Setelah Alberto tiba di kelasnya, tiba-tiba seorang wanita datang ke kelasnya dan menghampirinya. Wanita itu memiliki rambut berwarna cokelat yang panjang dan bergelombang. Kulitnya mulus dan berwarna putih. Dia memiliki hidung mancung, mata hijau miring, alis tebal, dan bibir tebal.
Wanita itu adalah Lorena Adeline, pacar Alberto. Dia datang ke kelas Alberto sembari membawa tugasnya. Alberto langsung merasa terkejut karena Lorena jarang datang ke kelas Alberto.
“Lorena?” Alberto bertanya dengan penuh tidak percaya yang membuat Lorena mengernyitkan dahi, karena seingat dirinya Alberto tidak pernah lupa dengan namanya.
“Ya, aku Lorena.” Lorena membuka buku itu dan mencari halaman tugas yang ingin ia tanyakan.
"Apa kamu sudah lupa sama aku?" Lorena memastikan Alberto lupa atau tidak dengan dirinya sendiri.
"Nggak, aku nggak lupa.”
“Terus, kenapa kamu nanya kayak gitu ke aku?” Lorena merasa kesal dan cemberut.
"Maafin gue! kamu jarang datang ke kelas gue. Jadi, aku pikir kamu ada masalah.” Alberto langsung meminta maaf dan menjelaskan alasan ia menanyakan hal tersebut.
Sementara itu, alasan Alberto membuat Lorena merasa tambah kesal kepada Alberto. Ia menatap Alberto dengan tatapan tajam dan berkata dengan ketus. “Jadi, menurut lo, aku datang ke kelas kamu cuman buat selesain masalah aku? Begitu?”
“Nggak. Maksud aku nggak gitu. Maksud aku, aku cuman bingung saja kenapa kamu datang ke kelas aku sekarang karena kamu jarang datang ke kelasku.” Alberto berusaha menjelaskan dengan lebih halus.
"Terus? Aku harus datang ke kelas kamu tiap hari begitu? Kamu tahu, kan, aku sibuk? " Lorena marah pada Alberto yang membuat Alberto hanya bisa menundukkan kepalanya dan meminta maaf. "Ya. aku tahu. Maafin aku, ya!”
“Jadi, ada apa, Lorena?”
“Aku sebenarnya lagi bingung sama tugas dari Professor Vega. Aku nggak mengerti dengan materi yang dia ajarin ke aku.” Lorena menjelaskan bahwa, dirinya merasa bingung. Kemudian, Lorena menunjukkan tugas dari Bu Vega. Ada tujuh pertanyaan. Mata Alberto terbelalak karena terkejut dan terkejut mengetahui bahwa Bu Vega mengajarkan baris Alberto.
"Apa? Dia mengajar?"
“Ya, dia ngajar. Karena itu, dia ngasih aku tugas ini dan aku datang ke sini buat konsulin tugas itu.”
Di saat itu, Dario (sahabat Alberto yang duduk di belakang Alberto) langsung menyahut, “Bukannya tadi kamu ketemu sama Professor Vega, Bert?”
"Maksudku, apa dia bakal ngajar di kelas kita?" Alberto bingung.
“Kayaknya, sih, iya. Di kelas aku, dia ngajar tapi aku nggak tahu pastinya kalau di kelasmu. Aku rasa, sih, dia akan ngajar di kelasmu. Karena setiap dosen Anatomi Manusia dan Fisiologi Manusia harus mengajar Anatomi Manusia dan Fisiologi Manusia dalam dua kelas. Prof. Daza mengajar di kelas E dan kelas F. Prof. Chico mengajar di kelas G dan kelas H. Bu Alf mengajar di kelas G dan kelas H. Jadi Prof. Vega mengajar di kelas A dan kelas B.” Lorena menjelaskan analisisnya.
“Kamu nggak bohong, kan?” Alberto menatap Lorena dengan tatapan tajam.
“Nggak, aku nggak berbohong. Apa gunanya aku bohong tentang hal ini ke kamu?” tanya Lorena.
