Share

Chapter 1

Hembusan udara pagi terasa dingin hingga menusuk kulit. Pagi itu, Keenan sedang duduk di halte menunggu bus sekolah datang. Biasanya bus itu sudah datang sekitar lima menit yang lalu, tetapi entah mengapa hari ini bus tak kunjung datang. Keenan merapatkan jaketnya untuk menghalau angin yang berusaha menembus jaket.

Sepuluh menit kemudian, dari kejauhan tampak kendaraan persegi panjang berwarna kuning menuju ke arahnya dengan perlahan. “Akhirnya datang juga,” batin Keenan sambil bernafas lega.

Pintu bus terbuka otomatis, Keenan menempelkan kartunya di card reader sebagai tanda bahwa ia adalah siswa, lalu mencari tempat duduk yang masih kosong.

"Maaf, Nak. Tadi saya kehabisan bensin jadi sedikit terlambat," ujar sopir bus itu saat Keenan masih berdiri di sampingnya sembari melihat-lihat kursi yang kosong.

"Ah ya gak masalah, Pak."

Masih ada beberapa kursi kosong, tetapi di bagian agak belakang. Keenan menuju ke kursi yang berseberangan dengan pintu bagian belakang. Menurutnya, tempat itu paling aman jika terjadi situasi darurat.

"Makin hari makin ganteng aja tuh si Keenan," bisik seorang gadis kepada teman di sebelahnya.

"Iya emang sih, tapi kayaknya lo bakal kalah saing deh sama yang lain. Secara, dia tuh sejak hari pertama masuk aja udah banyak narik perhatian perempuan."

"Lo mah gak dukung gue."

"Ya bukan gitu. Nih ya, Keenan tuh udah pinter, ganteng, wangi, tajir, tapi dia gak sombong. Lah kalau lo? Lo udah sering dicap sering bolos kelas. Kayaknya lo cuma butiran debu di mata Keenan atau —"

"STOP! Eh eh tuh cium aromanya … wangi banget gila." Keenan baru saja melewati kedua gadis itu. Ia tidak menghiraukan pembicaraan kedua gadis itu. Walau mereka berbisik-bisik, tetapi Keenan dapat mendengar obrolan mereka dengan jelas. Telinganya cukup sensitif terhadap suara disekitarnya. Bahkan, jika di tempat sepi ia dapat mendengar aliran darahnya sendiri.

"Udah gosipnya?" sahut pemuda yang duduk berseberangan dengan kedua gadis tersebut sambil menaikkan salah satu alisnya.

"Dih, ikut-ikutan lo."

Setelah Keenan duduk, bus melaju dengan kecepatan sedang. Perjalanan dari halte menuju ke sekolah menghabiskan waktu antara sepuluh hingga lima belas menit. Jendela bus nampak mengembun bekas hujan semalam. Tadi malam, hujan deras mengguyur seluruh kota menyisakan jalanan basah yang tampak memantulkan cahaya lampu dari gedung-gedung yang masih belum dipadamkan.

Gerbang sekolah masih dibuka. Sopir bus melambaikan tangan ke satpam dan bus memasuki pekarangan. Sekolah Silverleaf memiliki luas lima ratus hektare. Memang, sekolah ini sangat luas karena dulu sekolah ini bekas daerah tambang perak yang sudah tidak terpakai lagi. Konon katanya kegiatan penambangan dihentikan semenjak banyak korban jiwa akibat peledakan secara tiba-tiba. Oleh karena itu, lahan seluas ini dialihfungsikan menjadi sekolah.

Keenan menaruh tasnya ditempat langganannya, dekat jendela. Dari sini, pemandangan luar tampak begitu memesona. Perbukitan yang berbaris dan hutan hijau terlihat jauh di sana. Selain itu, kalau sedang beruntung, ia bisa melihat binatang liar yang mengintip dari balik pepohonan di hutan.

"Dah dari tadi lo?" tanya Finnley yang baru saja datang sambil melempar tas di kursi sebelah Keenan.

Finnley merupakan salah satu sahabat Keenan sejak awal masuk sekolah. Dulu waktu hari pertama masuk, Finn menawari Keenan untuk mengerjakan tugas ospek di rumahnya. Sejak hari itu, mereka menjadi akrab dan kemana-mana selalu bertiga—bersama Arga, anak kelas sebelah.

"Baru aja," jawab Keenan yang masih fokus pada pemandangan luar.

“Gue cabut dulu.”

Setelah itu Finn langsung pergi keluar kelas. Maklum, ia merupakan wakil ketua YOS (Youth Organizations School), organisasi semacam OSIS. Hampir setiap hari kerjaannya mengurus event dan sering sekali ia membolos pelajaran demi suksesnya event.

