Mata abu-abu Leona berkedip pelan menatap tak percaya, setelah mendengar perkataan West barusan.
“Kau … jangan bercanda, West. Sama sekali tidak lucu!”
Pria bermata biru itu mengangkat bahu dengan bibir melengkung. “Tidak begitu juga. Aku setengah serius, Leona.”
Bibir Leona terbuka sedikit, sebelum mengeluarkan tawa keras. “Setengah serius? Kau lihat aku, West. Gendut, sama sekali tidak menarik. Sedangkan kau ….”
Wanita itu menarik napas lesu, lantas menundukkan kepala. “Menarik. Cukup tampan. Aku yakin banyak wanita di luar sana menyukaimu.”
“Meski itu hanya bercanda, tolong jangan ucapkan lagi,” sambungnya kemudian.
Satu tangan West naik memegang lengan sofa, sementara satunya lagi menempel pada pinggir bantalan sofa tempat Leona duduk. Pandangannya menjelajahi setiap jengkal wajah yang berada tepat di depan, membuat wanita itu salah tingkah.
Dia melihat sepasang mata abu-abu lebar yang jernih, jika tidak sedang bersedih. Bulu mata tebal dan lentik menghiasi ujung kelopak. Dua alis yang tebal dan rapi menyempurnakan sebagian bingkai atas matanya.
Tilikan mata West turun ke arah hidung mancung berukuran sedang dan tulang pipi yang dihiasi bintik cokelat. Lagi netra biru itu turun sedikit ke bawah, melihat bibir sedikit berisi tapi mungil. Di bawahnya tampak dagu dengan belahan, menambah sempurna kecantikan Leona jika saja pipi yang chubby itu menjadi tirus.
Leona masih menatap bingung West yang hanya mengamati dirinya sejak tadi. Dia melihat tangan pria itu terangkat, mengembang tepat di depan wajah chubby tersebut. Otomatis kepala wanita itu sedikit mundur ke belakang.
Apa ini? Jangan bilang kalau dia jatuh cinta kepadaku dan sudah lama mengincarku, tebak batin Leona asal.
Ah, tidak mungkin pria ini jatuh cinta dengan wanita gendut sepertiku, sangkal hatinya yang lain.
“Aku akan mengembalikan kecantikanmu, Leona.” West tersenyum ketika kelima jarinya ditekuk satu per satu, seperti pesulap yang bersiap melakukan trik sulap. “Setelah melihat penderitaan yang kau lalui, aku bersumpah akan membuat suamimu menyesal, karena telah mengkhianatimu.”
West bangkit ke posisi berdiri, kemudian mengulurkan tangan. “Berkencanlah denganku, agar kau bisa melupakannya.”
“Jangan bilang rencanamu membuat Mark cemburu,” duga Leona setelah mengendalikan perasaan aneh di dalam diri. Hei, jangan berpikiran buruk dulu. Tidak mungkin ia jatuh cinta secepat itu dengan West.
Pria itu menggeleng tegas. “Tentu tidak, Leona. Itu sudah umum. Kurang seru.”
“Apa yang akan kau lakukan?”
Suara decakan keluar dari bibir tipis milik West. “Kau akan mengetahuinya besok. Sekarang lebih baik tidur dan jangan ingat lagi dengan pria brengsek itu.”
Leona menarik napas panjang, lalu menyambut uluran tangan itu sebelum berdiri. “Baiklah. Kuharap kau tidak malu berkencan dengan wanita gendut dan tidak menarik sepertiku,” sahut Leona setuju.
“Kau bukan tidak menarik, hanya saja kurang perawatan,” tanggap West ketika mereka beriringan melangkah keluar dari ruang tamu.
“Mulai besok, kita mulai dari memberikan sedikit sentuhan untuk tubuhmu itu.”
Wanita berbadan lebar itu mundur satu langkah ke belakang sambil menyilangkan tangan di depan dada.