“Oh my god! Semoga saja hal itu tidak terjadi!” ucap Alberto dalam hati yang tidak sengaja terucap dengan matanya yang langsung melotot dan dia menyentuh keningnya dengan telapak tangannya.
“Kenapa, Sayang? Apa ada masalah? Semuanya baik-baik saja, kan?” Lorena sontak bertanya melihat tingkah Alberto yang tiba-tiba seperti itu.
“Ya, semuanya baik-baik saja, kok.” Alberto berusaha menutup-nutupi dari Lorena dan menjelaskan bahwa, semua baik-baik saja karena ia tidak ingin Lorena menjadi cemburu kepada Vega.
“Terus, kamu kenapa kelihatan syok banget kayak gitu?” tanya Lorena.
“Gue juga bingung seperti Lorena, Alberto. Kenapa memangnya? Semua dosen itu sama saja buat gue.” Perkataan Dario memaksa Alberto mencari alasan. Alberto langsung memutar otaknya dan berusaha mencari alasan yang tepatnya.
“Aku hanya bingung. Jadi, kemungkinannya dari semua dosen itu hanya dia yang dokter. Kok bisa dokter mengajar di jurusan kita? Bukannya tidak bisa?” Sebenarnya, Alberto masih merasa bingung dengan penyebab Vega mengajar di kampusnya. Memang Alberto mengakui Vega sangat cerdas, tapi bukannya jurusan farmasi juga diajar oleh profesor di bidang farmasi?
“Tentu bisa! Apa kamu tidak ingat bahwa, Mr. Chico juga bekerja sebagai seorang dokter?” tanya Lorena.
“Oh, iya. Kamu benar.” Alberto baru ingat bahwa, Mr. Chico juga seorang dokter.
“Jadi, dia itu dokter?” Dario merasa tidak percaya dengan perkataan Alberto.
“Ya, dia itu dokter terkenal di Rumah Sakit Rege.” Alberto menjelaskan kepada Dario.
“Dia itu siapa kamu? Kok kamu sepertinya akrab sekali dengannya?” Pertanyaan Dario yang membuat Lorena menatap Alberto dengan api cemburu. Tidak lama kemudian, Lorena dan Dario yang menatap Alberto dengan tajam yang membuat Alberto terpaksa menjelaskan mengenai masa lalunya dengan Vega.
***
Saat itu, tidak ada orang dan penjaga yang berada di perpustakaan terkecuali Alberto karena saat itu merupakan waktu jam makan siang bagi penjaga perpustakaan. Alberto sedang membaca buku di perpustakaan karena ia ada tugas untuk mereview sebuah buku. Di tengah-tengah ia membaca buku dan mereview sebuah buku, tiba-tiba saja ia mendengar suara Vega. “Hush! Ayo cepat! Jangan lama-lama! Nanti dia melihat kita!”
“Siap, Sayang!” Suara seorang pria yang Alberto tidak terlalu hafal.
“Ayo! Kita sembunyi di sini! Jangan sampai ada yang melihat kita! Dia sedang fokus mengerjakan tugasnya! Jadi, dia tidak akan mendengar kita berkencan di sini! Lagi pula, mana mungkin Alberto suka baca buku science fiction? Dia itu tidak suka baca buku science fiction.”“Aduh! Kamu ini sungguh tidak sabar!” Pria tersebut merasa Vega terlalu terburu-buru.
Tidak lama kemudian, Alberto mendengar desahan demi desahan dan erangan demi erangan yang dilontarkan oleh pasangan yang sedang berkencan tersebut. Erangan-erangan dan desahan-desahan tersebut tentunya mengganggu konsentrasi Alberto dan membuat dirinya semakin merasa penasaran dengan orang yang sedang berkencan di perpustakaan. Hal itu membuat Alberto mencari tahu mengenai orang yang sedang berkencan di perpustakaan. Alberto berjalan dengan pelan. Ia berusaha agar langkahnya tidak terdengar oleh orang tersebut hingga ia menemukan Vega dan Dion sedang berkencan di pojok perpustakaan yang ditutupi oleh rak buku science fiction.
