‘..karena aku menyukaimu..’
Kata-kata yang keluar dari mulut Linda terus terngiang di kepala Andre saat ini.
“Hei?”
“Hmm?”
“Apa ngak kepanjangan itu huruf i nya pak?”
“Hah?”
Saat menengok ke layar komputer, dia baru tersadar kalau jarinya sedari tadi menekan tombol i secara terus menerus hingga satu halaman di penuhi dengan huruf i.
“Lagi banyak pikiran ya?” tanya Karto, salah satu pegawai yang bekerja di timnya. Sedikit lebih tua darinya, namun sangat dekat dengannya.
“Ya lumayan lah, ada cicilan ini itu, dan masalah-masalah kehidupan lainnya,”
“Pak, bukannya bapak hari ini harus menggantikan Pak Direktur untuk interview pelamat ya?” tanya salah satu bawahan Andre lagi, Gideon.
Andre menepuk jidatnya. Dia langsung berdiri dari kursinya, mengambil pulpen dan sebuah map dari atas tumpukan dokumen di atas mejanya.
“Thanks ya,” ucapnya sebelum meninggalkan timnya.
Harinya betul-betul menjadi kacau hari ini gara-gara ucapan Linda tersebut.
“Andre!! Dari mana saja lu? Hampir saja di mulai tanpa lu,” sapa Dodit, salah satu teman seangkatannya semasa kuliah. Yang kini sudah menjadi seorang Wakil Direktur.
“Berisik. Lu kenapa ada di sini?” dia menjawab dengan nada jutek.
“C’mon, gua di sini karena terpaksa. You know, jarang ada yang mau duduk di kursi panas penginterview ini,”
Andre mendengus, karena fakta yang diucapkan oleh Dodit juga sedang dia alami saat ini.
“Oke, bisa kita mulai?” tanya salah satu pewawancara yang lainnya. Semuanya mengangguk, termasuk Andre dan Dodit.
“Kali ini tampaknya masih sama seperti yang terakhir kemarin ya kandidatnya kalau di lihat-lihat?” ujar Dodit saat mereka menunggu antrian peserta berikutnya masuk.
“Yah begitulah resikonya kalau freshgraduate, ibarat mencari jarum dalam tumpukan jerami. Yang betul-betul mengesankan sangat jarang. Paling 1 atau 2 dari 100 yang lolos penyaringan berkas,” salah satu pewawancara menanggapi perkataan Dodit.
“Silahkan,” ucap asisten yang bertugas menghandle peserta di luar.
Andre yang sedang melihat nama-nama pelamar selanjutnya, agak terkjut saat melihat nama 'Yunita' bertengger di dalam daftar itu.
“Oke, mulai dari paling ujung kanan. Mbak Yunita ya?”
Begitu dia mengangkat kepalanya, Andre tidak bisa berkata apa-apa.
"I.. iya," Yunita menjawab dengan gugup, dia menghindari tatapan mata Andre.
"Oke, silahkan, mulai dengan alasan kenapa anda melamar di perusahaan kami,"
"Kendalikan dirimu Andre," Andre bergumam dalam hatinya saat Yunita sedang menjawab pertanyaan pewawancara lainnya.
Dan begitu tiba gilirannya untuk bertanya, dia terdiam sejenak sebelum mulai membuka mulutnya,
“Apa tujuan anda kembali ke indonesia? Saya lihat dari resume anda, tampaknya anda cukup betah di London, bukan begitu?”
“Gua harus memastikan sesuatu dengan dia,” dia bergumam dalam hati sambil menunggu jawaban Yunita.
Dodit yang duduk agak jauh dari Andre, berusaha untuk mencegah dengan mengirimkan pesan. Namun tidak di hiraukan oleh Andre sama sama sekali.
“Karena saya ingin mencari pengalaman baru,” dia mulai menjawab setelah berpikir sejenak, “Dan saya berharap, apa yang pelajari di London, bisa saya bawa ke sini dan bermanfaat bagi perusahaan ini,”
Andre sempat mendengus dan tersenyum sinis, dia lalu mengangguk pelan. "Terima kasih,"
Di luar, di ruangan tunggu, Yunita tertunduk lemas.
