"Ada beberapa hal yang tidak bisa saya jelaskan pada Bibi. Yang terpenting saat ini, saya harap Bibi dapat mengikuti segala perintah saya demi kebaikan Sora."Bi Nina akhirnya mengangguk tanpa berniat bertanya lebih jauh. Ia mengerti Langit memiliki privasi dan ia tidak ingin terlalu ikut campur di dalamnya.Setelah berbincang sejenak dengan Bi Nina, Langit segera kembali ke ruangan tengah dimana Sora tengah menunggunya di sana.Wajah Sora terlihat tegang melihat kedatangan Langit. Wanita itu tengah berpikir jika Langit akan memarahinya mengingat kejadian yang terjadi tadi siang.Namun di luar ekspetasi, nyatanya Langit tidak memarahi atau membahas perkara yang terjadi tadi siang. Pria itu justru membahas hal lain tentang kehamilan Sora. Ya, jelas saja Langit tidak akan memarahinya karena pria itu tahu marah pun tiada guna. Memarahi Sora itu sama saja membuat Sora semakin takut kepadanya. Selain dari pada itu, dia juga sudah membicarakan permasalahan Sora tadi siang bersama Bi Nina. La
Pandu yang turut melihat wajah Sora dibuat terkejut melihat wajah wanita itu setelah sekian lama mereka tidak bertemu."Sora." Kata Pandu sambil menatap intens wajah Sora.Bi Nina yang menyadari jika keduanya saling kenal pun menatap pada Sora. "Nona kenal sama pria itu?" Tanya Bi Nina.Sora mengangguk pelan. "Dia Kak Pandu, Bi. Kakak kelasku di sekolah dulu." Bi Nina yang hendak kembali bersuara mengurungkan niatnya saat Pandu berjalan mendekat pada mereka sambil menggendong gadis kecil di tangannya. "Sora, kau benar Sora, kan?" Tanya Pandu seakan memastikan. Sora mengangguk pelan. Dirinya sungguh tidak menyangka setelah sekian lama tidak bertemu dengan pria yang sempat menjadi idolanya, kini mereka kembali di pertemukan dalam situasi yang tak terduga.Pandangan Sora tertuju pada gadis kecil yang nampak manja berada di dalam gendongan Pandu. "Apa gadis kecil ini anak Kakak?" Tanya Sora.Pandu menganggukkan kepalanya. "Ya. Dia anakku dengan almarhum istriku." Jawab Pandu apa adanya
Pertemuan Sora tadi bersama Pandu akhirnya membuat Sora terus kepikiran dengan pria itu. Bagaimana masa sekolahnya saat bersama Pandu dulu hingga pada saat ia menolak cinta Pandu karena takut bibinya akan marah jika ia ketahuan menjalin hubungan dengan seorang pria."Huh, kenapa aku jadi memikirkan Kak Pandu terus." Gumam Sora diikuti helaan napas yang terasa berat. Akibat terlalu banyak memikirkan sosok Pandu, Sora sampai lupa jika tadi ia sempat merindukan sosok Langit dan ingin segera bertemu dengannya."Baby, apa kau akan marah pada Mama jika Mama memikirkan pria yang bukan ayah kandungmu?" Sora berbicara pada janinnya yang masih bersemayam di dalam rahimnya. Rasanya tidak pantas sekali dia memikirkan pria yang tidak memiliki hubungan apa pun di dalam hidupnya.Di apartemen berbeda, Pandu yang tadi sempat berniat untuk melanjutkan pembicaraannya dengan Sora berinisiatif menghampiri apartemen Sora setelah memastikan putri kecilnya sudah tertidur dengan lelap di atas ranjang.Keluar
Beberapa hari berlalu, Pandu nampak masih berupaya untuk bertemu dengan Sora. Namun lagi-lagi, dia harus menelan kekecewaan sebab Sora begitu sulit untuk ditemui bahkan tidak pernah keluar dari dalam apartemen. Pandu dibuat bingung dan bertanya-tanya, kenapa sikap Sora saat ini seperti orang yang sedang dikurung saja? Agh, memikirkannya membuat Pandu jadi semakin berpikiran buruk saja.Di saat Pandu terus kepikiran dengan sosok Sora, sosok yang tengah dipikirkannya itu ternyata turut memikirkannya. Dia bahkan sering berupaya untuk bisa keluar dari dalam apartemen namun selalu berujung dengan kegagalan sebab Langit begitu sulit untuk memberikannya izin untuk keluar.Bukan tanpa alasan Langit melakukannya, dia hanya tidak ingin Sora bertemu kembali dengan bibinya dan membuat hati wanita itu jadi bersedih karenanya.Berita Sora yang dikurung di dalam apartemen akhirnya sampai di telinga Bella. Ibu dari satu anak itu nampak berang karena Langit sudah bersikap sangat gegabah mengurung istr
