Share

Bab 3 - Kau Harus Bertanggung Jawab!

"Apa yang telah kau lakukan kemarin malam di sini?" Bella—kakak sulung Langit menatap pria itu tajam setelah mengulang pertanyaannya.

Langit terkesiap. Ekspresi wajahnya berubah terkejut setelah mendengarkan perkataan sang kakak.

"Kenapa diam? Apa lidahmu sudah tidak bisa digunakan dengan benar untuk menjawab pertanyaanku, huh?" bentak Bella. Wanita muda itu nampak marah menatap wajah adik bungsunya.

"Dari mana Kakak tahu?" Bukannya menjawab, Langit justru bertanya balik pada Bella.

"Apa yang tidak Kakak ketahui tentang dirimu? Beberapa banyak wanita yang telah kau tiduri saja Kakak tahu!" sentak Bella.

Langit terdiam. Ditatapnya wajah asistennya yang nampak datar seakan tidak merasa bersalah.

"Kali ini Kakak tidak bisa memberikan dispensasi lagi kepadamu, Langit. Jika biasanya Kakak membiarkanmu menyewa banyak wanita untuk memenuhi hasratmu, tapi kali ini tidak. Kakak tidak bisa membiarkanmu bersikap sesuka hatimu karena wanita yang sudah kau perkosa tadi malam bukanlah wanita bayaran melainkan gadis baik-baik yang berjuang mencari nafkah di sini!" lanjut Bella dengan keras.

"Apa maksud perkataan Kakak?" Langit tak ingin berbasa-basi.

"Kakak ingin kau bertanggung jawab dengan menikahinya!" Ucap Bella tegas.

"Apa?" Kedua kelopak mata Langit terbuka lebar. "Kakak jangan bercanda. Aku tidak mau menikahinya!" lanjut Langit tak kalah tegas.

"Kau memang pria bejat, Langit. Setelah kau memperkosa gadis tak bersalah, kini kau tidak mau bertanggung jawab atas kesalahan yang telah kau perbuat! Kau pikir dengan uang yang kau berikan kepadanya bisa membuat keperawanannya kembali?!" maki Bella.

Langit terdiam. Sebenarnya ia sadar dengan hal itu. Ia juga merasa sangat bersalah pada Sora. Namun apa daya, ia tidak bisa diminta bertanggung dalam bentuk menikahi Sora.

"Aku tidak bisa menikahi wanita yang tidak aku cintai, Kak. Lagi pula aku masih menunggu dia kembali," jawab Langit. Kali ini suaranya terdengar sedikit pelan mengingat sang pujaan hati yang pergi entah ke mana.

Kedua tangan Bella terkepal. Lagi, ia mendengarkan jawaban yang sama dari Langit saat dirinya meminta Langit untuk segera menikah.

"Jangan memaksaku untuk menikahi wanita yang tidak aku cintai, Kak. Karena bila itu terjadi, aku tidak bisa menjamin wanita itu akan bahagia hidup bersamaku,” ujar Langit penuh penekanan.

**

Hari-hari terus berlalu, perlahan Sora mulai melupakan kejadian memilukan yang terjadi kepada dirinya. Ia menjalani aktivitas sehari-hari dengan perasaan tenang sebab setelah kejadian malam itu ia sangat jarang bertemu dengan Langit.

Tugasnya membuatkan kopi untuk Langit pun kini sudah berpindah tangan kepada rekan kerjanya yang lain. Hal itu tentu saja membuat Sora senang sebab kemungkinannya bertatap muka dengan Langit sangatlah tipis.

Pagi itu, Sora merasakan tubuhnya terasa tidak enak. Perutnya terasa mual dan kepalanya terasa pusing. Ingin sekali Sora mengambil cuti untuk beristirahat di rumah, namun hal tersebut tidak mungkin ia lakukan sebab Bibi Rida dan atasannya di perusahaan pasti akan memarahinya.