“Sudahlah,” ucapnya dalam hati saat memikirkan kemungkinan dirinya tidak di terima karena penilaian buruk dari Andre.
“...205, 217, 280, 296, 305,...” setelah beberapa jam, mendengar nomornya kembali di panggil, dia menjadi sangat gugup.
Namun rasa gugupnya kian bertambah saat melihat kursi yang tadinya di duduki Andre, sekarang kosong. Hingga akhirnya tiba gilirannya untuk mengetahui dirinya lolos atau tidak, perasaannya semakin menjadi tidak karuan.
“Kamu yakin, kalau kami terima, bisa terus berkomitmen untuk memberikan yang terbaik untuk perusahaan ini?”
“Saya akan mengusahakan yang terbaik pak, bu,” Yunita menjawab dengan senyuman yang agak di paksakan.
“Baik kalau begitu, anda lolos. Dan akan di tempatkan di bagian Marketing and Expansion, Tim 8,”
Walau di terima, Yunita tetap merasa agak was-was. Apalagi saat melihat Dodit yang mengedipkan mata ke arahnya sekali.
***
“Lama juga ya ngak ketemu,” Dodit menyapa Yunita yang sedang berdiri di depan lift.
“Kenapa? Lu mau godain gua lagi? Ngak mempan,” ujar Yunita, sedikit membangkitkan nostalgia masa lalu di mana Dodit pernah merayunya sebelum dia berpacaran dengan Andre.
“Sorry ya,” Dodit kemudian sengaja mengangkat tangan kanannya, berpura-pura meluruskan rambutnya.
“What?”
“Gua sudah married oneng,” ucap Dodit dengan perasaan yang sedikit kesal, dia sampai harus menunjuk cincin di jari manisnya.
"Ah," Yunita tersenyum meledek, “Congratslah kalau begitu,” ucapnya dengan ogah-ogahan.
“Wah, lu sama Andre memang masih sama saja ya. Sama-sama meremehkan gua dari dulu,”
Mendengar nama Andre di sebutkan, Yunita terdiam. Raut wajahnya nampak berubah,
"Jangan-jangan.." sebuah dugaan muncul dalam pikirannya.
“Andre jabatannya apa?” dia mencoba bertanya kepada Dodit untuk memastikan dugaannya.
“Marketing and Expansion, Tim 8. Tim yang lu bakal masuki,”
“WHAT?!!” Yunita langsung menjerit begitu mendengar jawaban Dodit.
‘Dari semua bagian di kantor ini, kenapa gua harus masuk Timnya dia’ ujar Yunita dalam hati.Setelah sampai di lantai 10—atas bantuan Dodit—dia berjalan menuju bagian Marketing and Expansion sesuai dengan yang di beritahukan salah satu pegawai yang dia tanyai barusan.Walau begitu, pikirannya tetap menyuruh kakinya untuk terus berjalan maju. Begitu melihat papan nama Tim 8 menggantung dari kejauhan, Yunita menarik nafas dalam-dalam lalu membuangnya. Dia memkirkan cara yang benar untuk menyapa Andre nantinya. Apalagi ketika mengingat kalau mereka tidak putus dengan cara baik-baik.Tiba di ruangan Tim 8, Yunita tidak langsung masuk, dia mengintip terlebih dahulu; untuk mencari keberadaan Andre.“Kenapa hanya berdiri di depan pintu,”Kaget mendengar suara Andre dari belakang, Yunita sempat menjatuhkan tabletnya. Dia memungut tabletnya lalu berbalik untuk menyapa Andre.“A.. Andre. H.. Hai,” dia menyapa dengan terbata-bata, pikirannya seketika langsung kosong dan tidak tahu harus berkata
