Share

6. Gadis Rambut Perak yang Bersirip

Max berjalan tanpa tujuan. Tidak! Tujuannya tentu saja ke rumah. Ia harus menemui orang yang mungkin bisa menyelamatkannya dari dosa yang telah ia lakukan. Ia telah melenyapkan gadis itu. Ivory pasti sudah mati karena terjatuh ke laut yang dingin dan dalam. Ditambah, dengan ketinggian antara jembatan dan permukaan laut, tak mungkin jika tubuhnya tidak terempas.

Kalau pun gadis itu selamat, mungkin ia akan mengalami gegar otak lalu hilang ingatan. Namun, sepertinya itu lebih baik ketimbang kehilangan nyawa.

Max masuk ke dalam rumah, bajunya compang-camping tak keruan karena perubahannya yang sembarangan dan mulai tidak terkontrol. Ia tak mengerti mengapa itu bisa terjadi, tetapi begitulah kenyataannya.

Ia adalah seorang monster sekarang. Ditambah lagi dirinya sudah melenyapkan seorang gadis yang tak punya andil atas kondisinya.

“Mirielle! Kau di mana, Elle!” panggil Max, tergesa dan tampak gurat cemas di wajahnya. Saudara kembarnya yang sejak tadi mengurung diri di kamar, terjingkat kala Max akhirnya merangsek masuk ke ruangan pribadinya.

“Jeez, Max! Apa yang kau lakukan di kamarku?” sergah Mirielle yang merasa terganggu akan kehadiran Max. Nyaris saja ia menyiramkan cairan di tangannya ke arah kakaknya itu.

“Whoah! Apa yang kau pegang itu? Apakah itu wolfsbane?” tanya Max yang tak habis pikir dengan hobi sang adik yang selalu membuat eksperimen ramuan aneh di dalam ruang pribadinya. “Kau harus meminta ayah dan ibu untuk menyediakan ruang laboratorium untukmu! Itu sangat berbahaya, Elle!”

Mirielle tergelak melihat ekspresi Max yang ketakutan kala gelas kimia di tangan Mirielle kini berada tepat di depan wajahnya.

Mirielle memberi isyarat agar Max menunggu, sementara dirinya perlahan menuangkan cairan itu ke dalam ampul yang berbeda, kemudian menyimpannya di dalam lemari pendingin yang juga berada di dalam kamarnya.

Sungguh, kamar Mirielle lebih mirip laboratorium kimia ketimbang sebuah kamar.

“Katakan itu pada ayah dan ibu, karena aku sudah meminta sampai puluhan kali. Dan hanya dijawab dengan lirikan,” ungkap Mirielle yang kemudian menyadari kalau saudara kembarnya baru saja mengalami masalah.

Ia menoleh tiba-tiba dan menatap ke dalam iris hazel milik pria di hadapannya. Jika sudah begitu, tak mungkin Max bisa berbohong dari adiknya itu.

“Apa yang terjadi, Max? Apakah kau telah melakukan kesalahan?”

Max yang ditodong pertanyaan seperti itu, hanya mondar-mandir sembari meremas rambut ikalnya.

Ia mengingat kembali bagaimana kejadian, asal mula pertemuannya dengan Ivory, lalu bagaimana dirinya berniat melenyapkan Ivory hingga terjatuh dari jembatan. Ingatan itu membuatnya memejamkan matanya dengan paksa. Andai bisa, ia ingin melupakan semua yang pernah ia lakukan bersama gadis itu. Namun, jelas ia tak akan mampu.

Bahkan hingga saat ini, aroma tubuh Ivory masih terus berputar di rongga hidung Max yang mau tak mau membawa kenangan malam indah dengan gadis itu.

“Elle, aku yakin kau pasti mengetahui sesuatu. Kau selalu menjadi yang paling tahu, kau bahkan bisa meramal apa pun.”

“Apa maksudmu? Aku bukan cenayang, Max, aku tak bisa meramal!” elaknya. Padahal apa yang dikatakan Max mengenai dirinya hampir seratus persen benar.

Max mengambil paksa apa yang ada di tangan Mirielle dan ia akan pastikan tidak akan mengembalikan sebelum Mirielle menjawab pertanyaan yang akan ia ajukan untuknya.

“Max, hey! Itu berbahaya, Max, kembalikan padaku!” Mirielle mencoba mengambil kotak yang ada di tangan Max, tetapi pria itu bergerak lebih cepat dan berhasil menyembunyikan benda itu dari pandangan Mirielle. “Baiklah, katakan apa yang kau ingin aku lakukan. Katakan sekarang, sebelum aku berubah pikiran!”

Sebuah kebetulan bagi Max untuk menanyakan banyak hal pada saudara kembarnya mengenai Ivory. Bisa saja Mirielle tahu, apakah gadis itu sudah mati atau masih hidup dan berada di suatu tempat.

“Elle, apakah kau mengetahui tentang gadis bernama Ivory?” tanya Max, agak takut jika Mirielle bisa membaca bahwa ia telah melakukan hal buruk terhadap gadis itu.