"Sora, cepat buatkan kopi untuk presdir!" Perintah itu membuat Sora langsung menghentikan kegiatannya. "Baik, Bu."Dengan patuh Sora langsung membuatkan kopi untuk presdir baru di perusahaan mereka yang katanya terkenal galak dan dingin. Sempat terbesit keraguan dalam benak Sora, tapi ia segera menepis rasa curiga pada atasannya itu. "Kopi buatannya pasti tidak enak. Semoga saja dia dimarahi habis-habisan oleh presdir!" bisik atasan Sora itu sambil menyeringai licik. Ia ingin wanita yang sangat dibencinya sejak masa sekolah itu mendapat hukuman di hari pertama presdir bekerja.Di sisi lain, Sora mengetuk pintu dan segera masuk ke dalam ruangan presdir begitu disuruh masuk. Ia meletakkan gelas berisi kopi ke atas meja. Sejenak, Sora beradu pandang dengan Langit yang menatapnya dengan tatapan dingin."Kau mau ke mana?" Langit—sang presdir—bersuara saat melihat Sora memundurkan langkah, berniat pergi meninggalkan ruangan."Sa-saya mau keluar, Tuan," jawab Sora terbata."Tetap di sini
Sora memungut pakaiannya yang berserakan di lantai dengan tangan gemetar sesaat setelah Langit bangkit dari tubuhnya. Sora dapat melihat ekspresi terkejut yang begitu kentara pada wajah pria itu. Dengan air mata yang terus mengalir di kedua pipi dan menahan rasa sakit yang teramat di bagian intinya, Sora mengenakan pakaiannya kembali."Kenapa Tuan tega melakukan ini semua kepada saya… apa salah saya pada Anda, Tuan?" Setelah memakai pakaiannya kembali, Sora memberanikan diri menatap wajah Langit.Bukannya menjawab pertanyaan Sora, Langit justru menatapnya dengan dingin. Tatapan yang acap kali Sora lihat setiap bertemu dengannya.Tidak mendapatkan jawaban dari Langit, membuat Sora segera melangkahkan kaki keluar dari dalam ruangan kerja pria itu. Ia harus segera pergi sebelum pria itu berbuat hal buruk kepadanya kembali.Langit mengusap wajahnya kasar setelah kepergian Sora. "Sial, kenapa aku bisa melakukannya dengannya. Bukankah seharusnya wanita yang aku sentuh tadi wanita bayaran y
"Apa yang telah kau lakukan kemarin malam di sini?" Bella—kakak sulung Langit menatap pria itu tajam setelah mengulang pertanyaannya.Langit terkesiap. Ekspresi wajahnya berubah terkejut setelah mendengarkan perkataan sang kakak."Kenapa diam? Apa lidahmu sudah tidak bisa digunakan dengan benar untuk menjawab pertanyaanku, huh?" bentak Bella. Wanita muda itu nampak marah menatap wajah adik bungsunya."Dari mana Kakak tahu?" Bukannya menjawab, Langit justru bertanya balik pada Bella."Apa yang tidak Kakak ketahui tentang dirimu? Beberapa banyak wanita yang telah kau tiduri saja Kakak tahu!" sentak Bella.Langit terdiam. Ditatapnya wajah asistennya yang nampak datar seakan tidak merasa bersalah."Kali ini Kakak tidak bisa memberikan dispensasi lagi kepadamu, Langit. Jika biasanya Kakak membiarkanmu menyewa banyak wanita untuk memenuhi hasratmu, tapi kali ini tidak. Kakak tidak bisa membiarkanmu bersikap sesuka hatimu karena wanita yang sudah kau perkosa tadi malam bukanlah wanita bayara
Bella kini telah berdiri tepat di hadapan Langit. Kedua tangannya bersedekap di dada. Tatapan matanya pun terhunus tajam pada Langit. "Bagaimana, Langit. Setelah mengetahui wanita itu sedang mengandung darah dagingmu apa kau masih berniat lari dari tanggung jawab?" Tanya Bella.Wajah Langit terlihat datar menatap sang kakak. Ia sudah menduga jika Bella mengetahui keadaan Sora saat ini mengingat dokter pribadi keluarganya baru saja keluar dari ruangan kerjanya dan pasti bertemu dengan Bella. "Belum tentu anak yang ada di dalam kandungannya itu anakku. Bisa jadi dia pernah tidur bersama pria lain." Jawab Langit.PlakTelapak tangan Bella menempel tepat di pipi Langit. Wajah wanita itu nampak geram terlihat jelas dari tatapan matanya yang semakin tak bersahabat. "Berani sekali kau berkata seperti itu, Langit. Sudah jelas anak itu adalah anak kandungmu. Dia tidak mungkin melakukannya dengan pria lain!" Maki Bella.Langit mengalihkan pandangan matanya ke samping merasa enggan melihat kemar