Share

BAB II

‘..karena aku menyukaimu..’

Kata-kata yang keluar dari mulut Linda terus terngiang di kepala Andre saat ini.

“Hei?”

“Hmm?”

“Apa ngak kepanjangan itu huruf i nya pak?”

“Hah?”

Saat menengok ke layar komputer, dia baru tersadar kalau jarinya sedari tadi menekan tombol i secara terus menerus hingga satu halaman di penuhi dengan huruf i.   

“Lagi banyak pikiran ya?” tanya Karto, salah satu pegawai yang bekerja di timnya. Sedikit lebih tua darinya, namun sangat dekat dengannya.

“Ya lumayan lah, ada cicilan ini itu, dan masalah-masalah kehidupan lainnya,” 

“Pak, bukannya bapak hari ini harus menggantikan Pak Direktur untuk interview pelamat ya?” tanya salah satu bawahan Andre lagi, Gideon.

Andre menepuk jidatnya. Dia langsung berdiri dari kursinya, mengambil pulpen dan sebuah map dari atas tumpukan dokumen di atas mejanya.

“Thanks ya,” ucapnya sebelum meninggalkan timnya.

Harinya betul-betul menjadi kacau hari ini gara-gara ucapan Linda tersebut.

“Andre!! Dari mana saja lu? Hampir saja di mulai tanpa lu,” sapa Dodit, salah satu teman seangkatannya semasa kuliah. Yang kini sudah menjadi seorang Wakil Direktur.

“Berisik. Lu kenapa ada di sini?” dia menjawab dengan nada jutek.

“C’mon, gua di sini karena terpaksa. You know, jarang ada yang mau duduk di kursi panas penginterview ini,”

Andre mendengus, karena fakta yang diucapkan oleh Dodit juga sedang dia alami saat ini.

“Oke, bisa kita mulai?” tanya salah satu pewawancara yang lainnya. Semuanya mengangguk, termasuk Andre dan Dodit.

“Kali ini tampaknya masih sama seperti yang terakhir kemarin ya kandidatnya kalau di lihat-lihat?” ujar Dodit saat mereka menunggu antrian peserta berikutnya masuk.

“Yah begitulah resikonya kalau freshgraduate, ibarat mencari jarum dalam tumpukan jerami. Yang betul-betul mengesankan sangat jarang. Paling 1 atau 2 dari 100 yang lolos penyaringan berkas,”  salah satu pewawancara menanggapi perkataan Dodit.

“Silahkan,” ucap asisten yang bertugas menghandle peserta di luar.

Andre yang sedang melihat nama-nama pelamar selanjutnya, agak terkjut saat melihat nama 'Yunita' bertengger di dalam daftar itu. 

“Oke, mulai dari paling ujung kanan. Mbak Yunita ya?”

Begitu dia mengangkat kepalanya, Andre tidak bisa berkata apa-apa. 

"I.. iya," Yunita menjawab dengan gugup, dia menghindari tatapan mata Andre.

"Oke, silahkan, mulai dengan alasan kenapa anda melamar di perusahaan kami," 

"Kendalikan dirimu Andre," Andre bergumam dalam hatinya saat Yunita sedang menjawab pertanyaan pewawancara lainnya.

Dan begitu tiba gilirannya untuk bertanya, dia terdiam sejenak sebelum mulai membuka mulutnya,

“Apa tujuan anda kembali ke indonesia? Saya lihat dari resume anda, tampaknya anda cukup betah di London, bukan begitu?”

“Gua harus memastikan sesuatu dengan dia,” dia bergumam dalam hati sambil menunggu jawaban Yunita.

Dodit yang duduk agak jauh dari Andre, berusaha untuk mencegah dengan mengirimkan pesan. Namun tidak di hiraukan oleh Andre sama sama sekali.

“Karena saya ingin mencari pengalaman baru,” dia mulai menjawab setelah berpikir sejenak, “Dan saya berharap, apa yang pelajari di London, bisa saya bawa ke sini dan bermanfaat bagi perusahaan ini,”

Andre sempat mendengus dan tersenyum sinis, dia lalu mengangguk pelan. "Terima kasih," 

Di luar, di ruangan tunggu, Yunita tertunduk lemas. 

“Sudahlah,” ucapnya dalam hati saat memikirkan kemungkinan dirinya tidak di terima karena penilaian buruk dari Andre.

“...205, 217, 280, 296, 305,...” setelah beberapa jam, mendengar nomornya kembali di panggil, dia menjadi sangat gugup.

Namun rasa gugupnya kian bertambah saat melihat kursi yang tadinya di duduki Andre, sekarang kosong. Hingga akhirnya tiba gilirannya untuk mengetahui dirinya lolos atau tidak, perasaannya semakin menjadi tidak karuan.

“Kamu yakin, kalau kami terima, bisa terus berkomitmen untuk memberikan yang terbaik untuk perusahaan ini?”

“Saya akan mengusahakan yang terbaik pak, bu,” Yunita menjawab dengan senyuman yang agak di paksakan. 

“Baik kalau begitu, anda lolos. Dan akan di tempatkan di bagian Marketing and Expansion, Tim 8,”

Walau di terima, Yunita tetap merasa agak was-was. Apalagi saat melihat Dodit yang mengedipkan mata ke arahnya sekali.

***

“Lama juga ya ngak ketemu,” Dodit menyapa Yunita yang sedang berdiri di depan lift.

“Kenapa? Lu mau godain gua lagi? Ngak mempan,” ujar Yunita, sedikit membangkitkan nostalgia masa lalu di mana Dodit pernah merayunya sebelum dia berpacaran dengan Andre.

“Sorry ya,” Dodit kemudian sengaja mengangkat tangan kanannya, berpura-pura meluruskan rambutnya.

“What?”

“Gua sudah married oneng,” ucap Dodit dengan perasaan yang sedikit kesal, dia sampai harus menunjuk cincin di jari manisnya.

"Ah," Yunita tersenyum meledek, “Congratslah kalau begitu,” ucapnya dengan ogah-ogahan.

“Wah, lu sama Andre memang masih sama saja ya. Sama-sama meremehkan gua dari dulu,” 

Mendengar nama Andre di sebutkan, Yunita terdiam. Raut wajahnya nampak berubah, 

"Jangan-jangan.." sebuah dugaan muncul dalam pikirannya.

“Andre jabatannya apa?” dia mencoba bertanya kepada Dodit untuk memastikan dugaannya.

“Marketing and Expansion, Tim 8. Tim yang lu bakal masuki,”

“WHAT?!!” Yunita langsung menjerit begitu mendengar jawaban Dodit.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status