“Bukan itu maksudku.” West mendesah pelan, lantas kembali melangkah. “Menurunkan berat badan dan melakukan perawatan. Cassie akan membantumu.”
Secarik senyum lebar menghiasi wajah Leona. “Apakah itu bagian dari rencanamu?”
“Bisa dibilang begitu. Sekarang kau harus beristirahat, tenangkan pikiran, karena aku tahu hari ini sangat melelahkan bagimu,” sarannya mempersilakan Leona masuk ke kamar untuk beristirahat.
Sebelum benar-benar masuk ke ruang tidur, Leona membalikkan tubuh dan melihat kepada pria itu. “Sekali lagi terima kasih, karena telah menampungku dan mau membantuku membalas perbuatan Mark.”
West mengangguk singkat sambil mengerling ke dalam kamar. Tandanya Leona sudah harus beristirahat sekarang.
“Seharusnya aku yang berterima kasih kepadamu, Leona,” gumam West setelah pintu kamar tertutup rapat.
***
“Apa kau tidak punya rencana kembali kepada keluargamu?” tanya West pagi hari berikutnya. Dia sekarang sedang jalan pagi dengan Leona di taman perumahan.
Leona mengangkat bahu dengan melengkungkan bibir ke bawah. “Entahlah. Aku kehilangan muka bertemu dengan mereka.”
Langkah wanita itu berhenti ketika menghadap sepenuhnya kepada West. “Mereka pasti menertawakanku, karena telah salah memilih pasangan.”
“Kau belum mencobanya, Leona,” komentar West.
Tarikan napas berat terdengar dari hidung mancung berukuran sedang tersebut. Netra abu-abu miliknya, beralih melihat pohon hijau yang berjejer di sepanjang jalan menuju tempat tinggal West.
“Sudah jelas itu akan terjadi. Karena ….” Leona menundukkan kepala, melihat bebatuan yang tersusun rapi menutupi jalan.
“Karena?” West tampak penasaran, sehingga menundukkan sedikit tubuh agar bisa melihat ekspresi wanita itu.
“Karena aku menolak dijodohkan dengan seorang pria.”
“Astaga! Jadi sebelum bertemu dengan bajingan itu, kau sempat akan dijodohkan dengan pria lain?”
Leona mengangguk pelan, lantas melangkah menuju bangku taman yang berada sepuluh meter dari tempat mereka berdiri.
West langsung menyusulnya dengan cepat.
Senyum kecut tergambar di paras Leona setelah duduk di bangku kayu yang cukup ditempati oleh dua orang.
“Sepertinya ini balasan atas penolakanku waktu itu.” Dia mengalihkan pandangan kepada West. “Bisa jadi pria yang akan dijodohkan denganku adalah pria yang baik.”
West menumpu kedua tangan di samping, lalu memegang erat pinggir bangku tersebut. “Mungkin saja.”
“Jangan bilang kau belum bertemu dengan pria tersebut?” tebaknya kemudian.
“Kau benar.” Leona mengangguk kecil. “Aku bahkan tidak tahu seperti apa wajah dan namanya.”
“Kau menolak orang itu mentah-mentah, sebelum mengenalnya?!” Pria itu bertepuk tangan sambil geleng-geleng kepala. “Wanita yang luar biasa.”
Mata abu-abu Leona mengecil dengan menunjukkan raut protes. “Apa kau baru saja meledekku?”
Senyum lebar tergambar di paras yang dibingkai oleh rahang tegas itu. Bibirnya mengerucut, sebelum berujar, “Bisa dianggap begitu.”
Gigi kecil wanita itu saling beradu saat tangannya memukul keras lengan West.
“Auch! Tenagamu kuat juga,” tanggapnya pura-pura meringis seraya mengusap lengan sendiri.
“Jangan pura-pura kesakitan. Pukulan itu tidak cukup membuat pria merasakan sakit,” sungut Leona tergelak menyadari suasana di antara mereka mulai mencair.
Tidak ada lagi ketakutan menyelimuti jiwa Leona, setelah mengenal pria itu selama beberapa jam.
