Fiolina merasa putus asa. Sekarang dia seperti berada di kandang para macan yang kelaparan. Semua macan ingin menyantap dirinya. Apa yang harus dia lakukan
"Tenang, Fio. Semua demi keluargamu," lirih Fiolina pedih lalu memikirkan jalan keluar sampai akhirnya tertidur kembali.
*****
BYURRR!!!
Seember penuh air menyiram kepala Fiolina yang sedang tertidur pulas.Gelagapan, Fiolina tersentak bangun akibat rasa dingin yang tiba - tiba menyerangnya."Kamu mau jadi tuan puteri siang begini belum bangun, hah?""Kamu siapa? Kenapa kamu siram saya?"Wanita itu tersenyum mengejek, "Saya Nirmala, saya adalah kepala pelayan di sini. Cepet bangun! Siap-siap sana! Jam 5 saya tunggu di ruang sebelah dapur. Jangan lupa pakai seragam yang rapi!"Dengan enggan, Fiolina bangun untuk mandi. Saat dia hendak mengenakan pakaiannya, dia ingat bahwa Nirmala menyuruhnya untuk mengenakan seragam. Dilihatnya beberapa seragam sudah bertumpuk di samping kopernya.Fiolina menghela nafas dengan pasrah. Dia meraih seragamnya dan mengenakannya.Butiran air matanya menetes. Dia tak menyangka akan mengalami nasib seperti ini.Waktu sudah menunjukkan pukul 04.55. Fiolina bergegas menuju ruangan sebelah dapur."Ayo cepat Fiolina!" perintah Nirmala saat melihat Fiolina baru muncul."Oke. Semua sudah berkumpul ya. Kita punya satu orang baru, namanya Fiolina. Fiolina akan bertugas mencuci baju, setrika dan membersihkan seluruh rumah. Sementara untuk tim dapur tetap, tim kebun dan kolam renang juga tetap. Untuk yang sebelumnya bertugas cuci, setrika, dan bersih-bersih rumah, setelah ini kalian temui saya karena ada tugas baru untuk kalian. Tugas lama kalian akan diberikan untuk Fiolina.""Maaf, saya mau tanya." Fiolina mengacungkan tangannya."Ya, Fiolina?""Jadi, siapa yang bersama saya bertugas untuk mencuci, setrika, dan bersihkan rumah?"Nirmala tersenyum. "Gak ada""Gak ada? Maksudnya saya sendirian kerjakan itu semua?""Iya betul," jawab Nirmala dengan enteng."Tapi itu gak masuk akal. Rumah ini terlalu besar!" protes Fiolina tak habis pikir."Itu tugas dari Nyonya Besar. Kamu gak ada pilihan lain selain mengerjakannya. Titik! Kalau gak ada pertanyaan lain, kalian semua bisa sarapan dulu. Setelah itu langsung kerja. Ingat, waktu sarapan cuma 15 menit."Fiolina lagi-lagi bersikap pasrah. Jika dipikir-pikir lagi, dia tidak akan sanggup untuk hidup seperti ini selama 100 hari ke depan.Julio dan Omanya telah memberikan tugas yang tidak masuk akal. Membersihkan rumah sebesar ini seorang diri pasti akan sangat melelahkan.Fiolina sudah bertekad. Jika ada kesempatan, dia akan kabur saja.Benar saja! Setelah telapak tangan Fiolina terasa panas dan kering karena mencuci pakaian dalam jumlah yang sangat banyak, dia masih harus bercucuran keringat menyapu dan mengepel rumah."Wow, gak nyangka seorang Fichow akan mengepel di rumah ini," ujar wanita tiba-tiba.Fiolina ingat, wanita ini adalah yang menahan cekikikannya saat pertama kali Oma menyebutnya barang murah tak berguna.
"Aku, Rossi. Dulu, aku penggemarmu. Tapi, begitu perilaku menjijikanmu terendus media, semua majalahku yang ada foto kamunya langsung aku bakar."Sepupu Julio yang masih kuliah itu duduk dengan santai di sofa sambil memakan biskuit. Sesekali, dengan sengaja, dia menjatuhkan remahan biskuitnya ke bagian lantai yang sudah di pel oleh Fiolina.
