Share

BAB 3: Perang Batin

“Ceritakan kepadaku apa yang sebenarnya terjadi kepadamu.”

West mematut Leona lamat-lamat dari kepala perlahan ke bawah. Dia bisa mengetahui dulunya, wanita itu memiliki wajah yang cantik. Bagi lelaki yang telah bertemu banyak orang seperti dirinya, akan sangat mudah mengenali watak siapa saja yang ditemui.

“Katakan dulu apa pekerjaanmu. Sebelum ke sini kau berkata akan mengatakannya ketika di rumah.” Leona malah tidak menjawab pertanyaan West.

“Aku?”

“Iya. Siapa lagi? Apa aku bertemu dengan Shaun dan istrinya sebelum kita ke sini?”

West tertawa mendengarnya. “Wah, ternyata kau memiliki sisi ketus juga, Leona.”

Leona menegakkan tubuh dengan dagu terangkat ke atas. Kali ini dia ingin menunjukkan kalau dirinya tidak berasal dari kalangan biasa. Kedua tangannya bergoyang sebelum tangan menyilang di atas lutut yang berimpitan.

“Tentu, Mr. Taylor. Kau bahkan belum mengetahui siapa diriku sebenarnya.”

West manggut-manggut seolah paham maksud perkataan wanita yang duduk tepat di hadapannya.

“Leona Elizabeth Parker, keturunan bangsawan di daerah Outville. Putri ketiga keluarga Parker yang diusir, karena menikah dengan pria dari kalangan bukan bangsawan. Suamimu bernama Mark Sinclair, bukan?” papar West lancar mengatakan asal usul wanita yang baru saja ditemui.

Mata abu-abu Leona langsung membesar. Rasa takut kembali hinggap dalam diri, khawatir jika pria ini memiliki niat yang tidak baik.

“Ba-bagaimana kau tahu tentangku?” Tangannya bersiap meraba ke samping kiri mencari benda yang bisa digunakan untuk melindungi diri, jika West berniat buruk kepadanya.

Pria berambut cokelat itu menyandarkan tubuh di punggung sofa dengan mengulas senyuman. “Mengetahui identitas seseorang, bukanlah hal yang sulit bagiku.”

“Tenang, Leona. Sekali lagi aku tegaskan, aku tidak pernah memiliki niat buruk kepadamu.” Tangannya naik ke atas, mengacungkan jari tengah dan telunjuk bersamaan ke atas. “Demi Tuhan, aku bersumpah hanya ingin membantumu.”

West berusaha meyakinkan Leona yang sudah ketakutan terlebih dahulu.

“Benar?” Leona masih tidak yakin.

“Sungguh-sungguh. Kau bisa percaya denganku.”

Gestur tubuh Leona kembali tenang. Tidak ada lagi gurat khawatir yang terpancar dua menit yang lalu.

“Apa pekerjaanmu? Kau harus jujur mengatakannya kepadaku.”

“Aku seorang penipu.”

What?

“Ya. Kau memintaku jujur dan aku katakan yang sebenarnya,” ujar West tanpa beban, “aku memiliki data base lengkap, sehingga bisa mencari tahu latar belakangmu dengan mudah.”

West menyeringai dengan pandangan belum lepas dari Leona. “Aku juga bisa membuatkan identitas baru untukmu. Karena itulah kau harus menurunkan berat badan, sebelum membalas suamimu.”

Wanita itu mulai paham ke mana arah pembicaraan West. Satu jam yang lalu pria itu bersikeras meminta dirinya untuk mengubah pola makan, hingga mengurangi konsumsi karbohidrat agar tidak menjadi lemak.

“Kau ingin aku—”

“Kurang lebih seperti itu. Detailnya akan kuberitahu nanti setelah kau ceritakan apa yang terjadi. Maksudku, pria seperti apa suamimu dan apa pekerjaannya.”

Mata abu-abu itu mengecil dan menatap penuh selidik. “Tadi kau bilang bisa mengetahui latar belakang seseorang, kenapa sekarang malah tanyakan apa pekerjaan suamiku?”

Come on, Leona. Aku hanya memiliki waktu tiga puluh menit untuk mencari data tentangmu. Bagaimana aku bisa mencari tahu tentang suamimu dengan detail dalam waktu sesingkat itu?” balas West mengusap kening. Lelah juga berkomunikasi dengan perempuan seperti Leona.

Suasana hening ketika wanita berambut hitam itu berpikir sejenak. Bahunya naik, lalu turun perlahan ke bawah.

“Baiklah. Mark dulunya hanya seorang pegawai biasa di perusahaan pialang.” Senyum tipis tergambar di parasnya mengenang awal bertemu dengan pria itu. “Dia pria yang manis dan penyayang. Karena itulah, aku rela meninggalkan keluargaku demi dirinya.”

“Awal pernikahan, aku bekerja dengan sekuat tenaga. Mengumpulkan uang membeli rumah. Tujuannya agar bisa menunjukkan kepada keluarga, kalau Mark bisa memberi kecukupan materi untukku.” Sorot mata yang tadinya dihiasi cinta, kini berubah tajam seperti binatang buas yang ingin memangsa incaran.

West mendengar cerita Leona baik-baik, tanpa menyela.