“Vega? Dion?” Mata Alberto langsung melotot. Mukanya pucat. Jari-jari tangan dan kakinya mendingin. Jantungnya berdebar kencang.
“Maafkan aku, Bert!” Vega langsung meminta maaf kepada Alberto dan mengenakan pakaiannya.
“Kita putus!” teriak Alberto sembari ia berlari meninggalkan tempat tersebut.
“Aku enggak bermaksud begitu.” Vega mengejar Alberto sembari ia mencoba untuk menjelaskan kepada Alberto, tapi Alberto sudah tidak mau mendengar Vega yang mencoba untuk beralasan. Vega memanggil nama Alberto terus-menerus yang membuat Alberto harus menghentikan langkahnya dan setelahnya berbalik ke arah Vega.
Alberto langsung berkacak pinggang dan menatap Vega dengan tajam, “Terus, maksudmu apa? Maksudmu, selingkuh di belakangku hanya untuk kenikmatanmu sesaat begitu? Dasar wanita murah! Aku pikir, kamu itu wanita mahal. Karena itu, aku mau berpacaran denganmu. Ternyata, kamu sama hinanya dengan wanita-wanita lain.”
Alberto langsung pergi meninggalkan Vega dengan cepat sembari ia memblokir semua kontak sosial media Vega. Vega mencoba mengejar Alberto, tapi sudah tidak terkejar. Vega pun mencoba untuk menghubungi Alberto, tapi sudah tidak bisa karena kontaknya telah diblokir.
***
“Jadi, kamu masih cinta dengan Vega?” Lorena bertanya dengan cemburu.
“Sejujurnya, iya. Tetapi, ia malah lebih memilih pria lain dibandingkan aku. Karena itu, aku mencoba untuk move on dan aku mendapatkan kamu.” Jawaban Alberto yang menyakitkan hati Lorena dan membuat Lorena ingin menangis.
“Oke, Bert. Aku akan pergi darimu sekarang. Kamu jangan cari aku lagi! Kamu cintai Prof. Vega saja!” ucap Lorena dengan sedih. Matanya berkaca-kaca.
“Terima kasih untuk segalanya, Bert! Sampai jumpa!” Lorena langsung pergi meninggalkan Alberto sembari membawa bukunya. Alberto langsung berusaha untuk mengejar Lorena, tapi Vega sudah terburu came to Alberto’s class. Vega langsung menatap Alberto dengan tajam. Tatapan Vega menginstruksikan Alberto untuk duduk kembali di kursinya. Alberto ingin mengejar Lorena, tapi ia merasa enggan dan tidak berani melawan Vega karena Vega adalah dosennya. Mau ataupun tidak mau, Alberto memilih untuk duduk kembali dan menghelakan napasnya.
“Siapa dia?” Vega menatap ke arah luar. Di luar kelas, ternyata masih ada Lorena yang sedang berjalan ke arah kelasnya.
“Lorena.” Alberto menjawab dengan nada datar.
“Lorena itu siapa kamu?” Vega bertanya dengan cemburu kepada Alberto.
Alberto ingin menjawab bahwa, Lorena adalah temannya karena ia tidak ingin membuat masalah dengan Vega. Tetapi Dario langsung menjawab bahwa, Lorena adalah pacar Alberto.
“Apa itu benar, Bert?” Vega menatap tajam ke arah Alberto yang membuat Alberto hanya bisa menundukkan kepalanya. Vega berjalan menuju jendela yang menunjukkan kondisi di luar kelas. Setelah di dekat jendela itu, Vega langsung melihat ke arah Lorena.
“Tidak cantik. Biasa saja. Aku jauh lebih cantik darinya. Apa kelebihan wanita itu? Pintar? Jauh lebih pintar aku! Aku itu dosen Lorena. Kemarin saja, Lorena menangis di kelasku karena diberi pertanyaan olehku. Akan aku buat dia jauh lebih menangis di kelasku karena telah berusaha merebut cowok yang aku cintai, Alberto,” kata Vega dalam hati sembari menatap tajam ke arah Lorena.
