Tujuh bulan kemudian
Leona sedang duduk di sofa ruang tamu rumah yang telah ditempatinya satu tahun belakangan. Dia sedang menonton televisi yang menayangkan berita kriminal. Di sampingnya ada West yang juga ikut menyaksikan siaran udara tersebut.
Hari ini sidang vonis atas kepemilikan narkotika yang dituduhkan kepada Mark digelar, sehingga mereka berdua menantikan bagaimana hasil dari sidang tersebut. Setelah itu, Mark akan melakukan sidang lainnya atas tuduhan penipuan yang pernah dilakukan kepada West. Ternyata begitu banyak skandal yang telah dilakukannya, sehingga tuntutan menjadi berlipat.
“Apa kau yakin ingin menjual rumah itu, Sayang?” tanya West memecah keheningan seraya memainkan rambut hitam istrinya.
Oya, sekarang mereka telah resmi menjadi suami istri yang sah di mata hukum. West langsung mengurus berkas pernikahan, setelah sidang putusan akhir perceraian Leona dan Mark. Kini ia telah memiliki wanita itu secara ut
TERIMA KASIH TELAH MEMBACA NOVEL MEMBALAS PERSELINGKUHAN SUAMIKU SAMPAI TAMAT. Semoga ada manfaat yang bisa diambil dari kisah ini, terutama bagi perempuan yang mengalami nasib sama seperti Leona. Jangan pernah berputus asa, tunjukkan kepada dunia kalau kalian adalah wanita hebat.
Suara desahan yang seharusnya terdengar merdu menjadi begitu menyakitkan di telinga wanita yang kini bersembunyi di dalam lemari kayu berukuran besar. Bulir bening membasahi pipi chubby yang dihiasi oleh bintik-bintik cokelat hingga batang hidung. Kedua tangan membekap erat bibir yang sejak tadi bergetar menahan suara tangis yang ingin keluar.Pujian dan rayuan yang dilontarkan oleh sepasang pezina itu semakin menyesakkan dadanya. Ia marah, sehingga mata abu-abu gelap itu dikelilingi sklera yang memerah. Kali ini ia membuktikan sendiri gunjingan tetangga tentang pria yang telah dinikahinya sepuluh tahun lalu.Pada awalnya wanita bertubuh gempal itu tidak percaya dengan bisik-bisik tetangga yang mengatakan sang Suami berselingkuh. Ia beranggapan mereka hanya iri dengan rumah t
“Siapa kau sebenarnya? Kenapa tiba-tiba muncul di hadapanku? Kenapa kau menawarkan bantuan?” cecar Leona memberanikan diri.Pria bermata biru itu tertawa, membuat bibir tipis dengan lengkung sempurna itu nyaris tak terlihat. Dia menarik napas melalui sela gigi yang beradu, masih memandang Leona.“Wow! Jangan terburu-buru Nyonya.” Dia menegakkan tubuh yang tadi bersandar di besi jembatan. Tangan kokoh itu menarik baju kaus yang dikenakan, sehingga menjadi lebih rapi dibandingkan tadi.“Aku dikirim malaikat untuk membantumu,” ujarnya tersenyum tipis.“Bohong!” tuding Leona mundur satu langkah ke belakang.Kini ia tampak ketakutan. Tubuh yang tadi gemetar akibat lapar, bertambah ge
“Ceritakan kepadaku apa yang sebenarnya terjadi kepadamu.” West mematut Leona lamat-lamat dari kepala perlahan ke bawah. Dia bisa mengetahui dulunya, wanita itu memiliki wajah yang cantik. Bagi lelaki yang telah bertemu banyak orang seperti dirinya, akan sangat mudah mengenali watak siapa saja yang ditemui. “Katakan dulu apa pekerjaanmu. Sebelum ke sini kau berkata akan mengatakannya ketika di rumah.” Leona malah tidak menjawab pertanyaan West. “Aku?” “Iya. Siapa lagi? Apa aku bertemu dengan Shaun dan istrinya sebelum kita ke sini?” West tertawa mendengarnya. “Wah, ternyata kau memiliki sisi ketus juga, Leona.” Leona menegakkan tubuh dengan dagu terangkat ke atas. Kali ini d
Mata abu-abu Leona berkedip pelan menatap tak percaya, setelah mendengar perkataan West barusan.“Kau … jangan bercanda, West. Sama sekali tidak lucu!”Pria bermata biru itu mengangkat bahu dengan bibir melengkung. “Tidak begitu juga. Aku setengah serius, Leona.”Bibir Leona terbuka sedikit, sebelum mengeluarkan tawa keras. “Setengah serius? Kau lihat aku, West. Gendut, sama sekali tidak menarik. Sedangkan kau ….”Wanita itu menarik napas lesu, lantas menundukkan kepala. “Menarik. Cukup tampan. Aku yakin banyak wanita di luar sana menyukaimu.”“Meski itu hanya bercanda, tolong jangan ucapkan lagi,” sambungnya kemudian.