Bel masuk berdering. Seluruh siswa tergesa-gesa masuk ke kelas masing-masing. Siswa yang masih di luar gerbang langsung berlarian sebelum gerbang ditutup. Disisi lain, anggota YOS sibuk mengurus acara pelepasan kelas XII di hall. Ya, benar, sekarang merupakan masa-masa akhir semester yang tandanya akan ada libur kenaikan kelas dilanjutkan penerimaan siswa baru. Oleh karena itu, YOS sangat sibuk akhir-akhir ini.

Silverleaf merupakan salah satu sekolah terpandang di Benua Amerika karena banyak mencetak ilmuwan-ilmuwan muda tersohor. Selain itu, Silverleaf terkenal dengan julukan "The Pioneer School” karena jika ada hal baru yang berkaitan dengan pendidikan, maka Silverleaf yang akan memulainya terlebih dahulu. Tidak heran jika murid-murid di sini memiliki kemampuan lebih dibanding murid sekolah lain karena mereka sudah dididik untuk siap menghadapi segala percobaan dan perubahan.

Suasana kelas menjadi tenang ketika Prof. Vany memasuki kelas. Jangan salah, walaupun ini masih tingkat SMA, tetapi guru-gurunya sebagian adalah profesor, bahkan para ilmuwan asli pun turut turun tangan untuk mengajar kelas praktikum. Sudah tidak asing lagi bagi mereka jika mereka mendapat ilmu yang abstrak karena memang cakupan ilmu para profesor sangat luas. Tidak jarang juga para murid mengeluh karena tidak memahami apa yang dibicarakan para profesor.

"Baiklah, karena dua minggu lagi akan diadakan acara pelepasan siswa kelas XII dan juga prom night, maka kita tidak punya banyak waktu lagi untuk mempersiapkan ujian akhir minggu depan. Sekarang, nyalakan layar ujian kalian untuk menjawab sepuluh soal yang akan saya berikan," ujar Prof. Vany membuka kelas.

Di Silverleaf semuanya sudah serba canggih, para siswa hanya perlu memencet tombol hijau yang berada di samping meja dan muncullah layar biru di depan mereka masing-masing. Semacam hologram sebagai media pembelajaran.

Kebanyakan siswa mengeluh kesal karena banyak yang belum belajar. Walaupun sudah terbiasa dengan sistem tes yang diadakan dadakan, tetapi mereka biasanya belajar sungguh-sungguh hanya saat ujian tengah semester atau akhir semester karena umumnya ujian persiapan seperti ini tidak akan masuk raport, hanya sekadar latihan biasa. Namun, ternyata dugaan mereka salah kali ini. Prof. Vany malah menjelaskan bahwa hasil ujian persiapan kali ini akan membawa pengaruh beberapa persen pada ujian akhir.

"Ponsel harap dikumpulkan ke depan dan semua meja harus bersih dari barang-barang yang tidak berguna. Hanya ada selembar kertas coret-coretan dan pena!" seru Prof. Vany tegas. Seketika murid-murid langsung menaruh ponsel di keranjang yang telah disediakan.

"Satu informasi lagi. Bagi kalian yang bisa mengerjakan soal ini dan minimal mendapat skor 95, kalian akan mendapat reward dari saya. Saya akan merahasiakan apa reward itu supaya kalian berlomba-lomba mendapat nilai tinggi."

Seisi kelas mulai menebak-nebak. Tidak biasanya Prof. Vany memberikan hadiah kepada muridnya. Kebanyakan dari mereka beranggapan bahwa reward-nya adalah

traktiran makan siang di kantin. Selain itu, ada yang beranggapan bahwa akan diberi nilai tambahan ujian akhir, atau ada juga yang berasumsi bahwa mereka diloloskan dari ujian akhir.

Beberapa menit kemudian, sepuluh soal di layar mulai terpampang jelas. Terdengar beberapa keluhan para siswa. Jelas saja, materi ini belum diajarkan sama sekali. Minggu lalu mereka hanya belajar materi gaya gravitasi bumi, tetapi kali ini soalnya mengenai gravitasi bulan, matahari, dan planet-planet di tata surya. Walaupun masih sama-sama ruang lingkup gravitasi, tetapi jelas saja materi dan rumus yang digunakan sangat berbeda.

"Setelah kalian submit, otomatis nilai akan muncul di layar komputer saya. Bagi yang sudah selesai harap menunggu di kelas hingga semua teman kalian juga selesai."