"Bisa gak kamu gak terus menerus mengotori lantainya pakai remahan biskuit? Aku capek kalau harus pel bagian yang sama berkali-kali," tegur Fiolina yang mulai lelah.Rossi tertawa sinis. "Tapi, aku suka lihat kamu repot! Hahaha!""Ngomong-ngomong, kenapa kamu gak minta uang ke sugar daddy kamu yang orang Singapura itu, sih? Kenapa justru minta uang ke Julio?" tanya Rossi mendadak.
"Karena sugar daddy itu tokoh fiktif. Semua skandal itu fitnah.""Ck! Bilang aja kalau kamu dicampakkan, ya kan?"Fiolina memutar matanya malas. Entahlah, sepertinya tidak penting menanggapi orang yang tidak mau mendengar penjelasannya sama sekali. "Terserah.""Jangan ganggu Fiolina terus Ross, biarin dia kerja!" kata seorang wanita yang baru saja turun dari tangga."Kak Glins? Kok ada di rumah jam segini?" Rossi sontak menggelayut manja di lengan Glins."Cuma ambil beberapa dokumen yang ketinggalan. Ini mau balik ke kantor lagi habis ini. Ayo, jangan di sini!"Glins langsung menarik Rossi menjauh dari Fiolina, seolah dirinya adalah hama yang menjijikan.
"Kak, kenapa sih aku gak boleh gangguin Fiolina? Kak Glins bukannya gak suka juga sama dia? Kan gara-gara dia, Julio--si kakak tirimu itu--jadi punya alasan buat kembali ke rumah ini. Dan, Om Ferdinan pasti semakin pilih kasih nanti."Glins menyunggingkan senyum liciknya. "Rossi sayang. Maksudku, jangan buang waktu kasih dia gangguan kecil kayak gitu. Aku punya ide lebih bagus.""Gimana gimana?" Rossi menjadi sangat bersemangat."Kamu inget gak waktu dulu kamu gak dikasih uang jajan selama sebulan alasannya apa?"Rossi mengerutkan keningnya, mencoba mengingat momen itu. Wajahnya berubah menjadi ceria seketika setelah dia berhasil ingat. "Aku inget. Karena aku ngerusak salah satu barang peninggalan Opa, kan? Oma marah besar waktu itu.""Yup. Itu dulu kamu bikin rusak satu barang aja. Gimana kalau semua barang di ruang peninggalan Opa rusak semua?""Wow, ide brilian kak! Si Fiolina itu pasti langsung diusir sama Oma." Rossi tampak riang sekali.Glins yang melihatnya--langsung mengangguk setuju. "Betul. Begitu juga Julio. Dia juga akan diusir dari sini."Fiolina kini merasa sangat lelah. Dia tidak pernah mengerjakan begitu banyak pekerjaan rumah tangga seperti hari ini sebelumnya. Namun, ada sedikit kebanggan dalam diri karena dia sudah menyelesaikan tugas mencuci dan menyetrika. Dia bahkan sudah membersihkan sebagian besar lantai bawah. Sayangnya, masih ada dua lantai lagi yang harus dibersihkan. Fio menghela nafas lelah. Dia hanya ingin beristirahat sejenak.Tapi, baru saja dia ingin duduk, Fiolina mendapati dua orang pelayan sedang menggosipkan dirinya di belakangnya."Si pelayan baru yang tugasnya se-abrek itu, gayanya kayak artis banget. Cantik, tapi kok jadi pelayan, ya?" ujar salah satu pelayan. "Eh? Kamu gak tahu? Dia itu kan istri Pak Julio. Anak kandung Pak Ferdinan yang baru datang itu." "Hah? Istri Pak Julio? Kok jadi pelayan gimana ceritanya?" "Ck! Kamu emang suka ketinggalan gosip. Dia itu jual diri ke Pak Julio. Ya, kayaknya Pak Julio gak cinta. Keluarga sini juga gak ada yang suka sama dia makanya dia dijadikan pe
