Share

MISTERI KEMATIAN ART-KU
MISTERI KEMATIAN ART-KU
Author: Aura_Aziiz16

Bab 1

Part 1

 

"Ma, Mbak Ning belum bangun ya? Kok sudah siang kamarnya masih ketutup juga?" tanya Andre, putraku satu-satunya yang baru saja berusia sembilan belas tahun sambil menarik kursi makan dan menjatuhkan tubuh kekarnya di sana. 

 

Aku yang sedang menuangkan teh panas ke dalam gelas, spontan menatap padanya. 

 

"Emang kamu mau minta tolong apa? Mungkin Ning nggak enak badan. Malam tadi muntah-muntah soalnya."

 

"Muntah-muntah? Kenapa, Ma? Sakit? Aku cuma mau minta tolong setrikain kemeja sebentar aja sih, karena mau dipake. Tapi Mbak Ning nggak bangun-bangun juga,"  sahut Andre kembali sembari mengambil piring lalu memasukkan nasi goreng yang barusan kumasak ke atasnya dan mulai menyuap.

 

"Oh. Masuk angin kayaknya. Semalam sih udah mama kerok. Tapi mungkin belum tuntas makanya belum sembuh. Kamu udah ketok pintu kamarnya tadi?"

 

"Sudah bolak-balik Ma, tapi nggak ada respon, makanya nanya Mama, kenapa Mbak Ning belum bangun-bangun juga?"

 

Mendengar jawaban Andre, aku memicingkan mata. Heran. Tidak biasanya Ning begini. Apa jangan-jangan asisten rumah tangga kami itu benar-benar sakit ya?

 

"Apa jangan-jangan pingsan ya, Ndre? Iya sih, dari tadi belum kedengaran bangun."

 

Kulirik jam di atas dinding. Pukul 07. 15 WIB. Harusnya Ning memang sudah bangun dan mengerjakan rutinitas seperti biasanya.

 

Kalau pun hari ini harus istirahat dulu sebab malam tadi, gadis itu terlihat tak sehat, tetapi mestinya perempuan itu sudah bangun. Minimal mandi atau membuat sarapan untuk dirinya sendiri.

 

Sebagai majikan, aku memang bukan majikan yang kejam dan tidak punya perasaan. Saat sedang sakit, tentu saja aku tak akan membebani Ning dengan pekerjaan rumah yang harus diselesaikan, karena meski memiliki pembantu, setiap hari aku toh tak pernah lepas tangan membantu pekerjaan Ning. Aku maklum kerja rumah tangga itu berat. Oleh karenanya, tak jarang aku ikut turun tangan menyelesaikan pekerjaan rumah supaya Ning tak kecapekan sendiri dan betah bekerja di rumah ini.

 

Aku hendak menuju kamar Ning untuk mengecek keadaannya, tetapi urung saat meihat Mas Reno, suamiku turun dari tangga lantai atas dan langsung menuju meja makan sembari memicingkan mata.

 

"Ma, Ning mana? Tadi Papa suruh nyemir sepatu, kok nggak selesai-selesai juga ya?"

 

"Papa nyuruh nyemir sepatu? Kapan?" Aku bertanya kaget, karena setahuku sedari malam Ning justru belum keluar kamar.

 

"Sebelum shalat Subuh ke masjid tadi. Papa suruh nyemir sepatu yang Papa beli kemarin. Sudah agak kotor, makanya Papa minta Ning bersihin. Sekarang Ning-nya mana?"

 

Aku mengedikkan bahu. "Itu juga yang Andre tanyain, dari tadi Ning dibangunin nggak nyaut. Bentar, mama bangunkan coba."

 

Aku beranjak menuju kamar ART kami itu lalu mengetuk dengan keras. Hening. Tak ada sahutan. Sepertinya Ning memang benar-benar sakit. 

 

"Ning! Kamu kenapa? Sakit?" Kuketuk daun pintu lebih keras, bahkan setengah menggedor, tetapi tetap saja Ning tak membuka pintu.

 

"Pa, Ning nggak nyahutin juga. Kenapa ya?" tanyaku heran.

 

"Coba Papa lihat."

 

Mas Reno bangkit dari tempat duduk lalu melangkah ke arahku, menuju kamar Ning. 

 

Sama sepertiku, Mas Reno pun buru-buru menggedor, tapi nihil. Jangankan membuka pintu, menyahut saja tidak. 

 

Mas Reno kemudian minta diambilkan kursi untuk melihat ke dalam kamar melalui lobang angin dan tersentak kaget saat akhirnya berhasil melihat ke dalam kamar Ning.

 

"Ambilkan linggis Ma, aku mau mencongkel kunci pintu ini supaya bisa dibuka!"

 

"Emang Ning kenapa, Mas?" tanyaku ingin tahu.

 

"Ning sepertinya sudah meninggal. Mulutnya berbusa. Kayanya minum racun."

 

Apa! Aku tersentak kaget sembari mengelus dada yang tiba-tiba terasa perih. Ning bunuh diri? Benarkah? Tapi kenapa? Apa penyebabnya?

 

Beribu pertanyaan berkecamuk di benak, membuatku setengah limbung saat bergerak mengambil linggis untuk membuka pintu kamar asisten rumah tangga kami itu.

 

💌💌💌💌💌

 

Ning. Gadis berusia dua puluh satu tahun itu tampak sudah terbujur kaku dengan bibir berbusa saat akhirnya Mas Reno berhasil membuka paksa pintu kamar ART kami itu menggunakan linggis.

 

Lelaki yang sudah menjadi suamiku selama dua puluh tahun itu langsung berinisiatif menghubungi polisi setelah berhasil menenangkan diri, karena kematian tidak wajar yang dialami Ning.

 

Aku sendiri masih saja merasa tak percaya. Apa yang menyebabkan gadis yang telah bekerja di kediaman kami selama dua tahun tersebut memutuskan menempuh jalan pintas seperti ini untuk mengakhiri hidupnya?

 

Beban apa yang menyebabkan gadis cantik itu nekat bunuh diri? Benar-benar tidak bisa kumengerti.

 

Selama ini sikap dan tingkah laku Ning biasa-biasa saja. Tak ada satu pun hal mencurigakan yang patut dijadikan alasan untuk kami mencurigainya akan melakukan hal nekad seperti ini.

 

Gadis itu tak pernah terlihat sedang memendam masalah hingga aku pribadi tak pernah berpikiran buruk kalau gadis itu akan menempuh jalan nekad seperti ini untuk mengakhiri beban hidupnya.

 

Kecuali bahwa pada malam sebelum kematiannya, gadis itu mengeluh mual dan perutnya tak enak. Selain itu Ning hampir tak punya keluhan lain.

 

Lalu mengapa gadis pendiam yang selama ini sudah bekerja di rumah kami dengan baik itu tiba-tiba memutuskan bunuh diri seperti ini? Tak habis-habisnya aku bertanya pada diri sendiri alasan apa yang membuat gadis itu bunuh diri. 

 

Next?

 

 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status