Yunita terdiam, walau sudah menduga pertanyaan itu pasti akan keluar dari mulut Andre begitu dia diterima. Namun, dia tidak menyangka kalau Andre akan langsung menanyakan di hari pertama mereka bertemu kembali.“Aku tidak bisa mengatakan ke kamu alasannya, tapi...”“Tidak bisa?” Andre mendengus, rasa penasaran yang ada dalam hatinya perlahan sekarang berubah menjadi rasa benci, “Jadi betul-betul karena pria itu,”“Dia tidak ada hubungannya dengan penyebab kita putus,”“Tidak ada? Kamu pikir aku bodoh Yun? Aku sudah tahu kamu selingkuh dengan dia saat kalian pertukaran pelajar ke London. Dan tidak hanya itu, aku melihat dengan mata kepalaku sendiri bagaimana dia merangkulmu, bagaimana kalian terlihat mesra bersama. Dan kamu masih mau bilang kalau dia tidak ada hubungannya sama sekali? Dan juga..”Andre tiba-tiba merasakan sakit yang amat hebat di kepalanya, begitu sakit hingga dia tidak bisa menahan badannya untuk berdiri tegak.Melihat hal itu, Yunita merasa cemas dan berusaha untuk m
“Saat itu hujan deras, saya sedang menyetir, pandangannya juga tidak cukup jauh. Dan, ada sebuah plan berwarna hijau,”“Oke, bisa kau lihat lebih jelas apa yang tertulis di plang tersebut?”“Ada tanda panah, lalu..”“Lalu?”“Seorang wanita tiba-tiba menjerit, badan saya juga terasa kaku. Seperti tidak bisa di gerakkan, hujan yang begitu deras terus menusuk wajah saya, dan...” Andre tiba-tiba mengerutkan wajahnya, nafasnya juga mulai tidak beraturan,.“Oke, Andre. Dengarkan suara saya. Saya akan menghitung dari satu sama tiga. Dan pada hitungan ketiga, kamu akan membuka matamu seolah kenangan buruk itu tidak pernah terjadi. Satu.. dua... tiga..” ucap Bu Riska, psikiater yang sudah menangani Andre selama tiga bulan terakhir ini.Sesuai dengan instruksi yang di berikan oleh Ibu Riska, Andre mulai bernafas dengan sebelum akhirnya membuka matanya pada saat Ibu Riska menyebutkan angka tiga.“Semenjak kapan mimpimu yang ini muncul,”“2 atau 3 hari yang lalu mungkin? Setelah saya pulang dari
"KEHADIRAN YANG TIDAK DI HARAPKAN" PART II‘Pokoknya, hari ini kita harus berhasil’, Andre berucap dalam hatinya saat menunggu tidak jauh dari Rumah Yunita—sebab, Yunita agak khawatir dengan respon keluarganya saat melihat Andre secara tiba-tiba.“Hai, kamu terlihat cantik hari ini,” Andre melontarkan pujian saat melihat Yunita yang tampak cantik dengan long dress berwarna kremnya.Akan tetapi, Yunita tidak termakan oleh rayuan yang banyak di lontarkan oleh buaya darat tersebut,“Ngak usah banyak gombal kamu, jalan saja,” ucapnya sambil memakai sabuk pengamannya saat Andre mulai menginjak gas.Yunita sebenarnya merasa agak gugup kali ini. Sebab saat upacara kelulusan, dia waktu itu tidak hadir karena sedang sakit dan di gantikan oleh kakaknya. Juga, baru kali ini dia mengikuti acara reuni angkatan kampusnya.Sedangkan bagi Andre sendiri, kali ini merupakan pertama kalinya dia hadir tanpa di temani Fiona.“Apa saja yang biasa angkatan kita lakukan saat acara reuni seperti ini?” Yunita