Kemudian, dia tersenyum kepada semua orang di kelas. Kemudian, dia menyapa semua orang di sana. "Halo semuanya!"
"Hai!" Para siswa menyambutnya dengan ramah.
Kemudian, dia bersiap untuk presentasi. Presentasi dimulai dengan perkenalannya. Ada namanya, gelarnya, dan nomor teleponnya di layar. Kemudian, dia memperkenalkan dirinya.
"Oke. Jadi, ini adalah pertemuan kelas pertama saya. Nama saya Vega Belinda dan ini nomor telepon saya. Kalian dapat mencatat nomor telepon saya. Jadi, jika kalian perlu menghubungi saya, kalian dapat menghubungi saya! Kalau mau telpon atau chat saya untuk tanya materi di luar kelas juga boleh. Santai saja! Nggak apa-apa, kok. Kamu bisa melakukannya."
“Ingat itu, Alberto!” Vega menatapmu dengan tatapan dalam dan tersenyum. Alberto langsung menganggukkan kepalanya dengan cepat dan mencatat nomor telepon Vega seperti yang Vega pinta.
"Mengapa dia melihatku seperti itu?" tanya Alberto dalam hati. Ia bingung dengan ulah Vega. Alberto tidak pernah membayangkan bahwa Vega akan mengajarinya. Vega menjelaskan materi sebaik mungkin, sedangkan Alberto mengingat dengan momen.
“Bagaimana cara aku menjelaskan kepada Lorena mengenai semua ini?” tanya Alberto dalam hati. Alberto langsung berusaha untuk mencari cara mengenai menjelaskan semua hal ini kepada Lorena. Ia berpikir dengan waktu yang lama hingga akhirnya ia memilih untuk menjelaskan bahwa, masa depan Alberto akan bersama dengan Lorena sementara Vega hanyalah masa lalu bagi Alberto.
“Apa Lorena bisa mengerti? Aku rasa, iya. Semoga saja!” pikir Alberto.
Tiba-tiba, Vega memanggil nama Alberto dengan lantang. Hal itu membuat Alberto kaget dan heran.“Ya, Prof.,”"Apa kamu melamun, Alberto?" Vega menekuk wajahnya dan menatap Alberto dengan tatapan tajam karena ia merasa kesal dengan tingkah Alberto yang tidak memerhatikannya saat mengajar di kelas. Vega telah berusaha untuk menunjukkan kemampuannya yang terbaik, tapi Alberto malah tidak peduli dengan penampilannya sampai-sampai Alberto pun tidak mendengar saat dirinya dipanggil.“Enggak, Prof.” Alberto berbohong.“Terus, kenapa kamu kaget?” marah Vega dengan suara kencang.“Aku cuman kaget dengan tingkah profesor di kelas hari ini.” Alberto mengungkapkan rasa kagetnya.“Saya juga kaget dan surprised dengan sikapmu, Alberto. Saya sedih karena kamu tidak memperhatikan saya dari tadi. Saya sudah mencoba yang terbaik untuk mengajar di kelas ini tetapi tidak ada yang memperhatikan saya termasuk Anda, Alberto! Vega mengungkapkan rasa sedihnya.“Saya perhatiin, kok, Prof!” Alberto berbohong ke
Tak lama kemudian, Alberto dan Vega tiba di depan pintu ruangan Vega. Vega langsung membuka ruangan tersebut. Setelah itu, Vega langsung masuk ke ruangan tersebut dan Alberto mengikutinya dari belakang.Alberto melihat di baris paling depan terdapat meja dan kursi untuk Vega. Di sebelah meja dan kursi tersebut terdapat papan tulis putih dengan proyektor yang menghadap ke arah papan tulis tersebut. Meja dan kursi Vega menghadap ke empat puluh kursi yang terletak di hadapannya. Empat puluh kursi tersebut terbagi menjadi empat baris di mana masing-masing baris terdapat sepuluh kursi.Di belakang kursi tersebut terdapat tempat yang sangat luas dan dua lemari di pojok ruangan tersebut.Lalu, Alberto menaruh buku-buku itu di atas meja Vega. Sementara, Vega berjalan ke pintu dan mengunci pintu itu. Alberto mendengar suara pintu dikunci. Hal itu yang membuat Alberto langsung melihat ke arah suara.“Pintunya dikunci, Vega?” Alberto mengernyitkan dahi karena ia bingung dan tidak percaya Vega ak
