‘Dari semua bagian di kantor ini, kenapa gua harus masuk Timnya dia’ ujar Yunita dalam hati.
Setelah sampai di lantai 10—atas bantuan Dodit—dia berjalan menuju bagian Marketing and Expansion sesuai dengan yang di beritahukan salah satu pegawai yang dia tanyai barusan.
Walau begitu, pikirannya tetap menyuruh kakinya untuk terus berjalan maju. Begitu melihat papan nama Tim 8 menggantung dari kejauhan, Yunita menarik nafas dalam-dalam lalu membuangnya.
Dia memkirkan cara yang benar untuk menyapa Andre nantinya. Apalagi ketika mengingat kalau mereka tidak putus dengan cara baik-baik.
Tiba di ruangan Tim 8, Yunita tidak langsung masuk, dia mengintip terlebih dahulu; untuk mencari keberadaan Andre.
“Kenapa hanya berdiri di depan pintu,”
Kaget mendengar suara Andre dari belakang, Yunita sempat menjatuhkan tabletnya. Dia memungut tabletnya lalu berbalik untuk menyapa Andre.
“A.. Andre. H.. Hai,” dia menyapa dengan terbata-bata, pikirannya seketika langsung kosong dan tidak tahu harus berkata apa.
Andre menatap Yunita dengan raut wajah datar. Dengan cepat, dia menilai Yunita saat ini dari ujung rambut sampai ujung kaki.
“Masuk!” perintah Andre sambil berjalan masuk ke ruangan Tim 8.
Dalam pikirannya saat ini, banyak sekali yang ingin dia tanyakan kepada Yunita. Akan tetapi semua itu di tahannya, karena hari ini Timnya mendapatkan tugas baru.
“Hai,” Yunita menyapa singkat dengan tersenyum kepada semua anggota Tim 8 di ruangan tersebut.
Melihat Andre yang berdiri di depannya, ingin sekali rasanya dia memeluk Andre dari belakang saat itu juga.
“Sedang apa?” Andre bertanya di tengah-tengah Yunita yang sedang berkhayal.
“Hah? Tidak pak,” Yunita langsung mengendalikan dirinya dengan menggeleng pelan. DIa langsung berjalan melewati Andre dan duduk di meja yang kosong.
“Oke, kita mendapatkan proyek penting kali ini...” Andre memulai rapat Tim 8.
“Hai, salam kenal, Gideon,” Gideon, salah seorang anggota tim 8 menyapa Yunita,
“Yunita,” Yunita membalas dengan ramah.
“Maaf, tapi kamu pernah kenal dengan Pak Andre sebelumnya ya?”
“Ah, itu, dia..”
“Gideon, kalau kamu mau godain karyawan baru, lebih baik keluar dari ruangan ini,” Andre yang dari tadi melihat tingkah Gideon dan Yunita, dengan tegas langsung menegur sambil melempar tatapan tajam ke arah Gideon.
‘Memang ya sifat manusai itu akan sulit di rubah’ Yunita tersenyum tipis saat Andre sedang marah.
“Oke, pembagian tugasnya seperti biasa, mengikuti proyek kita sebelumnya. Dan untuk penanggung jawab kali ini,” Andre merenung sebentar sambil menatap satu persatu anggota timnya yang tampak menghindari tatapannya, “Karyawan baru kita akan menjadi penanggung jawab,” ujarnya saat melihat Yunita yang tidak menghindar sama sekali.
Suasana dalam ruangan seketika menjadi sunyi. Yah, tidak biasanya sih memang karyawan baru menjadi penanggung jawab untuk proyek kecil sekalipun sebelum melihat 1 atau 2 proyek lain dulu.
“Ehm, pak,”
“Iya, Jun? Kenapa? Ada yang mau kamu sampaikan?” Andre langsung menatap Juna balik dengan senyuman yang mengintimidasi, seolah sudah siap mencari celah dari setiap kata yang keluar dari mulut lawan bicaranya.
“Tidak pak, keputusan bapak yang terbaik,” Juna menelan ludah.
“Yunita,” Andre memanggil.
“I.. Iya pak?” Yunita kembali gelagapan saat melihat raut wajah Andre yang kali ini sudah berubah kembali menjadi seperti saat mereka di depan pintu masuk barusan, sangat sulit untuk di tebak.
“Ikut saya sebentar,”
Yunita mengikuti Andre dari belakang dengan diam, pikirannya saat ini begitu cemas memikirkan apa yang akan dikatakan oleh Andre nantinya. ‘Apakah dirinya akan langsung di pecat tepat setelah di terima?’ satu pertanyaan itu terus terngiang di dalam kepalanya.
“Kita mau kemana?” Yunita bertanya ketika mereka sedang menunggu lift. Akan tetapi, Andre tetap membisu.
Kesunyian di antara mereka berdua terus berlanjut hingga akhirnya mereka tiba di ruangan terbuka—mini garden yang biasa di gunakan karyawan untuk bersantai atau merokok—di lantai 20.