"Kenapa tubuhku rasanya tidak enak sekali," gumam Sora seraya mengurut kepalanya yang terasa sakit.

"Hei, Sora, kenapa kau diam saja di situ. Ayo lanjutkan pekerjaanmu!" titah Regina yang sedang memantau kinerja bawahannya di lantai lima belas dan melihat Sora berdiri diam di sudut ruangan.

"Baik, Bu." Sora menurut. Kemudian melanjutkan pekerjaannya kembali sambil menahan rasa sakit di kepalanya.

"Jangan lupa bersihkan ruangan Presdir juga!" tambah Regina sebelum berlalu dari hadapan Sora.

Sora mengangguk. Dengan cekatan, Sora menyapu, mengepel dan membuang sampah yang berada di dalam ruangan kerja presdir. Dan kini, tinggallah pekerjaan terakhirnya membersihkan kamar mandi.

Hoek!

Sora menutup mulut dengan telapak tangannya saat mencium aroma sabun yang menyeruak masuk ke dalam hidungnya. "Bau sekali. Rasanya aku tidak sanggup untuk membersihkan kamar mandi ini,” gumam Sora. Walau pun mengeluh, tapi Sora tetap membersihkannya. Sebab, Regina pasti akan memarahinya jika pekerjaannya tidak beres.

Merasa tidak tahan dengan gejolak dari dalam perutnya yang terasa ingin keluar, Sora bergegas melangkah ke arah wastafel dan memuntahkan sesuatu dari dalam mulutnya.

“Hoek!” 

Suara muntahan dari dalam kamar mandi menyambut kedatangan Langit yang baru saja masuk ke dalam ruangan kerjanya. Dahi Langit mengkerut. Merasa bingung siapa yang sedang berada di dalam kamar mandinya saat ini. Penasaran, Langit bergegas menuju arah kamar mandi.

"Kau..." kedua kelopak mata Langit terbuka lebar melihat Sora yang ternyata berada di dalam kamar mandi tersebut dalam kondisi muntah-muntah.

"Tu-tuan Langit." Sora yang turut melihat kedatangan Langit dari pantulan cermin wastafel segera membalikkan tubuhnya. Tubuhnya bergetar hebat menatap pria yang sangat ia hindari beberapa waktu belakangan ini.

Langit memperhatikan wajah Sora yang nampak pucat seakan tidak teraliri darah di sana. Kedua kaki jenjangnya pun akhirnya melangkah mendekati Sora berniat mempertanyakan keadaan wanita itu.

“Ja-jangan…”

Melihat Langit yang berjalan mendekati dirinya membuat Sora semakin takut. Ingatan tentang malam kelamnya bersama Langit kembali berputar di kepalanya hingga membuat kepalanya bertambah pusing dan pandangannya mulai gelap.

"Sora!" Terdengar suara teriakan Langit yang menggema sebelum akhirnya Sora menutup kedua kelopak matanya.

**

"Hamil?" Langit berucap lirih dalam hati. Ditatapnya wajah Sora yang masih pucat dan terpejam.

Ketegangan terlihat jelas di wajah Langit setelah dokter pribadi keluarganya memberitahu hasil diagnosa keadaan Sora saat ini. 

Dokter yang sudah selesai memeriksa Sora segera berpamitan setelah menitipkan pesan pada Langit agar memberitahu Sora untuk melakukan pemeriksaan kondisi kandungannya pada dokter obgyn setelah sadar nanti.

Theo yang berdiri tidak jauh dari Langit berada memilih diam walau dirinya ikut terkejut dengan informasi yang baru saja ia dengar.

"Bagaimana ini…" Langit mengusap wajahnya frustrasi. Perasaannya mulai cemas memikirkan jika anak yang dikandung Sora saat ini adalah darah dagingnya.

Ceklek!

Baru saja Dokter pergi meninggalkan ruangan kerjanya, pintu ruangan kerja Langit sudah kembali terbuka dan memperlihatkan wajah tak bersahabat Bella di sana.

"Kak Bella..."

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status