“Ceritakan kepadaku, siapa saja yang jadi korbanmu?” Leona mengalihkan percakapan. Dia juga ingin tahu penipu seperti apa seorang West Taylor yang berbaik hati mengulurkan tangan, membantu wanita asing seperti dirinya.
“Korbanku?”
“Korban penipuanmu, West.”
West menengadahkan kepala, sehingga netra birunya bisa melihat cerahnya langit pagi itu. “Pengusaha nakal, politikus korup dan ….”
“Dan?” Leona menatap tak sabar.
“Dan sosialita yang menghamburkan uang suaminya demi kesenangan mereka.”
“Jangan bilang kalau kau ingin menjadi Robinhood era modern,” canda Leona tertawa singkat.
“Maybe.”
“Bagaimana caramu menipu mereka?”
Pria itu mengangkat tangan ke atas, lalu mengacungkan jari telunjuk. Sebelah matanya berkedip pelan. “Itu rahasia perusahaan, Leona.”
Wanita berwajah chubby itu mengangguk paham. “Apa kau membutuhkan karyawan baru?”
Kening West berkerut bingung.
“Aku tidak memiliki uang untuk membalas semua kebaikanmu. Jadi, kupikir sebaiknya bergabung denganmu.”
“Kau mau jadi penipu?” West menahan suara ketika nyaris berteriak.
Leona mengangguk tanpa ragu. “Kenapa tidak? Sepertinya menarik.”
West berdecak melihat tekad bulat wanita yang duduk di sampingnya. Selama ini, ia belum pernah bertemu dengan perempuan seantusias Leona. Ya, meski terkadang cengeng juga.
“Baiklah.” Pria itu menaikkan sebelah kaki ke atas bangku, sehingga menghadap sepenuhnya kepada Leona.
“Sekarang dengarkan aku baik-baik.” West menatap Leona serius. “Aku akan katakan rencana kita.”
Leona menarik sedikit rambut hitam tebal yang dikuncir ke atas, kemudian memindahkannya ke bahu kiri. Kepalanya bergerak ke atas dan bawah dengan cepat.
“Pertama-tama, kau harus berjuang untuk menurunkan berat badan terlebih dahulu.”
Tangan kiri West mengembang tepat di depan wajah lebar itu, membuat Leona tidak jadi menyela perkataannya.
“Kau harus melakukannya, karena ini sangat penting,” sambungnya setelah bibir Leona tertutup lagi.
“Kenapa?”
“Karena kau harus menjadi wanita yang berbeda, bukan lagi Leona Elizabeth Parker, tapi Tatiana Clark.”
“Maksudmu aku ….” Kalimat wanita itu sengaja digantung, karena ingin West meneruskannya.
“Cerdas. Tebakanmu benar.” West melempar telunjuk tepat lima centimeter di depan hidung Leona. “Kau akan memiliki identitas baru dan akan menggoda suamimu itu.”
“Selamat datang di duniaku, Leona,” ucap West mengulurkan tangan.
Wanita itu tercengang mendengar sebagian dari rencana besar yang dirancang West. Dia tidak menduga lelaki tersebut telah mempersiapkan rencana gila seperti ini.
Bersambung....
