Share

Kriminal (1)

            Urusan belanja baru saja Maia selesaikan.

            Dari depan pintu keluar, Maia mengawasi mobil-mobil yang berlalu-lalang di depannya. Jam menunjukkan pukul satu siang. Sebuah taksi yang Maia perkirakan buatan sepuluh tahun lalu mendekat. Bemper depannya nampak berkarat dengan cat dan plang taksi yang makin buram termakan usia, hujan dan sinar matahari. Sopir didalamnya memberi isyarat pada Maia untuk mau menggunakan jasanya.

            Produk sisa awal 2000-an yang segera lenyap tergerus zaman akibat bermunculannya taksi online itu, meluncur pelan. Merendengi langkah kakinya.

Maia mengebas tangan. Sebuah isyarat penolakan.

Maia berharap bisa mendapatkan satu buah taksi yang bersih dengan pendingin udara yang nyaman untuk mengantarnya pulang. Namun sial betul, sampai lima belas menit ia di situ belum juga ia mendapatkan taksi dengan kondisi demikian. Ponselnya sejak tadi lowbat sehingga tidak bisa digunakan untuk mengorder taksi online. Di lain pihak, taksi butut tadi masih saja di tempatnya semula.

Tidak sabar menunggu, Maia kemudian memutuskan untuk menggunakan taksi itu. Barang-barang belanjaan dalam kemasan empat plastik besar langsung ia angkat dengan satu tangan sementara tangan lain ia pakai untuk membuka pintu bagian belakang.

Begitu duduk di jok belakang, Maia segera menyebut tujuannya. “Rumah susun jalan Melati.“

Sopir taksi mengangguk dan mulai menjalankan mesin kendaraan. Taksi mulai bergerak perlahan sampai kemudian meninggalkan supermarket dan melaju lebih kencang di jalan dimana kepadatan lalu lintas mulai banyak berkurang.

Taksi baru saja berjalan kurang dari lima menit ketika di dekat sebuah tikungan yang hampir selalu dalam keadaan sepi, taksi kemudian melambat sampai kemudian berhenti.

“Kenapa pak?“

“Maaf bu, ban mobil bagian kiri depan sepertinya meletus.“

Sambil berkata demikian, sopir segera turun dan memeriksa bagian depan kendaraan. Maia ikut mengamati dari dalam sampai kemudian sopir itu kembali masuk dan duduk di belakang kemudi.

“Tidak apa-apa pak?“

Pertanyaan Maia tidak ia jawab. Dan Maia juga memang tidak membutuhkan karena jawabannya muncul dengan segera. Dua orang pria muncul di kiri dan kanan mobil. Dengan cepat mereka masuk ke jok belakang dan mengapit posisi duduk Maia. Mobil kemudian melaju.

Maia terkaget. Tapi hanya sesaat. Ia tentu cukup cerdas untuk sadar bahwa ada sesuatu yang buruk yang tengah mengancam keselamatannya. Untuk itu ia hanya perlu untuk bersikap tenang. Ada tiga pria yang kemungkinan pelaku kriminal di dekatnya. Mengepung dirinya. Atas alasan itulah maka ketenangan hati adalah awal yang harus ia lakukan.

“Kalian mau apa?“

“Uangmu, sayang.“

Maia menoleh ke samping kiri, pada orang yang tadi barus saja berbicara kepadanya.

“Uang?“

Kali ini ucapan keluar dari sopir taksi. “Ya. Uang, kartu ATM, kartu kredit.“

Maia mengangguk-angguk. Confirmed. Sudah pasti dan sangat sadar bahwa dirinya telah menjadi korban kejahatan perampokan.

“Jadi itu yang kalian mau?“

“Ya eyalah, Tante. Emang apa lagi?“ ia mengejek sambil kemudian menatap dengan tatapan nakal. „Atau Tante mau yang lain?“

“Memangnya kalian yakin kalian bisa melakukannya?“

Pertanyaan bernada menantang itu terasa di luar dugaan. Dua penjahat yang mengapit Maia sampai sempat saling bertatapan karena tidak menyangka bahwa korban mereka yang nampak lemah dan menjadi sasaran empuk ternyata bisa bersikap begitu tenangnya. Penjahat yang menjadi sopir taksi menatap rekan-rekannya di jok belakang melalui kaca spion dalam.

“Ya terang dong!“ bentaknya, “kau pikir buat apa kami membawamu sekarang? Jalan-jalan ke pantai, gitu? Ya jelas aja kami mau ngerampok!“

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status