Butuh tenaga ekstra untuk membawa barang-barang itu ke pembakaran sampah.Meski ragu, Fiolina memasukkan benda-benda itu ke tong pembakaran sampah. Asap yang mengepul mulai terlihat.Saat sudah separuh jalan, tiba-tiba terdengar lengkingan suara dari belakang punggungnya. "AAHH! FIOLINA! APA YANG KAMU LAKUKAN?" Suara Rossi yang panik membuat Fiolina bingung. Bukankah perempuan itu yang menyuruhnya?"Apa maksudmu? Aku membakar barang-barang ini sesuai deng--" "Ada apa Ross?" Oma datang dengan sedikit panik setelah mendengar teriakan Rossi.Selain Oma, ada Papa dan Mama Rossi yang juga tiba dengan sama paniknya--mengira anak mereka dalam bahaya. "Itu Oma! Fiolina bakar barang peninggalan Opa.""Apa?" Oma segera menengok ke tong pembakar sampah. Saat dia melihat barang-barang yang sangat dia kenal, dia berteriak dengan histeris. Fiolina dengan sekejap tahu apa yang terjadi. Rupanya, Rossi telah menjebaknya! Sekarang dia telah merusak barang yang berharga bagi Oma. Benda-benda yang
"Julio!" teriak Ferdinan saat memasuki ruang kerja Julio yang berada di lantai tiga kediaman keluarga Young. Julio menatap ayah kandungnya itu dengan malas. "Ada apa? Ini sudah malam.""Cepat bujuk Oma kamu untuk mengeluarkan Fiolina! Ini sudah hampir dua malam dia terkurung di ruang bawah tanah. Papa sudah berkali - kali bicara dengannya tapi Oma kamu masih bersikap keras." "Papa benar. Sikap Oma memang keras. Gak ada yang bisa bujuk dia. Termasuk, aku." "Berusahalah dulu!""Buat apa aku berusaha? Cuma akan buang-buang waktu.""Buat apa? Fiolina itu istri kamu!" "Lalu?" "Lalu? Istri kamu dikurung di ruang bawah tanah yang kotor, gelap dan dingin. Kamu gak ingin mengeluarkan dia?" Ferdinan sontak memijit kepala pening memikirkan nasib pernikahan putranya ini."Biarin dia dapat pelajarannya. Lagi pula, itu akibat ulahnya sendiri membakar barang peninggalan Opa." "Itu pasti ulah Rossi yang menjebaknya Julio." Ferdinan kembali berusaha membujuk anaknya. Sayang, Julio justru mengge
"Julio?!" tanya Fiolina dalam hatinya. Sekuat tenaga, dia berusaha mencari sosok suaminya lewat netra mata."Rey! Beraninya kamu berbuat sehina ini!" teriak seorang lelaki yang berhasil mendobrak masuk. Fiolina mengenali suara itu. Dia salah. Ternyata, bukan Julio yang datang, melainkan papa mertuanya. Ada sedikit kekecewaan di hati, namun Fiolina menahannya. Setidaknya ... dia bisa diselamatkan dari predator ini.Sementara itu, Rey tampak syok dengan kedatangan Ferdinan secara tiba-tiba. Tubuhnya seketika mematung. Namun, Ferdinan dengan sigap menariknya menjauh dari Fiolina. "O--Om?" gugup Rey. Plak!Ferdinan menampar keponakannya dengan marah. "Keterlaluan kamu!" Dengan gemetar, Fiolina menyaksikan itu semua. Segera, perempuan itu membuka sumpalan mulutnya. Ingin dia berteriak, tetapi tak kuasa.Terlebih, dia melihat Ferdinan dengan membabi buta memukuli keponakannya sendiri. "Tunggu Om! Berhenti! Om salah sangka!" ucap Rey semakin panik.BUKK! Sayangnya, Ferdinan tidak ped
