mata yang mampu dia teteskan untuk meluapkan emosi dan kesedihannya.

Dia merasa bodoh dan malang sekaligus. Bisa-bisanya, dia terperangkap oleh jebakan Rossi. Kini, dia dikurung dalam ruang sempit yang gelap dan dingin.

Fiolina hanya mampu duduk di atas lantai yang dingin, menunggu bantuan datang.

Dalam keheningan, tiba-tiba Fiolina mendengar suara langkah kaki mendekat. "Siapa itu?" teriaknya.

"Hai Fiolina, ini aku Rossi, hahaha!"

Fiolina kembali tertunduk lemas. Dia kecewa, baru saja dia berharap itu adalah Julio yang ingin membebaskannya. Tapi, justru orang yang menjebaknya.

"Gimana rasanya di dalam? Seru? Atau seram? Hahaha!" Suara centil Rossi terdengar sangat mengejek.

"Kamu pasti senang, kan? Sekarang, aku dikurung di dalam sini karena perbuatan kamu. Kalau kamu ke sini cuma buat ngejekin aku, mendingan kamu pergi aja. Suara kamu terlalu sumbang!"

Tawa Rossi sontak berhenti.

"Jangan terlalu arogan Fiolina! Kamu tuh udah gak berdaya. Harusnya, kamu memohon ke aku. Dasar bodoh kamu! Gampang banget ketipu."

"Terserah. Aku males ngomong sama kamu lagi."

"Ih, kamu kira aku seneng ngomong sama kamu? Oke aku pergi. Bye... selamat bermalam bareng tikus dan kecoa, hihihi."

Fiolina menghela nafas. Rasanya sudah berjam-jam dia di sini.

Di luar, hari pasti sudah malam. Bukankah harusnya Julio sudah pulang? Kenapa lelaki itu tidak mencarinya?

Ruangan ini begitu dingin.

Fiolina terpaksa melengkungkan tubuhnya seperti ulat bulu untuk menahan dingin.

Saat itu, dia mengeluh karena Julio menurunkan suhu AC kamar hotel hingga begitu dingin. Namun, di sini ternyata lebih dingin lagi.

Dan parahnya, tidak ada sofa empuk untuknya berbaring. Belum lagi, bau apek dan hewan-hewan kecil merayapi tubuhnya, hingga terasa gatal.

Tubuhnya lelah. Namun, dia tidak bisa tidur. Entah sudah berapa lama dia di sini.

Perutnya juga sangat lapar. Dia belum makan dan tidak ada tanda-tanda akan ada orang yang mengantar makanan.

Saking lelahnya, pada akhirnya Fiolina pun pingsan dalam keadaan gelap, dingin, dan lapar.

*****

Saat terbangun keesokan harinya, Fiolina tidak tahu apakah hari masih pagi ataukah sudah siang.

Dari kejauhan, terdengar langkah kaki seseorang.

Fiolina pun terduduk dan menanti orang di luar sana.

Brak!

Pintu pun terbuka. Seorang laki-laki yang merupakan salah satu dari bodyguard keluarga Young berdiri di ambang pintu.

"Ini, makanlah!" Lelaki itu lalu menyodorkan sebuah mangkuk berisi makanan ke hadapan Fiolina lalu keluar lagi dan mengunci pintu.

Ruangan masih sangat gelap. Fiolina berusaha melebarkan pupil matanya untuk melihat makanan yang ada di hadapannya.

Perlahan, dia menyuapkan sesendok makanan ke dalam mulutnya.

Keningnya mengkerut. Ini adalah bubur dengan sayur. Rasa dan aromanya seperti sayur kemarin yang terlambat dihangatkan, hampir basi.

Menahan tangis, Fiolina tak ada pilihan lain selain memakannya. Perutnya sudah sangat lapar.

Jam demi jam berlalu dalam keheningan. Setiap ada langkah suara kaki terdengar, dia berharap itu adalah seseorang yang akan mengeluarkannya. Tapi, lagi-lagi harapannya putus.

Lagi-lagi, itu adalah bodyguard yang sama mengantarkan makanan untuknya.

Fiolina mengangkat sepiring makanan di hadapannya. Semoga kali ini bukan bubur setengah basi lagi. Untungnya, bukan. Ini adalah sebuah roti yang keras. Setidaknya, ini tidak basi dan masih terasa manis.

Terus begitu, hingga akhirnya mantan model sejuta prestasi itu kembali tidur meringkuk dengan lelehan air mata di pipi.

"Julio ...."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status