Mirielle yang semula tak tertarik dengan apa yang menjadi pertanyaan Max, kini justru tampak berkonsentrasi dan mencoba untuk menemukan keberadaan gadis itu. Sekaligus mencari tahu segala hal tentang Ivory dan hubungannya dengan Max.

Mirielle memusatkan perhatian dan konsentrasinya. Sepasang matanya berubah memutih seluruhnya, dan tak lama ia telah kembali menjadi dirinya yang sebenarnya. Namun, ia justru menggeleng.

“Maafkan aku, Max, aku tidak bisa menemukan apa pun tentang gadis itu. Mungkin ia tak pernah ada di dunia ini. Apakah dia adalah tokoh anime favoritmu? Atau mungkin gadis yang hadir dalam mimpimu? Gadis khayalanmu? Yang mana tebakanku yang benar?” Desak Mirielle, masih berpura-pura tidak mengetahui apa-apa.

“Aku serius, Elle! Apakah kau benar-benar tidak mengetahui apa pun tentangnya? Kau tidak melihat apa-apa dalam pandanganmu?”

Mirielle menggeleng dan dengan sengaja menanti reaksi Max yang tampak tertunduk kecewa.

“Baiklah kalau begitu. Aku akan ke kamarku. Thanks, Elle.”

Mirielle hanya memandang punggung Max yang menjauh dan menghilang seiring dengan pintu kamarnya yang ditutup perlahan.

***

Di kedalaman lautan yang dalam, tak terkira berapa kedalamannya hingga membuat tubuh gadis itu nyaris tenggelam ke dasarnya. Ivory perlahan membuka mata. Ia merasa seperti tengah terikat tetapi kaki dan tangannya masih bisa bergerak.

Sesak, itu yang ia rasakan saat ini, terlebih ketika matanya tak menemukan apa pun selain kegelapan dan dingin yang menusuk ke tulangnya.

Di mana ia berada saat ini? Apakah ia tengah disekap oleh pria berbulu itu? Mengapa rasanya tubuhnya kesulitan untuk bergerak? Atau jangan-jangan ...

Mata Ivory kini terbuka sempurna. Kedua bola matanya yang sewarna safir tampak berkilau dan sekitarnya yang semula gelap, mulai terlihat. Ia berusaha menggerakkan kedua kaki dan tangannya, agar bisa naik ke permukaan.

Cahaya rembulan mulai terlihat olehnya, tanda bahwa sebentar lagi ia akan selamat.

Ivory berenang menepi dan sekuat tenaga untuk naik ke pesisir. Ia merebahkan tubuh di atas pasir yang hangat. Napasnya terengah setelah berusaha berjuang untuk tetap hidup, dan kini ia patut bersyukur karena tak ada yang kurang dari dirinya.

Tiba di tepian, angin berembus menerpa kulitnya yang telanjang, membuatnya bergidik sesaat karena dinginnya. Ia harus bersyukur karena masih bernyawa meski ia sadari pakaian yang semula ia kenakan telah terlepas dan menghilang entah di mana. Bisa jadi terbawa arus tanpa ia sadari.

Ingatannya terpecah, berserakan seperti potongan puzzle yang belum sepenuhnya lengkap. Ia masih berusaha mengumpulkan semuanya.

Mata Ivory terpejam, seolah berusaha mengingat kejadian yang menimpanya secara berurutan. Mengenai kesialannya karena telah dijual oleh sang ayah untuk membayar hutang-hutang yang dimiliki oleh pria itu, lalu bertemu seorang pria misterius dengan pesona luar biasa yang menyelamatkannya dari anak buah Benjamin Agony, kemudian ...

Ah! Kepala Ivory terasa pening dan berdenyut. Perlahan ia berusaha bangkit, sembari mengumpulkan potongan kejadian yang cukup membuatnya frustasi karena begitu sulit untuk mengingatnya.

Ketika ia berhasil mengingat satu kejadian, maka kejadian lainnya akan menghilang begitu saja. Satu hal yang tak mungkin ia lupakan adalah malam indahnya bersama Max yang membawa ingatan lain perlahan bermunculan ketika dirinya berusaha membawa memori itu kembali.

Indah ... tetapi menyakitkan.

“Shit! Dasar pria gila! Hampir saja aku kehilangan nyawa. Apa sebenarnya yang ada di pikirannya? Dia bilang aku pembawa sial? Kalau begitu, selamat menikmati kesialanmu mulai sekarang, serigala bodoh!” umpat Ivory yang masih menyeret tubuhnya untuk lebih ke tepian.

Bagian tubuhnya terasa nyeri—dari pinggang ke bawah, terlebih pinggangnya yang tampaknya tergores karang tajam saat ia dengan nekat melompat dari jembatan, hingga kini ia lihat luka itu mengeluarkan cairan merah segar.

“Ah! Apa yang terjadi padaku? Ini sungguh sakit!” Ivory menyentuh luka itu perlahan dan tatapannya terhenti pada bagian tubuhnya, dari pinggang ke bawah yang tak lagi berupa sepasang kaki, melainkan sebuah sirip yang sangat besar dan berkilauan.

Berkilauan dan indah. Namun, membuat Ivory bergidik ngeri kala menyadari bahwa sesuatu yang tampak indah itu adalah bagian tubuhnya sendiri.

“Tidak mungkin!”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status