Share

Bab 2

Bab 2

 

 

Aku memandangi petugas kepolisian yang sedang menanyai Mas Reno juga Andre seputar alasan apa yang kira-kira membuat ART kami itu sejauh ini diduga melakukan bunuh diri dengan sengaja mengkonsumsi obat tidur melebihi dosis yang dianjurkan dan dari mana kira-kira Ning mendapatkan obat itu yang dijawab suamiku dengan gelengan kepala tidak tahu.

 

Wajar memang Mas Reno tidak tahu karena aku sendiri juga tidak mengerti dari mana Ning bisa mendapatkan obat tidur itu dan sejak kapan ia mengkonsumsinya? Kapan pula gadis itu membeli obat itu dan untuk apa? Apakah Ning bermasalah dengan pola tidurnya hingga perlu mengkonsumsi obat-obatan seperti itu?

 

Setelah menanyai Mas Reno, sekarang giliran aku yang ditanyai. Senada dengan suamiku, pertanyaan polisi pun hanya kujawab dengan gelengan kepala tak tahu karena aku sendiri juga tidak habis mengerti alasan apa yang membuat Ning perlu mengkonsumsi obat tidur.

 

Selama ini kulihat tak ada masalah apapun dengan pola tidur gadis itu. Jam sepuluh malam ia sudah masuk kamar dan sebelum subuh juga sudah bangun.

 

Ning termasuk gadis yang tidak banyak tingkah dan tidak aneh-aneh. Meski kadang di hari libur, ia suka minta waktu untuk diizinkan keluar rumah sekedar refreshing ke mall, tapi tak ada yang patut dicurigai dari sikap gadis itu.

 

Petugas kepolisian kemudian mengambil ponsel milik Ning yang memang kuberikan pada gadis itu dulu supaya kami tetap bisa berhubungan saat aku sedang berada di luar rumah, dan membawanya berikut tablet obat tidur yang masih tersisa untuk dijadikan alat bukti guna penyelidikan lebih jauh penyebab kematian gadis itu.

 

💌💌💌💌💌

 

Sepeninggal petugas, aku menatap kamar Ning yang sedikit berantakan akibat petugas berusaha mencari bukti-bukti guna menyimpulkan sebab kematian Ning yang sesungguhnya.

 

Mas Reno dan Andre tampak duduk berselonjor di lantai dengan wajah kusut. Sementara kondisiku pun tidak jauh lebih baik.

 

Berkali-kali suamiku menghela nafas panjang lalu menghembuskannya dengan gelisah. Sementara Andre tampak meraup muka dengan ekspresi yang tak jauh beda dengan aku dan Papanya pasti, sama-sama gelisah dan terpukul.

 

Ya, siapa yang tidak terpukul? Seorang ART ditemukan meninggal bunuh diri dengan cara minum obat tidur melebihi dosis di rumahnya, siapa yang tidak kacau dan shock melihatnya?

 

Barusan aku sudah menghubungi kedua orang tua Ning. Mengabarkan keadaan putrinya yang baru saja meninggal di dalam kamarnya. Dan kedua orang tua Ning begitu panik serta mengatakan secepatnya akan datang untuk mengambil jenazah putrinya guna dikebumikan di kampung halamannya yang berjarak delapan jam dari kota ini.

 

Aku pun mengiyakan dan berjanji akan membantu membiayai operasional mobil jenazah yang akan membawa jasad gadis itu usai autopsi nanti menuju kampung halamannya. 

 

Selain karena rasa tanggung jawab sebagai seorang majikan, aku pun begitu empati terhadap musibah yang menimpa Ning dan empati terhadap perasaan keluarganya yang ditinggalkan.

 

Aku hendak membuka mulut, teringat soal ucapan Mas Reno yang mengatakan jika subuh tadi masih bisa bicara dengan Ning, dan hendak menanyakan kebenaran perkataan Mas Reno itu, saat suamiku itu tiba-tiba lebih dulu membuka mulutnya.

 

"Kata petugas dari rumah sakit tadi, kalau melihat kondisi jenazah Ning, diperkirakan dia sudah meninggal lebih dari delapan jam yang lalu, Ma. Lalu siapa yang Papa lihat sebelum subuh tadi keluar dari kamar Ning dan mengiyakan saat Papa minta tolong semirkan sepatu? Apa karena bunuh diri, arwah Ning berubah gentayangan? Apa Mama percaya hal-hal mistik dan di luar akal seperti itu?" tanya Mas Reno dengan wajah pias.

 

Aku tahu suamiku itu bukan tipikal lelaki penakut. Tapi mendapati hal di luar dugaan seperti ini bisa jadi psikologis Mas Reno sedikit terganggu. Dan aku memaklumi itu karena saat ini pun perasaanku juga terguncang.