Setelah memastikan kondisi di sekitar mereka sepi, Andre langsung berbalik menghadap Yunita dan menatapnya dengan emosi lama yang sudah terpendam.
“N... Ndre,”
“Dari mana saja kamu selama ini?” pertanyaan yang sudah di tahan Andre dari semenjak pertama kali melihat Yunita, akhirnya keluar dari mulutnya.
Yunita terdiam, walau sudah menduga pertanyaan itu pasti akan keluar dari mulut Andre begitu dia diterima. Namun, dia tidak menyangka kalau Andre akan langsung menanyakan di hari pertama mereka bertemu kembali.“Aku tidak bisa mengatakan ke kamu alasannya, tapi...”“Tidak bisa?” Andre mendengus, rasa penasaran yang ada dalam hatinya perlahan sekarang berubah menjadi rasa benci, “Jadi betul-betul karena pria itu,”“Dia tidak ada hubungannya dengan penyebab kita putus,”“Tidak ada? Kamu pikir aku bodoh Yun? Aku sudah tahu kamu selingkuh dengan dia saat kalian pertukaran pelajar ke London. Dan tidak hanya itu, aku melihat dengan mata kepalaku sendiri bagaimana dia merangkulmu, bagaimana kalian terlihat mesra bersama. Dan kamu masih mau bilang kalau dia tidak ada hubungannya sama sekali? Dan juga..”Andre tiba-tiba merasakan sakit yang amat hebat di kepalanya, begitu sakit hingga dia tidak bisa menahan badannya untuk berdiri tegak.Melihat hal itu, Yunita merasa cemas dan berusaha untuk m
“Saat itu hujan deras, saya sedang menyetir, pandangannya juga tidak cukup jauh. Dan, ada sebuah plan berwarna hijau,”“Oke, bisa kau lihat lebih jelas apa yang tertulis di plang tersebut?”“Ada tanda panah, lalu..”“Lalu?”“Seorang wanita tiba-tiba menjerit, badan saya juga terasa kaku. Seperti tidak bisa di gerakkan, hujan yang begitu deras terus menusuk wajah saya, dan...” Andre tiba-tiba mengerutkan wajahnya, nafasnya juga mulai tidak beraturan,.“Oke, Andre. Dengarkan suara saya. Saya akan menghitung dari satu sama tiga. Dan pada hitungan ketiga, kamu akan membuka matamu seolah kenangan buruk itu tidak pernah terjadi. Satu.. dua... tiga..” ucap Bu Riska, psikiater yang sudah menangani Andre selama tiga bulan terakhir ini.Sesuai dengan instruksi yang di berikan oleh Ibu Riska, Andre mulai bernafas dengan sebelum akhirnya membuka matanya pada saat Ibu Riska menyebutkan angka tiga.“Semenjak kapan mimpimu yang ini muncul,”“2 atau 3 hari yang lalu mungkin? Setelah saya pulang dari
"KEHADIRAN YANG TIDAK DI HARAPKAN" PART II‘Pokoknya, hari ini kita harus berhasil’, Andre berucap dalam hatinya saat menunggu tidak jauh dari Rumah Yunita—sebab, Yunita agak khawatir dengan respon keluarganya saat melihat Andre secara tiba-tiba.“Hai, kamu terlihat cantik hari ini,” Andre melontarkan pujian saat melihat Yunita yang tampak cantik dengan long dress berwarna kremnya.Akan tetapi, Yunita tidak termakan oleh rayuan yang banyak di lontarkan oleh buaya darat tersebut,“Ngak usah banyak gombal kamu, jalan saja,” ucapnya sambil memakai sabuk pengamannya saat Andre mulai menginjak gas.Yunita sebenarnya merasa agak gugup kali ini. Sebab saat upacara kelulusan, dia waktu itu tidak hadir karena sedang sakit dan di gantikan oleh kakaknya. Juga, baru kali ini dia mengikuti acara reuni angkatan kampusnya.Sedangkan bagi Andre sendiri, kali ini merupakan pertama kalinya dia hadir tanpa di temani Fiona.“Apa saja yang biasa angkatan kita lakukan saat acara reuni seperti ini?” Yunita
“Maaf, maaf, saya agak buru-bu..” Yunita diam membisu saat menatap wajah orang yang tidak sengaja dia tabrak dan orang itu ternyata adalah Yoshua. “Hai,” “H.. hai,” dia menjawab dengan terbata-bata. “Sudah lama ya?” Yoshua bertanya. Seperti Andre, wajah Yoshua juga tidak banyak berubah semenjak jaman kuliah dulu. “Cukup lama. Mungkin..” “Ternyata ada satu lagi wajah yang cukup akrab ya,” di tengah-tengah Yunita yang sedang berbicara, Andre datang menyela; dia bahkan sengaja menggandeng tangan Yunita secara terang-terangan. Dia tidak tahan melihat Yoshua berada di dekat Yunita. Terlebih lagi karena Yoshua merupakan salah satu saingannya demi memperebutkan Yunita. Dan setelah mendengar dari Dodit dan beberapa teman angkatannya kalau Yoshua ternyata masih sendiri sampai sekarang, Andre menjadi merasa was-was terhadap Yoshua. “Kalian...” “Yup, persis seperti yang lu pikirkan,” ingin menyingkirkan Yoshua secepat mung
