Share

4. Terkutuk

“Apa kau menguntitku?” tuding Max, yang membuat Ivory mencebik.

“Apa? Aku? Menguntitmu? Apa untungnya, Tuan? Kau sudah memberikan apa yang kau janjikan, bagiku sudah lebih dari cukup!”

“Ya, siapa tahu kau ingin menuntut tanggung jawabku karena telah merenggut keperawananmu. Wanita jaman sekarang sering kali tidak masuk akal.” Max menggerutu, kemudian kembali menyibukkan diri dengan pekerjaannya.

“Kalau kau sudah selesai, kau bisa kembali ke tempatmu!” titahnya, dingin.

Ivory memandangi Max sejenak. Lelaki itu begitu angkuh dan tak berperasaan, padahal beberapa jam lalu, ia bersikap lembut padanya dan tidak menunjukkan sikap arogansinya.

Ivory tak ingin banyak bicara. Ia segera menyelesaikan pekerjaannya lalu angkat kaki dari ruangan bosnya itu.

Gadis itu mengembalikan perlengkapan kembali ke tempat semula sembari menggerutu. Ia sangat menyesali kebodohannya telah membantu lelaki angkuh itu untuk lepas dari kutukan dan merelakan keperawanannya.

“Andai saja aku bisa berpikir jernih tadi malam. Aku tidak harus menghadapi masalah seperti sekarang,” gumamnya penuh sesal. “Apa yang membuatku setuju untuk membantu orang sombong seperti laki-laki itu?”

Ivory terus saja merutuki nasib sialnya yang harus berurusan dengan Max. Meski ia telah menerima uang dari lelaki itu, tetapi pada akhirnya ia merasa seperti diperlakukan secara tidak pantas.

Apakah karena Ivory hanya seorang petugas kebersihan hingga Max boleh bicara dengan angkuh?

Benar kata Jane, bos mereka itu memang sedikit berbeda dibanding lelaki kebanyakan.

“Hey, kau!”

Ivory nyaris terlompat saat mendengar suara bariton berat itu memanggilnya, lagi-lagi tanpa tata krama. Ivory berbalik badan dan menemukan Max yang berdiri di ambang pintu ruang janitor sembari bersedekap.

“Buatkan aku kopi. Aku tidak suka manis, tetapi tambahkan sedikit krimer di dalamnya, lalu bawakan ke ruanganku. Sekarang!”

Lelaki itu langsung berbalik, dan pergi tanpa mengucap terima kasih pada gadis itu.

Ivory tanpa sadar mengumpat. Wajahnya mengetat dan memerah. Namun, ini adalah pekerjaannya, maka harus ia lakukan dengan baik, semenyebalkan apa pun bosnya.

Ivory berjalan hati-hati dengan nampan berisi secangkir kopi di tangannya. Ia tidak memasukkan krimer langsung ke dalam kopi melainkan meletakkannya dalam sebuah wadah kecil, dengan secawan gula balok yang bisa Max gunakan kalau ia merasa minumannya kurang manis.

Ivory masuk ke ruangan itu setelah Max mempersilakannya untuk masuk.

“Ini kopi yang Anda pesan, Tuan.”

Ivory meletakkan nampan cangkir dan lainnya ke atas meja, kemudian mengambil sesuatu dari balik pakaiannya. Ia sodorkan tepat di hadapan Max.

“Sekalian aku ingin mengembalikan ini.” Ivory melangkah mundur setelah amplop berwarna coklat itu berada di hadapan Max.

“Apa ini?” tanya lelaki itu, kemudian mengintip isinya dan alisnya berkerut saat tahu bahwa amplop tersebut adalah uang yang Max berikan sebagai tanda terima kasih atas malam yang indah dan pelayanan yang luar biasa.

Tidak, tentu saja!

Itu adalah ucapan terima kasih karena menurut Max, kutukan yang ada padanya telah menghilang dengan beberapa bukti yang sudah ia tunjukkan pada Ivory pagi tadi.

“Mengapa kau mengembalikan ini? Kau sombong sekali, padahal aku tahu kau sangat membutuhkannya,” ucap Max, menautkan kedua jari-jemarinya di atas meja dan memusatkan atensi penuh pada Ivory.

Gadis itu—yang sejak awal tadi merasa terhina atas sikap Max. Lelaki itu bahkan menuduh Ivory menguntit demi meminta pertanggung jawaban darinya.

Ivory cukup tahu diri dan bukanlah perempuan yang akan memanfaatkan kondisi.

Ivory mengedikkan bahu.

“Well, kurasa aku tidak membutuhkan uangmu. Rasanya terlalu murahan jika aku menukar keperawananku dengan sejumlah uang,” ucapnya.

Max nyaris menghinanya lagi, tetapi Ivory dengan cepat memutar tubuhnya dan berniat keluar dari ruangan itu.

“Katakan apa maumu? Mengapa kau mengembalikan apa yang seharusnya menjadi hakmu?” tanya Max dengan volume dan intonasi yang cukup tinggi. “Bukankah ini yang sudah kujanjikan sebagai tanda terima kasih?”

Ivory mengurungkan niat keluar dari ruangan itu. Ia yakin, masih banyak yang ingin dikatakan oleh Max untuknya.