Tangan besar Leona meraba ke sisi kiri tempat tidur dengan mata masih terpejam. Kening berkerut menyadari tidak ada orang di sana. Kelopak netra abu-abu itu perlahan terbuka, lantas menatap lesu ruang kosong yang ada di sebelah.Tidak ada Mark di sana. Biasanya ia memeluk pria itu sebelum membuka mata, kemudian suaminya memberi kecupan selamat pagi. Begitulah setiap pagi yang ia lewati dulu. Kini semua berubah setelah pengkhianatan Mark. Lelaki itu bahkan masih bersandiwara seolah masih mencintainya, sebelum aksi bejatnya diketahui Leona.Hari kedua tanpa suami di sisi, masih terasa berat bagi Leona. Bayangkan, ia telah menghabiskan waktu sepuluh tahun bersama, berbagi suka dan duka. Sekarang hanya luka yang ia rasakan. Lagi, bulir bening meluncur begitu saja dari sudut matanya.“Leona.” Tiba-tiba terden
West menoleh ke arah pandangan Leona. Dia melihat seorang pria berambut model Ivy League berjalan memasuki area café bersama dengan seorang pria lainnya. Kening berukuran ideal tersebut berkerut bingung. “Itu Mark?” gumam West kembali beralih kepada Leona. Wanita itu mengangguk singkat. Dia masih mengawasi pergerakan Mark dengan sudut mata. “Dia ke sini,” balas Leona mulai cemas. Ternyata pria yang masih berstatus sebagai suaminya itu melihat keberadaan dirinya di sana. Tubuh Leona mulai bergetar merespons perasaan yang bercampur aduk saat ini. Mengetahui hal itu, West langsung pindah ke samping Leona. Dia menggenggam erat jemari wanita tersebut, agar menguatkannya. “Kau tidak perlu takut, Leona. Kita lihat bagaimana reaksinya setelah ini,” ujar West pelan. Mark semakin dekat dengan mereka sekarang. Mata elang kecokelatan itu tidak beranjak seperti ingin melahap Leona hidup-hidup. “Thanks God, akhirnya
Mata abu-abu lebar milik Leona mengitari rumah minimalis yang terbuat dari kayu. Suasana sekitar terasa begitu hening, karena rumah ini terletak di tempat terpencil. Jika saja West mengajaknya ke sini saat awal mereka bertemu, tentu ia akan menolak mentah-mentah. Tentu khawatir jika diculik dan disekap di sini hidup-hidup.“Semoga kau menyukainya, Leona,” ujar West memandang wajah takjub wanita itu.Leona menoleh dengan semringah. “Sure, West. I love it. Suasana di sini begitu tenang dan nyaman.”West mengangguk cepat. “Aku bisa melihatnya. Ayo masuk!”Dia menarik tangan Leona ketika melangkah memasuki rumah tersebut.Begitu berada di dalam, Leona semakin dibuat terkesima dengan interior rumah. Sebuah kepala rusa terpajang di atas tungku perapian. Satu set meja kayu berada di depan tempat perapian. Tak jauh dari sana terdapat satu set sofa berukuran menengah.“Ke mana Shaun dan Cass
“Maaf, aku hanya ingin memberikan bantal dan selimut ini kepadamu,” ucap Leona ketika suasana semakin terasa tegang. Lebih menegangkan dibanding film horor yang pernah ditontonnya bersama dengan Mark dulu.Dia menarik napas panjang sebelum mundur sedikit ke belakang. Entah kenapa jantungnya menjadi terusik ketika melihat wajah West dari jarak dekat. Apalagi mereka sempat berbagi pandang beberapa saat. Untuk pertama kali dalam sepuluh tahun, Leona merasa debaran tak biasa di dalam diri.Ini hanya karena terbawa suasana saja. Jangan berpikir aneh-aneh, Leona, gumamnya dalam hati.“Selimutnya hanya satu, Leona.” West mengubah posisi menjadi duduk, lantas menyerahkan lagi selimut kepada Leona.Wanita itu menggeleng. “Buatmu saja. Lemakku masih cukup untuk menghangatkan tubuh,” sahutnya setengah bercanda.West tergelak mendengar perkataan Leona barusan. “Di sini dingin ketika malam hari. Kau yakin lemak
