Share

Selama itu Ela, aku akan menerimanya.

"Saya sudah menikah."

Kalimat itu membuat Matthew dan bibi Gwen seketika menatap Ela dengan mata membulat. Seolah tak percaya dengan kalimat yang baru didengar mereka melalui telinga.

"Ka-kamu ... bagaimana mungkin?" lirih Matthew dengan tangan memegangi dada. Rasa nyeri seperti tertusuk ribuan jarum terasa menghujam jantungnya.

"Tuan, tenangkan diri Anda!" Bibi Gwen yang merasa panik akan kondisi kesehatan sang majikan, sontak memegangi tubuh tambun itu, yang mulai terhuyung ke segala arah.

"Biar aku saja! Cepat ambilkan air putih untuk, Tuan Matthew." Paman Louise yang merupakan pelayan sekaligus pengawal pribadi Deo pun ikut panik dan segera ikut membantu.

Dengan cepat bibi Gwen berlari cepat. Tak menghiraukan raut penuh kecemasan terlihat jelas dari wajah Ela.

Tanpa sebab yang pasti. Air mata mulai kembali meluncur dari sudut mata Ela yang mulai sembab. Dadanya terasa begitu sesak, hingga membuatnya kesulitan untuk bernafas, saat melihat sosok pria bertubuh tambun yang diperkirakan adalah ayah kandungnya, merasa begitu terpukul mengenai kabar pernikahannya saat ini.

"Om Matthew, tenangkan diri Anda dulu. Saya akan mewakili Ela untuk menjelaskannya," ucap Deo yang masih terdiam di atas kursi rodanya.

Namun, seolah tak mendengar kalimat itu. Matthew yang masih berusaha mengatur nafas itu kembali bertanya pada putri semata wayangnya, "Siapa pria itu, Ela?"

Namun wanita cantik dengan rambut acak-acakan itu hanya mampu tertunduk lesu. Tangannya tak henti memainkan ujung gamis lusuhnya yang telah belepotan oleh lumpur. Seolah merasa enggan untuk memperkenalkan pria yang menyandang status menjadi suaminya saat ini.

Detik berikutnya, bibi Gwen kembali dengan segelas air putih dalam genggaman tangannya. Berjalan cepat menghampiri sang majikan yang telah terduduk lemas di atas lantai dengan paman Louise yang menjadi sandarannya.

"Minumlah dulu, Tuan." Bibi Gwen lantas berjongkok. Membantu pria itu untuk meminum minumannya hingga satu tegukan terakhir.

"Om Matthew. Sebenarnya Ela telah menikah dengan seorang pria yang dulu pernah menolongnya. Dan tepat malam tadi, Ela kehilangan Putri kecilnya untuk selamanya," jelas Deo untuk mewakili Ela yang tak mampu bersuara sedikit pun.

Wanita itu sekilas mendongak menatap wajah bertopeng yang tengah menjelaskan situasi. Namun saat kedua mata itu bertemu, Ela kembali menundukkan pandangannya.

Kini mata Ela terpejam erat menahan malu. Sosok pria itu begitu memancarkan pesona yang luar biasa. Pantaskah dia bersanding dengan Ela? yang meski pun setelah ini bercerai dan menyandang status sebagai seorang janda yang pernah memiliki satu anak.

"Kalau sudah begitu. Lalu apa yang harus Papa jelaskan pada keluarga Deo nantinya? Bahkan Cucu yang belum sempat Papa lihat sudah pergi untuk selamanya. Sebenarnya pria macam apa yang menikahimu itu, Ela?" Matthew meringis. Merasakan frustasi yang luar biasa yang memenuhi kepalanya saat ini.

Dengan sedikit keraguan, akhirnya Ela memberanikan diri untuk bersuara dengan bibir bergetar halus. "Tapi ... setelah ini aku berencana untuk bercerai," ucapnya lirih dengan wajah masih tertunduk. Masih tak memiliki keberanian untuk memanggil pria itu dengan sebutan 'ayah'

Mendengar jawaban itu, Matthew seketika mendongakkan kepalanya dengan wajah berbinar. Rasa sesak yang sebelumnya memenuhi dada mendadak berkurang.

"Tapi meski begitu. Apakah Deo masih mau untuk mempersuntingmu menjadi Istrinya? setelah statusmu sudah menjadi Janda." Sorot kekhawatiran mulai Matthew layangkan pada Ela dan Deo secara bergantian. Seolah tengah menunggu jawaban dari salah satunya.

Pria dengan topeng yang menutupi bagian matanya itu lantas tersenyum kecil. "Om, bagaimana pun keadaan dan status Ela saat ini. Selama itu Gabriela Larasati, aku akan menerimanya dengan senang hati," jawab Deo kemudian dengan tersenyum lebar.

Ela yang sempat mendongak sekilas, kembali tertunduk dengan cepat. Mata wanita itu terbelalak sempurna saat melihat senyuman manis yang tidak asing dalam indra pengelihatannya, namun kembali tak mampu muncul dalam ingatan.

Keringat dingin sebesar biji jagung mulai keluar dari pelipisnya. Perasaan berdebar yang tak bisa dijelaskan oleh logika mulai ia rasakan.

'Apa yang sebenarnya terjadi padaku? Kenapa tubuh ini mendadak merasakan perasaan aneh saat melihat senyuman itu?'

Ela dibuat bertanya-tanya dengan perasaan aneh yang tak pernah ia rasakan sebelumnya.

Namun detik berikutnya. Sebuah gambar acak nampak muncul perlahan dalam ingatannya.

Gambar itu terus berputar seperti video pendek yang terus diulang, namun tidak menampilkan suatu kejadian. Hanya gambar acak yang tak mampu disusun sendiri oleh otaknya.

Namun dibalik gambar-gambar itu. Muncul sesosok pria tampan yang memiliki postur tubuh mirip dengan Deo. Tanpa topeng dan bisa berdiri tegak tanpa bantuan kursi roda.

Wajah tampan nan manis saat menunjukkan senyum, terlihat jelas dari bayangan-bayangan yang mulai terlihat jelas dalam ingatannya. 'Mungkinkah itu ... pria ini ...?'

Ela memejamkan matanya erat diantara riuhnya suara yang saling bersahutan di dalam ruangan itu. Berusaha memperjelas setiap cuplikan gambar yang terlintas sekejap dalam kepalanya.

Namun lagi-lagi rasa nyeri kembali melanda. Rasa sakit bagai tertusuk ribuan jarum mulai menghujam kepalanya. Dan anehnya, kali ini rasa sakit itu terasa semakin parah. Tidak seperti biasanya.

"Akh! Kepalaku sakit!" pekik Ela keras. Hingga membuat seluruh mata mulai tertuju padanya.

Tubuh kurus Ela jatuh tersungkur tanpa sebab yang jelas. Membuat kekhawatiran menyertai keluarga besar yang baru berhasil berkumpul hari itu.

"Nona Ela! Apa yang terjadi?"

Samar-samar terdengar suara bibi Gwen yang memanggil namanya, saat dirinya mulai kehilangan kesadaran.

'Aku akhirnya mengingat Deo' Ungkapnya dalam batin sesaat sebelum pandangan matanya benar-benar menghitam.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status