 

Mendengar ucapan papanya, sontak Andre menghambur, memeluk Mas Reno. Demikian pula aku yang juga tanpa babibu langsung merapat ke tubuh suamiku.

 

"Papa serius? Nggak bohong soal ketemu Ning sebelum sholat subuh tadi? Apa Papa sudah lihat sepatunya? Beneran disemir atau tidak?" tanyaku dengan lidah kelu sembari berharap Mas Reno menggeleng, mengatakan sepatu itu masih tergeletak di tempatnya dalam keadaan belum disemir.

 

Namun, alih-alih menjawab begitu, Mas Reno justru menatapku lama lalu menganggukkan kepalanya. 

 

"Sudah Papa lihat sepatunya, Ma ... habis disemir. Malah sudah disiapkan Ning di dekat pintu keluar. Kalau benar Ning sudah meninggal malam tadi, lalu yang nyemir sepatu Papa dan meletakkan di situ siapa ya?" tanya Mas Reno lagi dengan suara berbisik.

 

Mendengar pengakuan suamiku itu, aku makin dilanda rasa takut dan gamang hingga 

merapatkan badan ke tubuh Mas Reno. Begitu pun Andre yang kulihat tegang.

 

"Papa jangan bikin mama sama Andre takut dong! Coba dicek lagi, beneran sepatu Papa habis disemir Mbak Ning atau memang dari kemarin nggak terlalu kotor jadi tetap seperti habis disemir, Pa kelihatannya?" Andre berusaha menyangkal perkataan Mas Reno. Mendengar ucapannya, aku pun menganggukkan kepala tanda setuju pada perkataan putraku itu.

 

"Beneran, Ma ... Ndre. Untuk apa Papa bohong? Papa nggak mungkin bohong karena sekarang ini kita menghadapi rasa bingung, khawatir dan takut yang sama. Ning kemungkinan besar sengaja minum obat tidur berlebihan hingga meninggal dunia. Pertanyaannya, sejak kapan dia minum obat tidur dan untuk apa? Bukannya selama ini ia tidak pernah punya masalah dengan pola tidurnya? Jam sepuluh sudah tidur, kan? Lalu buat apa dia minum obat lagi? Lagipula, sepatu itu sudah beranjak dari tempat semula. Tadinya di rak sepatu, tapi tadi Papa lihat sudah ada di depan pintu, lengkap dengan kaos kakinya, sama persis seperti biasanya Ning siapkan sebelum Papa ke kantor," sahut Mas Reno lagi sembari menyapu wajahku dan Andre bergantian, seolah hendak meyakinkan kami jika yang ia katakan bukanlah halusinasi belaka.

 

Mendapati itu, aku pun makin dilanda rasa cemas. Aku tahu Mas Reno bukan tipikal laki-laki pembohong. 

 

Dua puluh tahun hidup bersama telah membuatku paham dan hafal sifat dan karakternya. Mas Reno selalu jujur terhadap apa yang ia ucapkan. Ia berani mengakui kesalahannya jika memang benar bersalah, begitu pun sebaliknya.

 

Dan jika saat ini ia mengaku bertemu Ning sebelum subuh tadi dan meminta gadis itu membersihkan sepatunya, kemungkinan besar itu adalah cerita sesungguhnya.

 

Tapi jika demikian, bukankah itu artinya arwah Ning belum juga pergi dari rumah ini? Namun, bisakah demikian? Bukankah setiap jiwa yang sudah meninggal akan kembali ke haribaan yang Maha Kuasa untuk mempertanggungjawabkan segala amal perbuatannya? 

 

Lalu bagaimana bisa arwah Ning masih berkeliaran di rumah ini dan untuk apa? Apa karena masih ada rahasia penyebab kematiannya yang belum terungkap? Atau jangan-jangan ... Ning bunuh diri akibat orang yang ada di rumah ini?

 

Ya, meskipun pahit tapi aku harus mengakui jika kemungkinan seperti itu akan selalu ada. Ning masih muda dan cantik. Laki-laki normal seperti Mas Reno atau pun Andre yang usianya mulai beranjak dewasa, pasti akan tertarik jika tak punya iman yang kuat.

 

Tapi benarkah begitu? Rasanya sulit sekali hendak mempercayai kemungkinan itu, namun jika tidak ada penyebabnya, mungkinkah Ning akan bunuh diri dan menampakkan diri seperti ini? Ah, memikirkan semua ini kepalaku makin sakit rasanya.

 

💌💌💌💌💌

 

 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status