"Iya. Lebih tepatnya, ini penyadap suara dan semua yang berhasil benda ini rekam, tersimpan dalam memori hape ini," terang Ferdinan sambil melambaikan ponselnya. Ferdinan lalu mengotak - atik ponselnya, "Nah ini dia folder penyimpanannya. Penyadapnya aktif mulai sore dua hari lalu. Sepertinya ini diaktifkan saat Nirmala menyerahkannya ke Fiolina. Ayo kita percepat sampai ke rekaman beberapa menit yang lalu." "Tunggu Pa," seru Fiolina. "Bisakah rekamannya diputar mulai dua hari mulai pukul 5 sore?" "Tentu," jawab Ferdinan. Fiolina tersenyum miring dan melirik ke arah Rossi. Rossi menyadari apa maksud Fiolina. Dengan panik, Rossi bertindak cepat dengan merebut ponsel Ferdinan. "Hei! Rossi!" teriak Ferdinan. Ponsel itupun berhasil terlepas dari tangan Ferdinan. Rossi segera berlari hendak membawa pergi ponsel itu pergi. Ferdinan mengejarnya. Sadar bahwa kemampuan larinya tak akan mengalahkan Ferdinan, tanp
"Kamu pasti menderita di dalam sini. Kamu ingin keluar?" Bunyi suara Rey terdengar dari dalam rekaman.Julio memicingkan matanya. "Iya, pasti. Kamu mau bantu aku?" Jawab FiolinaTerdengar suara Rey tertawa kecil. "Kenalin, namaku Rey. Aku kakak kandung Rossi. Maaf ya adikku agak jahil. Aku bisa bantu kamu buat keluar dari sini." "Beneran? Makasih banyak ya.""Tapi ada syaratnya." "Syarat? Apa?" "Puasin aku dulu sekarang. Setelah itu aku akan langsung bawa kamu keluar dari sini." Kali ini bukan hanya Oma yang mengepalkan tangannya, namun juga Ferdinan. Wajahnya memerah mendengar percakapan yang terjadi antara Rey dan Fiolina. Sedangkan Julio masih memperlihatkan wajah datar dan dinginnya. "Tolong, jangan apa - apain aku. Aku gak punya sugar daddy. Dan aku masih perawan, please!" Fiolina terdengar memohon."Masih perawan? Bullshit banget sih! Udahlah gak usah sok polos.
Ferdinan berhasil mengeluarkan Fiolina dari rumah keluarga Young. "Nah, ini rumah Papa. Ayo masuk," Ferdinan berjalan ceria ke dalam salah satu rumah pribadinya."Makasih ya Pa," ucap Fiolina lirih karena kehabisan tenaga. "Gak perlu terimakasih. Papa kan mertua kamu, sama aja seperti orang tua kamu. Tugas papa melindungi kamu. Maafkan Julio karena..." "Gak usah bahas Julio dulu Pa." Ferdinan mengangguk, "Oke. Ayo, Papa tunjukin kamar kamu." Ferdinan membawa Fiolina ke kamarnya lalu meninggalkannya untuk beristirahat. Badannya pegal, Fiolina membaringkan tubuhnya di ranjang.Dia menatap ponselnya yang sudah berhari - hari tidak ada dalam genggamannya. Ferdinan berhasil mencuri ponsel itu dari Julio. Ada banyak pesan masuk terutama dari keluarganya. Namun ada satu pesan yang Fiolina buka pertama kali, yaitu pesan dari julio yang dikirim satu menit yang lalu. [Jangan kamu pikir akan semudah ini lepas dari aku] Fiolina meng
Fiolina tidur dengan nyenyak. Setelah beberapa hari akhirnya dia merasa tidur dengan nyaman dan layak. Pikirannya tenang karena merasa aman bersama papa mertuanya. Di pagi hari, Fiolina terbangun dengan aroma telur dadar dan sosis goreng menyapa indera penciumannya. Terdorong oleh rasa lapar, Fiolina dengan sigap bangkit dari ranjangnya dan keluar menuju sumber aroma itu. "Sudah bangun Fiolina?" sapa Ferdinan dengan ceria. Ternyata Ferdinan memasak sendiri telur dan sosis itu. "Papa yang masak? Baunya enak banget. Aku kira pelayan berpengalaman yang masak hehe." "Ah, ini kan cuma telur dadar sama sosis goreng, gak perlu pelayan atau koki untuk bikin. Ayo sarapan, sudah siap." Ferdinan meletakkan sepiring sandwich berisi telur dan keju beserta sosis dan kentang goreng. "Maaf Fiolina bangun kesiangan. Malah papa yang repot masak," Fiolina merasa tidak enak kepada papa mertuanya. "Ah gak