Di saat itu, tiba-tiba saja Alberto mendengar suara pintu diketuk oleh seseorang dari luar ruangan. Muka Alberto langsung merasa pucat. Jantungnya berdebar kencang.Alberto merasa sangat panik dan bingung. Ia melihat seluruh ruangan itu, tapi ia merasa tidak ada tempat untuk bersembunyi. Apa yang harus Alberto lakukan? Itu adalah yang Alberto pikirkan."Apa yang harus aku lakukan?" Alberto meminta pendapat Vega."Cari tempat bersembunyi, Alberto!" perintah Vega."Di mana?" Alberto meminta Vega untuk memberi tahu tempat yang spesifik.“Di belakang lemari!” perintah Vega.“Oke.” Alberto langsung berusaha untuk mencari tempat.Vega langsung berdiri dari kursinya, tapi tiba-tiba saja pintu telah terbuka. Mereka langsung melihat ke pintu. Nafasnya tidak beraturan. Tidak lama kemudian, mereka melihat Lorena yang berada di depan pintu. Muka Alberto langsung pucat.Matanya melotot. Jantungnya berdebar kencang dan tidak beraturan. Jari jemarinya mendingin. Ia merasa takut jika Lorena mengetahu
Sementara itu, Lorena langsung pergi ke kelasnya dan Alberto mencoba untuk mengejar Lorena. Alberto memanggil nama Lorena berkali-kali. “Lorena! Lorena!”Lorena berpura-pura bahwa, ia tidak mendengar suara Alberto karena hatinya merasa sangat sakit.“Buat apa aku memperhatikan suara Alberto dan menengok ke arahnya? Aku sangat tidak ingin menemui dirinya. Bagaimanapun ia tidak seharusnya berselingkuh dariku? Aku tahu bahwa, memang salahku yang sering menolak ajakan Alberto bermain dewasa tapi tidak seharusnya ia berselingkuh dengan Vega,” pikir Lorena.“Mengapa Lorena tidak menengok ke arahku? Aku tahu, aku salah tapi apa dia sudah tidak mau mendengar pernyataan dariku lagi?” pikir Alberto.Sesampainya di kelas, Lorena langsung berjalan ke kursinya dengan cepat. Sementara itu, Alberto masih mengejar Lorena. Semua mata tertuju ke arah mereka. Setelah itu, Lorena memilih duduk di kursinya. Bonita (sahabat Lorena) yang duduk di belakang Lorena langsung memahami ada masalah di antara Loren
Setelah itu, Professor Vega berjalan ke arah kursinya. Ia langsung menaruh barang-barangnya di atas meja dan setelahnya ia mulai mempersiapkan untuk presentasi materi hari itu. Ia mencoba untuk menghubungkan laptopnya dengan kabel penghubung ke proyektor, tapi laptopnya tidak bisa terhubung. Lantas, ia langsung memanggil Lorena.“Lorena!” panggil Professor Vega.“Ya, Prof,” sahut Lorena.“Ini kok enggak bisa terhubung?” Professor Vega komplain sembari ia menunjukkan laptopnya yang tidak bisa terhubung.“Enggak tahu, Prof.” Lorena mengangkat kedua bahunya dan menurunkannya.“Kok kamu enggak tahu? Yang tugasnya untuk mempersiapkan laptop saya itu penanggung jawab materi saya di kelasnya. Alberto selalu mempersiapkan laptop saya sebelum saya mulai mengajar.” Professor Vega langsung menatap tajam Lorena dan berkata dengan kencang yang membuat seisi kelas menatap ke arah mereka. Lorena merasa malu. Ia hanya bisa menundukkan kepalanya. Setelahnya, ia meminta maaf.“Oh begitu, Prof. Maaf sa