Satu bulan kemudianLeona berusaha membuka mata yang masih terasa berat. Setelah memaksa agar kelopak terangkat, akhirnya ia bisa melihat pria yang terlelap di sisi lain tempat tidur dengan jelas. Siapa lagi jika bukan West Taylor.Ya, sampai saat ini mereka masih berbagi tempat tidur dan selimut. Pada awalnya Leona dan West merasa canggung, tapi sekarang sudah terbiasa. Terlebih hubungan keduanya juga menjadi akrab, layaknya teman dan rekan kerja.Hari ini adalah hari penimbangan berat badan. Sesuai dengan saran West, Leona boleh menimbang berat badan satu bulan setelah program penurunan berat badan dimulai.Satu bulan dijalani Leona dengan penuh perjuangan. Apalagi West benar-benar menerapkan peraturan ketat kepadanya, terutama perihal makanan. Jangan harap wanita itu bisa mengkonsumsi es, cokelat, kopi dicampur krim dan sejenisnya.Mengenai Mark, pria itu ternyata benar-benar telah melayangkan gugatan cerai kepada istrinya. Tak
Leona menggelengkan kepala sambil memejamkan mata sebentar. Langkah kakinya terus bergerak menuju dapur. Tangan meraba dada kiri yang masih berdebar sejak ia memeluk West tadi.“Sepertinya aku terlalu senang, sehingga jantung ini jadi tidak beraturan,” racaunya pada diri sendiri.Senyum kembali terurai di wajah yang sudah tidak chubby lagi. Kedua tangan Leona berpindah naik ke pipinya. Dia menepuknya pelan masih belum percaya dengan berat badan yang turun mencapai angka lima belas kilogram.“Kau harus tetap semangat, Leona. Sedikit lagi,” katanya menyemangati diri, “aku sudah tidak sabar menanti saatnya tiba.”Leona mengambil adonan roti yang telah disediakannya tadi malam dari lemari yang menggantung di dapur. Ternyata sudah mengembang dan tinggal dipanggang. Dia mengeluarkan satu kepal adonan, kemudian meninjunya keras-keras.“Aku akan menghajarmu, Mark,” gerutunya seolah menghajar wajah sa
Leona tercenung mendengar cerita cinta West yang ternyata di luar dugaan. Dia berpikir pria itu tidak menyukai wanita, tapi pikirannya ternyata salah besar. Lelaki yang ia kenal satu bulan lebih tersebut mencintai seseorang secara sepihak.Di saat dirinya berpikir, lelaki di dunia ini brengsek dan tukang selingkuh, West berhasil membuktikan kesetiaan. West masih mencintai wanita itu meski tidak bisa memilikinya.“Apakah wanita itu sudah menikah sekarang?” Pertanyaan lain diajukan lagi oleh Leona.Dia menoleh kepada Cassie yang nyaris menumpahkan minuman karena tersedak. Leona segera meraih tisu dan menyerahkannya kepada wanita berambut pirang tersebut.Bahu yang berukuran ideal milik Cassie terangkat sebentar ke atas. “Entahlah. Shaun tidak menceritakannya kepadaku. Yang jelas wanita itu sudah melakukan kesalahan besar, karena telah menolak pria sebaik Bos.”Leona mengangguk membenarkan perkataan rekan kerja West ini. Satu b
West berdiri di depan pintu kamar yang kini terbuka lebar. Pria itu memegang bantal dan selimut dengan kedua tangan. Pandangannya tampak sayu mengitari paras Leona. Jantungnya bertalu-talu melihat wanita itu. Suasana mendadak menjadi syahdu, karena penerangan yang minim. Ada apa dengan mereka berdua? Padahal sebelumnya biasa-biasa saja selama satu bulan ini tidur satu kamar. (Beuh ini nggak penting. Abaikan haha) “I can’t sleep without you, Leona,” lirih West masih menatap lekat wanita itu. Leona menarik napas yang terasa berat karena ada perasaan aneh di dalam hati. Dia berusaha tersenyum, tapi tidak bisa. “Boleh aku tidur di sini lagi?” tanya West hati-hati. Wanita itu menelan ludah mendengar pertanyaan yang diajukan West. Kepalanya perlahan mengangguk. “Thank you,” ucap lelaki itu kemudian melangkah memasuki kamar. “Kau mau ke mana?” West kembali bertanya setelah meletakkan bantal dan selimut. “Aku?