Share

Saya sudah menikah

"Nona, saya Bibi Gwen. Pengasuh Nona sejak kecil." Wanita paruh baya itu perlahan melangkah maju. Begitu pula Ela. Ketakutan yang tidak berdasar membuatnya perlahan melangkah mundur dengan tatapan waspada. "Apakah selama empat tahun ini Anda melupakan saya?"

Kini, mata keriput dengan kantung yang menghitam itu mulai berembun. Ela menangkap ada rasa kekecewaan saat wanita itu menangkap bahwa ia tak kunjung mengingat apa pun mengenainya.

'Ada apa ini? Apa yang salah dengan mataku?' Mata Ela pun ikut berembun, sama seperti Bibi Gwen.

"Nona, saya begitu merindukan Anda. Ke mana saja Anda selama empat tahun ini?" ucapnya dengan suara parau.

Bulir bening mulai berjatuhan tanpa henti seiring tubuhnya direngkuh wanita paruh baya itu. "A-aku...."

Ela kehilangan kata-katanya. Rasa sesak di dada kembali ia rasakan.

"Selama empat tahun ini, saya kesulitan untuk tidur. Bahkan Mama Anda mengalami depresi berat, dan sekarang sedang dalam masa pemulihan di rumah sakit jiwa."

'Bibi Gwen? Mama?'

Sesaat, Ela berusaha memanggil kembali ingatannya. Namun tiba-tiba, ia memekik karena merasakan kepalanya sakit bagai tertusuk ribuan jarum. "Akh! Kepalaku...."

"No-nona! Apa yang terjadi?" Bibi Gwen dengan begitu cekatan membawa Ela duduk di sofa, tetapi tubuh kurus itu menolak.

"Tidak apa-apa, biarkan saya berdiri saja, Nyonya. Saya takut mengotori sofa Anda."

Bibi Gwen menatap Ela dengan ribuan pertanyaan. "Nona, rumah ini dan seluruh isinya adalah milik Nona. Dan, jangan panggil saya Nyonya, saya hanya seorang pekerja di rumah ini." Raut wajah yang telah dipenuhi keriput itu memandang iba pada anak asuhnya. "Apa yang sebenarnya terjadi, Nona?"

Tepat saat Ela hendak menyahut, sebuah teriakkan lantang seketika mengejutkan mereka. "Ela?! Gabriela Larasati, anakku ...!"

Setelahnya, pria paruh baya dengan perut sedikit membuncit itu merengkuhnya dalam pelukan.

"Gabriela Larasati?" Ela mengulang kembali nama yang tadi pria itu sebut. Wajahnya tertegun, memikirkan kemungkinan nama itu adalah nama lengkapnya yang mungkin ia lupakan.

Detik berikutnya ... Ela tertegun. Suara ini mirip sekali dengan suara yang ada di mimpinya saat ia tertidur di makam Meli.

Dalam pelukan pria tersebut, Ela kembali menangis tersedu. Di pelukan pria ini membuatnya merasa nyaman.

Usai membiarkan Ela mengeluarkan kesedihannya yang entah berasal dari mana, pria tersebut mengurai pelukan mereka dan bertanya, "Apa yang terjadi padamu selama ini, Nak?"

Ela nampak kebingungan. Beruntung, suara bariton dari seorang pria menjawab seluruh pertanyaan tersebut dengan jelas.

"Dia mengalami amnesia akibat tenggelam empat tahun lalu, Om." Ela dan pria yang tadi memeluknya kompak menoleh pada pria bertopeng tersebut.

Meski bingung dengan si pria bertopeng yang tahu tentang kejadian empat tahun lalu, Ela mengangguk dan membenarkan perkataannya.

Mata pria paruh baya yang masih merangkul pundaknya kembali menatap Ela. Di matanya, jelas sekali tergambar sorot rindu yang begitu besar.

Senyum di wajahnya kemudian tercetak, "Oh, Gabriella, putriku." Pria itu kembali memeluk Ela, "Tenanglah, Nak, kamu sudah aman di sini."

Jadi, benarkah nama Gabriela Larasati itu miliknya? Hati Ela dipenuhi tanda tanya.

Pelukan singkat itu kembali terlepas. Sosok 'ayah'nya itu kali ini menatap pria bertopeng, "Dan Deo ... berhentilah memanggil Om. Panggil Papa!" ujarnya dengan nada sedikit kesal, "Sekarang Ela sudah pulang ke rumah, jadi acara pernikahan kalian akan segera dilangsungkan."

'Pernikahan?' Kembali, Ela dibuat bingung dengan satu kata tersebut.

"Om Matthew, tidak perlu terlalu buru-buru. Jangan membebankan Ela dengan pikiran lain. Biarkan dia memulihkan kondisinya dulu." Deo yang seolah dengan mudah membaca ekspresi wajah Ela, sontak menolak keinginan tersebut.

Matthew menatap lembut pada Ela, "Ela, mungkin ini terlalu mendadak. Tapi tidakkah kamu mengingat sedikit pun tentang hubungan kalian?" tanyanya perlahan. Matanya menatap Ela dan Deo secara bergantian. "Deo dan kamu adalah tunangan di masa kecil," jelas pria itu kembali.

Namun, penjelasan itu semakin membuat kebingungan terasa memenuhi kepala Ela. Wanita itu hanya mampu menatap sang ayah dengan raut penuh kecemasan.

Melihat kondisi Ela yang memang benar-benar belum bugar, Matthew pun akhirnya mengalah, "Baiklah, pulihkan kondisimu dulu, Nak. Papa tidak akan membahas pernikahan kalian sebelum kamu siap."

Jika ia harus melaksanakan pernikahan dengan pria bertopeng yang memiliki tatapan teduh itu, lantas, bagaimana nasib pernikahannya dengan Pram?

Ia memang telah meminta cerai dari suami tak tahu dirinya itu. Namun, tetap saja ... Surat perceraian belum ia kantongi. Dan lagi pula ... Ela merasa rendah diri jika harus bersanding dengan Deo, pria memancarkan aura ketampanan meski wajahnya ditutupi topeng.

"Saya tidak mengingat apa pun, tetapi perihal pernikahan itu ...." Dengan suara bergetar, juga tangan yang sibuk memilin ujung gamis lusuhnya, Ela melanjutkan kalimatnya dengan suara pelan, "Saya sudah menikah."

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Janice
cerita yg aneh dg nama2 tokoh barat dan timur campur aduk , skip dah
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status