Sesampainya Vega di ruangannya, Vega masih teringat dengan perkataan Alberto tadi Vega masih teringat dengan tingkah Alberto. Saat itu, Vega mendengarkan perkataan Alberto tapi ia memilih untuk berpura-pura tidak mendengar daripada dia ikut berbicara dalam percakapan tersebut. Vega langsung mengepal tangannya dan menekuk wajahnya.Setelah itu, ia membanting semua buku yang ada dalam hatinya sembari ia marah dalam hatinya. "Dasar, Cowok brengsek! Kenapa kamu malah berkata bahwa, aku memaksamu, Alberto? Aku sama sekali tidak memaksamu. Dasar, Cowok brengsek!""Kenapa kamu tidak mengaku saja, kalau kamu memang mencintaiku, Alberto? Kenapa kamu tidak berkata bahwa, kamu mencintaiku sehingga kamu berselingkuh denganku, Alberto? Kenapa? Bukannya kamu sudah berjanji untuk meninggalkan Lorena, Alberto?" Vega berteriak dalam hati dengan histeris."Di mana janjimu? Dasar, Cowok brengsek!" Vega mencoba untuk menahan tangisnya."Memangnya, aku memaksanya? Apa buktinya aku memaksa dirinya? Karena
Tentunya sebelum Lorena menangis di dalam toilet, Lorena langsung menyalakan keran yang membuat air di dalam ember sebagai tempat penampungan air yang ada di dalam toilet tersebut terisi. Ia selalu merasa nyaman untuk menangis di dalam toilet, karena ia merasa sangat yakin tidak ada yang mendengar tangisnya. Karena itu, toilet selalu menjadi saksi bisunya ketika ia menangis. Kalau kalian selaku pembaca menebak bahwa, ada yang peduli dengannya dan akan mendengar tangisnya, tentu Lorena merasa tidak ada yang peduli dengannya.Siapa yang peduli dengannya? Alberto? Alberto sudah berselingkuh darinya dan main gila dengan Vega. Bonita sebagai sahabatnya? Tentu saja tidak!Bonita memang sahabat Lorena, tapi Bonita tidak pernah sangat peka dan sangat peduli kepada Lorena sampai tahu Lorena telah menangis. Bonita masih mudah dibodohi oleh Lorena. Lorena tinggal membasuh mukanya dan setelahnya ia keluar dari kamar mandi dengan senyuman palsunya yang ia berikan sebaik mungkin. Setelahnya, ia tin
Hari terus berlanjut. Esoknya, jam tujuh malam, di halaman parkir saat Alberto sedang berjalan ke motornya yang ia parkirkan tadi pagi, ia melihat Vega yang sedang berjalan menuju mobilnya. Saat itu, Alberto baru saja pulang dari kelas malam dengan Professor Hugo sementara Vega baru saja selesai mengajar untuk mahasiswa yang berkuliah kelas malam. Sontak Alberto langsung menyapa Vega dengan ramah.“Malam, Vega!” sapanya dan setelahnya ia tersenyum.“Malam, Alberto!” sapa Vega kembali kepadanya sembari Vega berjalan ke arah Alberto.“Alberto, kamu lagi sibuk enggak?” Vega menanyakan kondisi Alberto terlebih dahulu, karena ia khawatir Alberto sedang sibuk.“Enggak, Vega.” Alberto menjawab dengan singkat.“Kamu mau ke mana?” Vega menanyakan tujuan Alberto.“Mau ke rumah.” Alberto menjawab pertanyaan Vega dengan singkat.“Oh begitu.” Vega menganggukkan kepalanya, karena ia mulai merasa segan untuk meminta tolong kepada Alberto.“Ada apa, Vega?” Alberto mulai curiga dengan sikap Vega yang