Jangankan untuk meng-klik submit, untuk menjawab satu soal saja itu sudah sebuah pencapaian besar bagi mereka. Lima belas menit sudah berjalan, beberapa siswa ada yang masih belum menjawab satu pun, ada juga yang sudah menjawab, tetapi kebanyakan masih di bawah tiga soal.

"Ya, sudah ada satu siswa yang mengumpulkan," kata Prof. Vany mengejutkan. Beberapa murid yang menaruh kepalanya di meja karena pusing langsung terangkat mendengar pengumuman itu. Siswa lainnya juga langsung menghadapkan kepala ke arah Prof. Vany. Namun, sepertinya mereka tahu siapa yang sudah mengumpulkan. Mereka hanya terkejut, bagaimana bisa ia mengerjakan soal secepat itu?

"Gila itu pasti si Keenan."

"Apa dia jawabnya ngasal semua?"

"Udah lah, gue gak heran."

"Gue udah tebak sih pasti si Keenan."

“Ah paling dia udah pasrah.”

Mendengar bisikan teman-temannya, Keenan hanya terkekeh kecil. Padahal jelas saja ia belum memencet tombol submit. Memang, ia sudah selesai mengerjakan, tetapi ia masih berusaha untuk memeriksa ulang jawabannya dan tidak mau yang mengumpulkan pertama.

Selama ini, Keenan memang terkenal anak yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata. Bayangkan saja, di kelas X ini, ia sudah menguasai ilmu fisika, kimia, biologi, matematika, sejarah, astronomi, dan komputer. Materi yang ia kuasai juga bukan sembarangan, tetapi materi dari kelas VII sampai XII, bahkan ilmu-ilmu yang tidak diajarkan di sekolah pun ia mampu memahaminya dengan mudah. Lebihnya lagi, ia juga mampu menguasai beberapa bahasa asing yang mendominasi tiap benua. Kalau kata orang tuanya, ia memiliki gen warisan dari kelima benua yaitu Asia, Afrika, Amerika, Australia, dan Eropa. Gen tersebut berasal dari kakek neneknya yang memang blasteran (Kakek nenek dari ayahnya memiliki gen Afrika dan Australia, sedangkan yang dari ibunya memiliki gen Asia dan Eropa), ditambah orang tuanya juga blasteran (Ayahnya dari Eropa, Ibunya dari Asia). Kejadian yang sangat langka.

Tiga puluh lima menit berlalu. Para siswa sudah mulai mengumpulkan ujian persiapan mereka, begitu pun Keenan. Ia sudah mengumpulkan sepuluh menit yang lalu, tepatnya ia orang kelima yang mengumpulkan.

"Waktu tinggal lima menit lagi, masih ada enam siswa yang belum mengumpulkan."

Mereka yang belum mengumpulkan tampak panik. Selain karena waktu, tetapi juga mereka tidak tahu rumus apa yang akan mereka gunakan. Seperti yang telah dijelaskan Prof. Vany tadi, walaupun ini hanya ujian persiapan, tetapi hasilnya juga akan dijadikan pertimbangan hasil ujian akhir nanti. Maka dari itu mereka berusaha untuk mengerjakan sebaik mungkin walau mereka tidak tahu materinya.

Peluh mulai bercucuran ketika waktu menunjukkan detik-detik terakhir. Tinggal dua siswa yang belum mengumpulkan di tiga puluh detik terakhir. Dengan terpaksa, akhirnya mereka berhasil mengumpulkan sebelum waktunya habis. Biasanya, jika ada yang mengumpulkan setelah waktu yang ditetapkan, Prof. Vany tidak akan memasukkan hasilnya ke dalam daftar nilai. Oleh karena itu lebih baik mengumpulkan di saat belum selesai daripada tidak mengumpulkan.

"Di layar saya sudah tertulis hasil semua siswa. Saya memang sengaja belum mengajarkan materi tentang tes kali ini, tetapi kalau kalian cermat, itu semua ada di buku. Bagi yang rajin, pasti dia sudah paham sebelum saya jelaskan."

Prof. Vany menegakkan posisi duduknya. "Baiklah, ujian persiapan kali ini ada tiga murid yang berhasil mendapatkan skor minimal 95. Saya akan tampilkan di depan."

Boom! Terdapat tiga nama di depan dengan skornya masing-masing. Kebanyakan siswa hanya menganga saat mengetahui siapa saja yang namanya tertera di depan.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Kikiw
ini pake bahasa baku & non baku ya.. kadang suka mikir di Indo kalo pas dialog, tapi pas narasi berasa banget liat negrinya.
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status