“Maaf, maaf, saya agak buru-bu..” Yunita diam membisu saat menatap wajah orang yang tidak sengaja dia tabrak dan orang itu ternyata adalah Yoshua. “Hai,” “H.. hai,” dia menjawab dengan terbata-bata. “Sudah lama ya?” Yoshua bertanya. Seperti Andre, wajah Yoshua juga tidak banyak berubah semenjak jaman kuliah dulu. “Cukup lama. Mungkin..” “Ternyata ada satu lagi wajah yang cukup akrab ya,” di tengah-tengah Yunita yang sedang berbicara, Andre datang menyela; dia bahkan sengaja menggandeng tangan Yunita secara terang-terangan. Dia tidak tahan melihat Yoshua berada di dekat Yunita. Terlebih lagi karena Yoshua merupakan salah satu saingannya demi memperebutkan Yunita. Dan setelah mendengar dari Dodit dan beberapa teman angkatannya kalau Yoshua ternyata masih sendiri sampai sekarang, Andre menjadi merasa was-was terhadap Yoshua. “Kalian...” “Yup, persis seperti yang lu pikirkan,” ingin menyingkirkan Yoshua secepat mung
“Hai,” Linda menyapa Andre dengan senyuman tipis di wajahnya.Akan tetapi, Andre hanya menatap Linda dengan tatapan yang dingin. Dia memang sudah muak dan kesal karena Linda tidak pernah menyerah sama sekali meski dia sudah menolaknya berkali-kali.“Tidak usah bersikap sok akrab, ada urusan apa kau ke sini?” Andre sengaja berbicara dengan gaya bicara yang biasa dia pakai untuk menghadapi orang yang dia tidak suka, agar Linda tidak merasa tenang sedikit pun.“Kenapa tidak, kita sudah bertetangga satu sama lain? Apakah itu bukan akrab namanya?”“Dulunya, hingga akhirnya kau sendiri yang menghancurkannya dengan sifat keras kepalamu itu,”“Baiklah, tapi suka atau tidak. Kau tetap harus menerimaku bekerja di sini,” ucap Linda sambil menyerahkan selembar kertas yang di masukkan ke dalam map plastik berwarna biru.Dia juga sempat melirik ke arah Yunita dan dengan sengaja memperlihatkan tat
“Yunita, mana laporan untuk Grand Launchnya Ibu Tari?” pinta Andre,Tidak butuh waktu lama bagi Yunita untuk memberikan apa yang Andre minta, sebab dia sudah terbiasa dengan alur kerja dari Tim 8 yang serba gesit.“Oke, Gideon, kalian berdua ikut saya,” ujar Andre setelah melihat sekilas laporan Yunita dan cukup puas dengan hasilnya. Dia juga sempat memberikan kedipan kepada Yunita untuk menggodanya.Namun bagi Linda yang kebetulan melihat semua itu, adegan rayu merayu yang di lakukan keduanya membuatnya semakin merasa cemburu,“Kneapa giliran wanita itu kamu malah bisa tersenyum seperti itu,” gumamnya.Akan tetapi, dia berusaha untuk tetap menekan emosinya. Sekarang ini, dia lebih memilih untuk fokus mengambil hati semua Tim 8 dengan kinerjanya; tentu juga sambil memikirkan bagaimana caranya untuk menjatuhkan Yunita.“Ini pak, refrensi yang bapak minta,”“Thanks. Oh iya,
Beberapa menit yang lalu..“Oke, kasitahu Andre, kami kasih waktu tim kalian 2 hari untuk menyelediki apa yang sebenarnya terjadi. Jika pihak klien mengajukan gugatan, kami akan mengulur waktu sebanyak mungkin,” ujar Dodit.“Oke, thanks ya,”“No problem, bukan masalah besar juga sih,”Setelah meninggalkan ruangan Dodit, Yunita bergegas menuju kembali ke lift untuk memberitahukan Andre apa yang di sampaikan Dodit.Namun, saat lfit terbuka. Dia bertemu dengan orang yang tidak dia sangka-sangka akan bertemu, Presdir Perusahaan tempatnya bekerja, yang juga merupakan Ayahnya Andre.Lupa kalau Ayahnya Andre tidak mengenalnya sama sekali, Yunita malah mencoba menyembunyikan wajahnya.“Tidak masuk?” saat Ayahnya Andre bertanya, barulah dia ingat kalau sampai sekarang; semenjak dari dia pacaran dengan Andre dulu, dia tidak pernah bertemu dengan Ayahnya Andre sama sekali.Dia meneg