Tangan besar Leona meraba ke sisi kiri tempat tidur dengan mata masih terpejam. Kening berkerut menyadari tidak ada orang di sana. Kelopak netra abu-abu itu perlahan terbuka, lantas menatap lesu ruang kosong yang ada di sebelah.Tidak ada Mark di sana. Biasanya ia memeluk pria itu sebelum membuka mata, kemudian suaminya memberi kecupan selamat pagi. Begitulah setiap pagi yang ia lewati dulu. Kini semua berubah setelah pengkhianatan Mark. Lelaki itu bahkan masih bersandiwara seolah masih mencintainya, sebelum aksi bejatnya diketahui Leona.Hari kedua tanpa suami di sisi, masih terasa berat bagi Leona. Bayangkan, ia telah menghabiskan waktu sepuluh tahun bersama, berbagi suka dan duka. Sekarang hanya luka yang ia rasakan. Lagi, bulir bening meluncur begitu saja dari sudut matanya.“Leona.” Tiba-tiba terden
West menoleh ke arah pandangan Leona. Dia melihat seorang pria berambut model Ivy League berjalan memasuki area café bersama dengan seorang pria lainnya. Kening berukuran ideal tersebut berkerut bingung. “Itu Mark?” gumam West kembali beralih kepada Leona. Wanita itu mengangguk singkat. Dia masih mengawasi pergerakan Mark dengan sudut mata. “Dia ke sini,” balas Leona mulai cemas. Ternyata pria yang masih berstatus sebagai suaminya itu melihat keberadaan dirinya di sana. Tubuh Leona mulai bergetar merespons perasaan yang bercampur aduk saat ini. Mengetahui hal itu, West langsung pindah ke samping Leona. Dia menggenggam erat jemari wanita tersebut, agar menguatkannya. “Kau tidak perlu takut, Leona. Kita lihat bagaimana reaksinya setelah ini,” ujar West pelan. Mark semakin dekat dengan mereka sekarang. Mata elang kecokelatan itu tidak beranjak seperti ingin melahap Leona hidup-hidup. “Thanks God, akhirnya
Mata abu-abu lebar milik Leona mengitari rumah minimalis yang terbuat dari kayu. Suasana sekitar terasa begitu hening, karena rumah ini terletak di tempat terpencil. Jika saja West mengajaknya ke sini saat awal mereka bertemu, tentu ia akan menolak mentah-mentah. Tentu khawatir jika diculik dan disekap di sini hidup-hidup.“Semoga kau menyukainya, Leona,” ujar West memandang wajah takjub wanita itu.Leona menoleh dengan semringah. “Sure, West. I love it. Suasana di sini begitu tenang dan nyaman.”West mengangguk cepat. “Aku bisa melihatnya. Ayo masuk!”Dia menarik tangan Leona ketika melangkah memasuki rumah tersebut.Begitu berada di dalam, Leona semakin dibuat terkesima dengan interior rumah. Sebuah kepala rusa terpajang di atas tungku perapian. Satu set meja kayu berada di depan tempat perapian. Tak jauh dari sana terdapat satu set sofa berukuran menengah.“Ke mana Shaun dan Cass
“Maaf, aku hanya ingin memberikan bantal dan selimut ini kepadamu,” ucap Leona ketika suasana semakin terasa tegang. Lebih menegangkan dibanding film horor yang pernah ditontonnya bersama dengan Mark dulu.Dia menarik napas panjang sebelum mundur sedikit ke belakang. Entah kenapa jantungnya menjadi terusik ketika melihat wajah West dari jarak dekat. Apalagi mereka sempat berbagi pandang beberapa saat. Untuk pertama kali dalam sepuluh tahun, Leona merasa debaran tak biasa di dalam diri.Ini hanya karena terbawa suasana saja. Jangan berpikir aneh-aneh, Leona, gumamnya dalam hati.“Selimutnya hanya satu, Leona.” West mengubah posisi menjadi duduk, lantas menyerahkan lagi selimut kepada Leona.Wanita itu menggeleng. “Buatmu saja. Lemakku masih cukup untuk menghangatkan tubuh,” sahutnya setengah bercanda.West tergelak mendengar perkataan Leona barusan. “Di sini dingin ketika malam hari. Kau yakin lemak