“Tahun kelima pernikahan, aku membantunya mendirikan perusahaan investasi dana. Ya, walau sudah tidak bekerja lagi, tapi aku membantu Mark bekerja di belakang layar. Kau paham maksudku, ‘kan?” Pandangan netra yang basah kemerahan itu beralih kepada West.

“Maksudnya kau adalah otak dari perusahaan yang dikelola suamimu sekarang?” West tampak terkejut mendengar penjelasan Leona.

Leona menganggukkan kepala. “Aku ingin orang-orang menghargainya, terutama keluargaku. Karena itulah seluruh aset perusahaan dan rumah, dituliskan atas namanya.”

“Dan sekarang dia mengkhianatimu, hingga kau hidup terlunta-lunta?” Mata biru kecil milik West melebar. Dia berdecak tiga kali sambil bertepuk tangan. “Luar biasa bajingan itu. Bagaimana bisa laki-laki itu bersenang-senang dengan harta yang bukan miliknya?”

Pria itu mengusap rahang tegas yang dihiasi rambut tipis itu keras. Dia tidak menyangka ada pria yang begitu kejam kepada istrinya sendiri. Bahkan keberhasilannya saat ini, tidak lepas dari jerih payah Leona.

“Jadi apa rencanamu sekarang?” ujar West kemudian.

Kening Leona berkerut dalam, bibir bagian atas kanan terangkat sedikit. “Apa maksudmu menanyakan rencanaku? Bukankah kau yang mengatakan ingin membantuku tiga jam yang lalu? Lelucon apa ini?”

West menggeleng cepat. “Bukan itu maksudku. Apa kau berencana untuk mengambil perusahaan itu lagi?”

“Jika itu bisa membalas perbuatan Mark, kenapa tidak kulakukan?” lirih Leona tertunduk.

Pria berambut cokelatan itu mengangguk paham. “Baiklah. Sekarang keinginanmu ada dua, pertama membalaskan pengkhianatan suamimu dan kedua merebut lagi harta yang seharusnya milikmu?” katanya memastikan.

“Benar. Aku ingin membuat Mark sengsara dan menyesali perbuatannya,” sahut Leona tanpa ragu.

“Apa kau masih mencintainya?” selidik West.

Wanita berparas chubby itu terdiam. Dia benci dengan Mark, tapi jauh di lubuk hati terdalam ia masih mencintainya.

“Diam berarti benar.” Pria itu mendesah pelan sebelum kembali berucap. “Sebelum kujelaskan apa rencananya, lebih baik kau hilangkan dulu perasaanmu. Itu tidak akan memberi hasil yang baik untuk usaha kita.”

“Tapi—”

“Tidak ada tapi lagi, Leona. Mana bisa membalaskan dendam ketika masih cinta? Itu konyol sekali,” sela West sedikit meninggikan suara.

Lelaki bertubuh tegap itu berdiri dan bersiap untuk pergi dari ruang tamu.

“Aku harus bagaimana?” desis Leona membuat langkah West berhenti.

“Sebaiknya kau renungi dulu. Saranku, kau harus menghapus rasa cintamu bagaimanapun caranya.” West memutar balik tubuh menghadap Leona dan melihat wajah menyedihkan itu. Dia tidak habis pikir ada perempuan yang masih mencintai suaminya, setelah mengetahui perselingkuhan pria itu.

“Aku beri kau waktu tiga hari, sebelum memulai rencana kita.”

Pandangan Leona perlahan naik melihat West. Lagi-lagi bulir bening tergenang di sana, membuatnya tampak lemah. “Aku tanya, bagaimana cara agar bisa menghapus cintaku, West?”

“Aku mengenal dan mencintainya selama sepuluh tahun. Bagaimana bisa menghapus cinta itu dalam waktu singkat?”

Leona mulai kesal dengan diri sendiri. Tubuhnya bergetar merespons perasaan yang mulai berkecamuk. Dia benci dengan perbuatan Mark dan itu adalah fakta, tapi menghilangkan cinta yang selama ini dipupuk begitu saja, tentu akan sulit dilakukan.

“Ganti ponsel dan nomormu,” usul pria itu.

“Aku yang akan membelikannya untukmu besok,” jelas West ketika Leona ingin berbicara. Dia tahu persis saat ini, perempuan yang ada di hadapannya tidak memiliki uang.

Wanita itu mengangguk lesu dengan wajah menyedihkan.

West mendesah lagi tak tega melihat kondisi Leona sekarang. Dia maju satu langkah, kemudian berlutut di hadapannya.

Leona terkejut melihat pria itu berlutut di dekat kakinya. Dia menjadi gugup saat wajah West terlihat jelas dari jarak dekat. Selama ini tidak pernah ada laki-laki yang berlutut seperti ini, termasuk Mark.

“Ada cara jitu agar kau segera melupakan cintamu kepadanya, Leona.” West menatap lekat wajah yang dihiasi bintik halus tersebut.

“Apa?” tanya Leona nyaris berbisik.

Tangan West naik membelai pinggir pipi tembem milik wanita itu, kemudian mengusap tetesan air mata yang ada di sana.

“Berkencanlah denganku,” jawab West lugas.

Bersambung....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status