“Apa jangan-jangan, benar dugaanku. Kau ingin menuntut tanggung jawab dariku karena telah menggaulimu. Iya, kan?” tuding lelaki itu yang membuat Ivory naik pitam.

Gadis itu berbalik dan melayangkan satu tamparan keras ke rahang Max kemudian menatap wajah tampan lelaki itu dengan tatapan tajam.

“Aku mengembalikan uang itu bukan karena menginginkan tanggung jawab, Tuan—siapa pun namamu! Asal kau tahu, dan kurasa kau sudah tahu kalau aku memang masih perawan, tetapi bukan berarti hidupku tidak berarti. Aku tidak memberikan kesenangan pada sembarang lelaki. Apalagi yang angkuh dan suka menghina sepertimu.”

“Lalu apa maumu kali ini?”

Ivory terdiam, berusaha menenangkan gejolak dalam batinnya yang sangat marah dan membenci Max dan bersumpah tak ingin bertemu lelaki itu lagi.

“Aku tidak ingin ada keterikatan antara kita. Dan kau harus tahu kalau kau tidak bisa membayarku untuk apa pun itu. Permisi.”

Ivory tak mau peduli lagi apa pun yang terjadi pada Max. Bisa saja kutukan itu hanya alasan agar ia bisa menidurinya, dan mengetahui kenyataan itu membuat Ivory merasa sesak.

Baru kali ini ia bertemu dengan lelaki manipulatif seperti Max. Ia tak menyangka kalau apa yang dibayangkannya tentang pria itu justru berbeda jauh dari kenyataan.

Memang, mulanya Ivory sempat berpikir bahwa Max adalah lelaki yang baik. Itu sebabnya ia percaya dan memberikan keperawanannya pada lelaki itu. Namun, setelah mengetahui tingkah laku dan ucapan Max yang menyakiti perasaannya, Ivory tak ingin lagi berurusan dengan lelaki itu.

Ia kembali ke ruangannya hanya untuk mengambil barang-barang miliknya dan pergi dari tempat itu. Ia tak menyadari, Jane menghalangi langkahnya lagi. Kali ini, bukan untuk memberitahukan tugasnya membersihkan ruangan bos, melainkan untuk mengatakan bahwa telah terjadi sesuatu pada Max.

“Ivy, hey! Apa yang kau lakukan di ruangan tuan Reynz barusan? Apakah kau membuat kesalahan?” tanya Jane dengan wajah memucat.

Alis Ivory berkerut, tanda bahwa ia tak mengerti apa pun yang ingin disampaikan oleh Jane padanya. Ia bahkan tak menyentuh lelaki itu sama sekali, dan tak peduli apa pun yang sedang menimpanya saat ini.

“Apa maksudmu? Aku melakukan tepat seperti yang kau perintahkan. Jika ia bertingkah aneh, seperti yang kau bilang, karena ia memang aneh.”

Jane berdecak kesal melihat sikap tak acuh Ivory. Ia kemudian menarik lengan sahabatnya itu menuju ke ruangan Max.

“Ayo, kemarilah! Kau dengarkan sendiri, ia seperti menggeram. Apakah ia sedang marah?” tanya Jane. “Celaka! Setelah ini adalah jadwalku untuk membereskan ruangannya. Kalau dia bertingkah seperti itu, aku takut kalau—“

Ivory mendesah, kemudian memutar tubuh untuk pergi. Memang apa urusannya dengan kelakuan Max yang aneh?

“Ivy, tunggu! Mengapa kau tidak mengatakan sesuatu? Apa yang terjadi? Apakah kau tahu sesuatu mengenai tuan Reynz? Apakah kau melakukan sesuatu yang membuatnya marah?”

Gadis yang ditanya sejak tadi hanya bungkam dan kini ia menjawab dengan mengedikkan bahu. Tampak jelas telah terjadi sesuatu pada Ivory dan si bos yang tiba-tiba bertingkah aneh di dalam sana.

“Mungkin ia sedang bercinta dan itu suara erangnya saat mencapai puncak kenikmatan. Katamu ia bos yang mesum dan hobi membawa wanita, bukan? Siapa tahu ia sekarang sedang melakukannya.” Ivory menjawab dengan malas. “Baiklah, aku pulang dulu. Good luck untuk kerjamu hari ini, Jane. Kalau dia sedang birahi, sebaiknya kau jangan mendekat. Aku serius.”

Ivory pergi menjauh, sementara di dalam ruangan, Max masih dengan apa yang dilakukan olehnya sejak tadi. Seperti yang didengar Jane, tetapi tak benar apa yang dikatakan Ivory.

Max todak sedang bercinta, tetapi mengapa tubuhnya kembali berubah menjadi wujud mengerikan itu.

Max terus menggeram, antara marah, kesal, dan benci terhadap kondisinya sendiri. Ia tak tahu lagi, apakah ini karena sikapnya terhadap Ivory, ataukah karena bukan Ivory gadis berambut perak yang dimaksud oleh Ange.

Atau bisa juga gadis itulah yang dimaksud, dan sikap Max membuat Ivory kesal lantas menjadikannya kembali terkutuk dan harus merasakan kondisi yang sama lagi.

“Arrgh!!! IVORY!!!”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status