“Hai,” Linda menyapa Andre dengan senyuman tipis di wajahnya.Akan tetapi, Andre hanya menatap Linda dengan tatapan yang dingin. Dia memang sudah muak dan kesal karena Linda tidak pernah menyerah sama sekali meski dia sudah menolaknya berkali-kali.“Tidak usah bersikap sok akrab, ada urusan apa kau ke sini?” Andre sengaja berbicara dengan gaya bicara yang biasa dia pakai untuk menghadapi orang yang dia tidak suka, agar Linda tidak merasa tenang sedikit pun.“Kenapa tidak, kita sudah bertetangga satu sama lain? Apakah itu bukan akrab namanya?”“Dulunya, hingga akhirnya kau sendiri yang menghancurkannya dengan sifat keras kepalamu itu,”“Baiklah, tapi suka atau tidak. Kau tetap harus menerimaku bekerja di sini,” ucap Linda sambil menyerahkan selembar kertas yang di masukkan ke dalam map plastik berwarna biru.Dia juga sempat melirik ke arah Yunita dan dengan sengaja memperlihatkan tat
“Yunita, mana laporan untuk Grand Launchnya Ibu Tari?” pinta Andre,Tidak butuh waktu lama bagi Yunita untuk memberikan apa yang Andre minta, sebab dia sudah terbiasa dengan alur kerja dari Tim 8 yang serba gesit.“Oke, Gideon, kalian berdua ikut saya,” ujar Andre setelah melihat sekilas laporan Yunita dan cukup puas dengan hasilnya. Dia juga sempat memberikan kedipan kepada Yunita untuk menggodanya.Namun bagi Linda yang kebetulan melihat semua itu, adegan rayu merayu yang di lakukan keduanya membuatnya semakin merasa cemburu,“Kneapa giliran wanita itu kamu malah bisa tersenyum seperti itu,” gumamnya.Akan tetapi, dia berusaha untuk tetap menekan emosinya. Sekarang ini, dia lebih memilih untuk fokus mengambil hati semua Tim 8 dengan kinerjanya; tentu juga sambil memikirkan bagaimana caranya untuk menjatuhkan Yunita.“Ini pak, refrensi yang bapak minta,”“Thanks. Oh iya,
Beberapa menit yang lalu..“Oke, kasitahu Andre, kami kasih waktu tim kalian 2 hari untuk menyelediki apa yang sebenarnya terjadi. Jika pihak klien mengajukan gugatan, kami akan mengulur waktu sebanyak mungkin,” ujar Dodit.“Oke, thanks ya,”“No problem, bukan masalah besar juga sih,”Setelah meninggalkan ruangan Dodit, Yunita bergegas menuju kembali ke lift untuk memberitahukan Andre apa yang di sampaikan Dodit.Namun, saat lfit terbuka. Dia bertemu dengan orang yang tidak dia sangka-sangka akan bertemu, Presdir Perusahaan tempatnya bekerja, yang juga merupakan Ayahnya Andre.Lupa kalau Ayahnya Andre tidak mengenalnya sama sekali, Yunita malah mencoba menyembunyikan wajahnya.“Tidak masuk?” saat Ayahnya Andre bertanya, barulah dia ingat kalau sampai sekarang; semenjak dari dia pacaran dengan Andre dulu, dia tidak pernah bertemu dengan Ayahnya Andre sama sekali.Dia meneg
“AHHH BAGAIMANA INI?!!” Yunita berteriak histeris ketika melihat isi chat yang ada di dalam group karyawan perusahaan sudah sampai 999+ yang isinya tentu saja, gosip kencan keduanya.“Biarkan saja,” ucap Andre.“Biarkan saja bagaimana? Kamu ngak malu apa di gosipkan seperti ini di kantor?”Tidak mau terlalu ambil pusing, Andre menghela nafas. Dia memasang mode autopilot pada mobilnya lalu mengambil handphonenya dan mulai mengetikkan sesuatu di ruang obrolan karyawan.“Kamu ngetik apaan?” ucap Yunita ketika melihat nama Andre tertulis ‘typing’.Andre tidak menjawab, dia terus fokus mengetikkan sesuatu di handphonenya. Dan, ketika dia menekan tombol ‘send', dengan cepat dia juga mengambil handphone milik Yunita dan menyitanya. “Kamu ngak usah pikirin apa yang mereka omongkan. Untuk saat ini, fokus saja dengan permasalahan yang lebih penting,” ucapnya.Yunita menyipit