Share

Kriminal (2)

Maia diam. Otaknya berputar keras mencari cara bagaimana untuk mengatasi keadaan tak terduga.

“Mana dompetnya, hah?!“ sopir yang nampaknya menjadi otak kejahatan, kembali membentak.

            “Ada.“

            “Jangan sok tenang lu! Mana dompetnya?!“

Mengabaikan bentakan tadi, Maia seolah menantang ketika ia memberi tahu si sopir. “Stop pinggir! Aku berhenti disini. Aku mulai tidak suka dengan kalian semua!“

            Orang di samping kiri dan kanan Maia spontan tergelak.

            “Aku serius,“ cetus Maia. “Jika tidak mau berhenti, maaf, kalian terpaksa harus siap dengan resikonya.“

            Kini, sopir taksi ikut tergelak.

            “Nona ini pintar menggertak,“ kata orang itu disela tawanya.

            “Aku tidak menggertak.“

            “Bohong!“

            “Mau bukti?“ tanya Maia datar. Nyaris tanpa emosi.

            “Tentu,“ tantang sopir itu. “Apa yang bisa kau lakukan, sayang?“

            Ekspresi Maia tidak berubah. Sopir itu melihat mata Maia melalui kaca spion depan. Saat keduanya saling tatap, sopir itu tiba-tiba bergidik.

            Dunia kriminalitas tidaklah asing baginya. Ketika ia berhadapan dengan para korban, ia hafal betul mana tatapan mata penuh ketakutan, minta belas kasihan, menggertak atau yang serius melakukan ancaman.

            Dan hal inilah yang tadi membuatnya bergidik. Tatapan mata wanita yang jadi korbannya.

            Si sopir tahu, wanita yang jadi korbannya bukan sekedar menggertak.

            Dan ia memang benar.

            Semenit kemudian, dalam keadaan melaju dengan kecepatan tidak kurang dari 80 kilometer per jam, taksi mendadak berjalan oleng.

            Suara ban berdecit terdengar membuat ngilu orang yang mendengarnya. Bau sangit karet ban yang tergerus menyeruak hingga ke dalam kabin mobil. Baik sopir taksi maupun kedua rekannya tidak ingat persis apa yang terjadi setelah sebuah pukulan sikut yang ekstra keras masing-masing menimpa telak kepala, dada, punggung leher, dan bagian tubuh mereka yang lain.

           

Dalam keadaan pening dan mata berkunang-kunang, usaha membela diri dan penyerangan yang mereka bertiga lakukan tidak berarti banyak. Perlawanan wanita yang mereka kira lemah, ternyata jauh diluar dugaan mereka.

            Orang di sisi kiri bermaksud membekap. Tapi upayanya dengan mudah diketahui Maia. Dua buah pukulan karate mendarat di tengkuk orang-orang di sisi kiri dan kanan Maia. Ia masih melakukan berbagai upaya untuk memukul dan juga mencekik, menampar, menjepit. Namun segala bentuk pukulan dengan mudah ditangkis. Dalam ruang sempit, beberapa pukulan itu diarahkan sedemikian rupa oleh Maia sehingga malah mengenai rekannya.

            Tragis betul.

Kendaraan makin melaju tak terkendali. Beberapa kali moncong kendaraan melabrak pembatas jalan dan menimbulkan percikan api. Sebuah sedan hatchback di belakang taksi dengan marah membunyikan klakson tanda protes ketika taksi itu nyaris menyerempetnya.

Salah seorang penjahat di samping Maia mengelurkan sebilah senjata tajam. Saat benda itu meluncur deras ke tubuh korbannya, Maia tidak menghindar. Dengan cepat tangannya menangkis pergelangan tangan orang itu. Akibatnya, pisau kemudian terpental ke lantai kendaraan.

Saat penjahat berikut bermaksud mengambil pisau yang terjatuh, Maia menggunakan kesempatan untuk menghantam dengan sikut. Jerit parau terdengar seketika. Dan sedetik kemudian, tiba-tiba saja Maia sudah berpindah posisi dengan salah seorang penjahat di sampingnya. Pintu kemudian dibuka paksa.

Sopir taksi memerintahkan rekannya untuk menutup kembali.

Tapi terlambat. Maia sudah melompat keluar. Dengan kecepatan gerak refleksnya Maia melindungi kepala dengan kedua tangannya sebelum terjatuh di aspal jalanan.

Hal berikut yang teringat oleh sopir taksi itu adalah terjadinya sebuah benturan ketika bumper kendaraan menghantam habis pembatas jalanan.

Jerit parau terdengar karena berbarengan dengan benturan tadi, jalan di depannya lenyap. Berganti dengan udara terbuka.

*

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status